Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jika DPR Dikuasai 5 Partai, Posisi Presiden Tidak Aman

24 Oktober 2018   09:19 Diperbarui: 24 Oktober 2018   12:29 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua pasangan capres dan cawapres di Pilpres 2019. Foto: KOMPAS.com/Kristianto Purnomo

Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan partai dengan elektablitas nol koma alias parnoko bertambah banyak. Sementara kemungkinan partai yang tidak bisa memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen juga tak kalah banyak. Hanya 5 partai peserta Pemilu 2019 yang diprediksi bisa menempatkan wakilnya di DPR.

Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda dan Partai Berkarya adalah partai baru yang dalam survei Litbang Kompas gagal mencapai raihan 1 persen suara nasional bersama partai lawas yakni Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Bahkan elektabilitas PKPI hanya 0,1 persen, sementara Garuda 0,3 persen, di bawah PBB, PSI dan Berkarya yang sama-sama meraih 0,4 persen. Meski memiliki elektabilitas 1 persen, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) juga berada di grup yang gagal melenggang ke Senayan.

Hanya PDI Perjuangan (29,9 persen), Partai Gerindra (16 persen), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB/6,3 persen), Partai Golkar (6,2 persen) dan Partai Demokrat (4,8 persen) yang diprediksi lolos ke Senayan.

Meski demikian, menurut hasil survei Litbang Kompas, Partai Nasdem (3,6 persen) Partai Keadilan Sejahtera (PKS/3,3 persen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP/3,2 persen) Partai Amanat Nasional (PAN/2,3 persen) serta Partai Persatuan Indonesia (Perindo/1,5 persen) tetap memiliki kans lolos mengingat ada 2,8 persen simpangan survei (margin of error).

Jika hanya 5 partai yang menguasai DPR, tentu merupakan kabar buruk bagi presiden terpilih di Pilpres 2019.  Pertama, dengan jumlah yang sedikit, maka kemungkinan untuk satu suara dalam pengambilan keputusan lebih terbuka.

Kedua, jika melihat koalisi partai pengusung kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, peta kekuatan di DPR menjadi liar. Seperti diketahui pasangan petahana Joko Widodo -- Ma'ruf Amin diusung PDIP, Golkar dan PKB (bersama PPP, Hanura, PKPI). Sedang pasangan Prabowo Subianto -- Sandiaga Salahuddin Uno didukung Gerindra dan Demokrat (bersama PKS, PAN).

Dengan demikian, jika Jokowi-Maruf yang menang, Gerindra dan Demokrat akan menjadi oposisi yang kuat. Namun jika Prabowo-Sandiaga yang menang, maka PDIP akan menjadi oposisi tunggal karena Golkar dan PKB sangat mungkin masuk Istana. Golkar akan menggunakan dalih histori yang mengharamkan berada di luar pemerintahan. Sementara Prabowo juga memiliki kepentingan besar untuk segera merangkul PKB yang merupakan representasi suara Nahdlatul Ulama (NU).

Menarik mencermati hasil survei Litbang Kompas yang digelar 24 September-5 Oktober 2018 ini karena menguatkan asumsi jika partai yang mengusung kader sendiri di gelaran Pipres 2019 yakni PDIP dan Gerindra mendapat keuntungan elektoral. Meski Ma'ruf Amin bukan kader namun PKB ikut kecipratan keuntungan elektoral karena mantan Ketua MUI itu merupakan kader NU yang menjadi basis PKB.

Meski tidak menyertakan kader di Pilpres 2019, Golkar tetap berpeluang mendulang suara untuk mengamankan jatah di DPR karena diuntungkan pondasi partai yang sudah kuat dan pengalaman politik kader-kadernya.

Demokrat juga diprediksi aman sebab memiliki figur Susilo Bambang Yudhoyono dan naiknya popularitas sang anak, Agus Harimurti Yudhoyono. "Pembiaran" sejumlah kader di daerah mendukung capres lain di luar Prabowo, turut memberikan andil meski tidak terlalu signifikan.      

Terlepas dari survei Litbang Kompas, jika melihat konstelasi politik saat ini, Nasdem, PKS dan PAN  berpeluang kembali ke Senayan. Nasdem diuntungkan oleh banyaknya calon anggota legislatif (caleg) dari figur terkenal sehingga dapat menjadi vote getter.

Sementara PKS  memiliki kader dan simpatisan loyal yang tidak mudah beralih dukungan. Militansinya sudah teruji meski saat ini tengah diterpa kisruh internal yang berimbas pada pengunduran diri sejumlah pengurus di daerah.

Demikian pula dengan PAN yang sudah memiliki pemilih tetap karena merupakan kendaraan politik Muhammadiyah. Meski mungkin sulit mempertahankan perolehan suara Pemilu 2014 sebesar 7,59 persen dan 49 kursi DPR, tetapi penurunannya tidak akan dratis. Terlebih jika isu-isu yang menjadi perekat, semisal "kriminalisasi" terhadap Amien Rais, mantan Ketua Umum PAN dan juga Muhammadiyah, dapat terus didengungkan.

Kontestasi elektoral 2019 tetap menarik karena setiap partai menjadi kawan sekaligus lawan bagi partai lain pada satu momen!

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun