Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

"Raja Jokowi", Atribut Siluman yang Dipasang Genderuwo

13 November 2018   16:58 Diperbarui: 13 November 2018   19:00 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi mengenakan busana raja. Foto: Rusman/Biro Pers Setpres

Terlepas pihak mana yang "bermain" pemasangan atribut kampanye dengan gambar "Raja Jokowi" patut disesalkan karena semakin menjauhkan pesta demokrasi dari pertarungan adu gagasan dan ide-ide untuk mensejahterakan rakyat. Terlebih sebelumnya masyarakat disuguhi ujaran-ujaran yang tidak mencerminkan keluhuran seorang pemimpin dan calon pemimpin. Ujaran Indonesia bubar, tampang boyolali, sontoloyo, genderuwo, budek dan lain-lain sangat tidak layak diucapkan oleh pemimpin dan calon pemimpin, apa pun alasannya.

Satu hal lagi, saling-sahut antar petahana Jokowi-Ma'ruf Amin dan lawannya, Prabowo-Sandiaga dengan bahasa-bahasa "pasaran" sangat-sangat tidak mendidik. Mestinya semua pihak menyadari, kubu lawan tentu menjanjikan hal-hal yang lebih baik dari saat ini, sementara kubu petahana memamerkan capaian dan janji perbaikan kekurangan di periode berikutnya.

Dengan demikian jika kubu lawan mengkritik harga tempe, tidak perlu dibalas dengan kunjungan ke pasar sambil membeli tempe. Cara-cara demikian terlalu reaktif dan, maaf, kekanak-kanakkan. Lebih elegan jika kubu petahana memaparkan keberhasilan pembangunan ekonomi secara umum dan biarkan masyarakat yang menilai. Ataukah karena menganggap masyarakat masih bodoh sehingga tidak cukup diberi penjelasan berbasis data, sampai harus disuguhi atraksi lapangan?

Jika hal-hal demikian diteruskan, jangan salahkan masyarakat yang akhirnya apatis terhadap proses demokrasi.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun