Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY Tersengat Wiranto, Sebaiknya Prabowo Mundurkan Pasukan

19 Desember 2018   10:07 Diperbarui: 19 Desember 2018   10:12 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wiranto, Prabowo dan SBY. Ilustrasi : ist


Kasus perusakan atribut Partai Demokrat, termasuk baliho ucapan selamat datang kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Pekanbaru, Riau, semakin liar. Hasil rapat darurat yang digelar petinggi Demokrat sebagai tanggapan atas rilis Menko Polhukam Wiranto, menyimpulkan ada aktor intelektual . Inikah master mind yang dimaksud SBY?

Pernyataan Wiranto jika pelaku perusakan atribut partai politik di Pekanbaru merupakan oknum PDI Perjuangan dan Partai Demokrat, membuka lembaran baru perseteruan para jenderal. SBY langsung merespon pernyataan Wiranto yang disebutnya berasal dari Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, dengan menggelar rapat darurat.

Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto pun langsung ikut menceburkan diri dengan pernyataan "garangnya" bahwa jika baliho Demokrat dirobek-robek maka hal itu sama saja dengan merobek-robek baliho Gerindra. Prabowo lantas mengingatkan, pihaknya memiliki kekuatan untuk melawan yakni Gerindra Masa Depan  dan Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya.

Menarik mencermati pernyataan SBY dan juga kesimpulan hasil rapat. Pertama, sejak awal SBY menengarai perusakan terhadap atribut partainya terorganisir dan memiliki motif politik, bukan tindakan spontanitas.  Pernyataan "saya tidak sedang berkompetisi dengan Bapak Presiden Jokowi" menyiratkan kecurigaan SBY jika pelakunya orang yang menganggap dirinya tengah berkompetisi dengan Jokowi.

Kedua, pernyataan berulang-ulang jika pelakunya bukan oknum PDI Perjuangan, apalagi kader Partai Demokrat, terlihat sebagai upaya untuk melokalisir hanya pada pihak yang sepertinya sudah diketahui yang dianggap sebagai master mind.  Artinya, SBY menghindari konfrontasi dengan PDI Perjuangan,  karena ada sasaran yang lebih "tinggi".

Hal ini merupakan "revisi" dari sikap awal kader-kader  Demokrat, seperti Wakil Sekretaris Jenderal Andi Arief, yang terkesan menyimpulkan ada keterlibatan oknum PDIP. Dalam video ketika kader-kader Demokrat "menginterogasi" Heryd Swanto  seperti "menginginkan" pengakuan adanya oknum PDIP  yang terlibat.

Terlebih kemudian, seperti pernyataan Wiranto, ada juga oknum Demokrat yang juga diamankan polisi karena merusak baliho caleg PDIP.  Motifnya pun seperti disampaikan Kapolda Riau Irjen Pol Widodo Eko Prihastopo, semata hanya ekonomi di mana pelaku dijanjikan bayaran Rp 150 ribu.

Artinya, kasus ini hanya akan berhenti pada operator di lapangan, hanya "kenakalan" kader-kader di bawah, bukan didesain sehingga tidak ada master mind-nya. Dari tweet di akun Twitter ketika menanggapi pernyataan Wiranto, tersurat sangat jelas SBY tidak mau kasusnya berhenti sampai di situ.

Ketiga, cara SBY dan juga kesimpulan rapat yang dibacakan Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan, "mengamankan" atau setidaknya tidak "melibatkan" Jokowi, cukup cerdik.  Publik menduga-duga, jika bukan PDIP dan Jokowi, lantas siapa yang disasar SBY?

Untuk memahami hal ini, harus digunakan pendekatan politik bola sodok di mana SBY menggunakan "bola ketiga" untuk menghantam sasaran utama. Lalu siapa "bola ketiga" ini? Jika dirunut dari awal, maka sepertinya SBY menduga aktor intelektualnya ada di lingkar dalam Jokowi.  Dugaan ini jelas tersirat dari tweetnya, "Saya yakin & tahu Presiden Jokowi tak memiliki keterlibatan apapun. Pengungkapan yg jujur & lengkap justru akan "selamatkan" beliau".

Adanya nuansa SBY menuduh kubu Jokowi terlibat juga disampaikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Meski mengaku hubungannya dengan Demokrat sangat baik, namun Hasto meminta agar Demokrat  melakukan klarifikasi terlebih dahulu sebelum membuat pernyataan.  Bahkan Hasto menyindir dengan mengatakan partainya tidak mengggunakan dramatisasi kasus untuk  meraup keuntungan elektoral.  

Dari fakta-fakta di atas, kemungkinan kasus perusakan baliho Demokrat akan berhenti sampai di sini. Demokrat tidak akan menuntut terlalu jauh. SBY juga tidak menjadikan peristiwa Pekanbaru sebagai Pearl Harbor yang akhirnya menyeret Amerika Serikat pada Perang Dunia Kedua. SBY tetap akan berseru "It is not my war"! Mengapa demikian? Pesannya sudah tersampaikan!

Jika boleh memberi saran, maka ada baiknya Prabowo tidak menceburkan diri terlalu jauh. Segera tarik "pasukannya" karena ini bukan perangnya. Ini perang para jenderal di ring kedua, perang yang diciptakan untuk kepentingan pemilu, bukan pilpres.  

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun