Peristiwa pembakaran kain hitam bertulis kalimat tauhid Laa ilaaha illallah dalam huruf Arab oleh sejumlah anggota Barisan Ansor Serba Guna (Banser) di Garut, Jawa Barat harus segera diklarifikasi secara jernih dan tidak mencari pembenaran sepihak.
Banser harus mengakui telah lalai dan meminta maaf kepada umat Islam yang mengagungkan kalimat tauhid sebagaimana juga Banser dan keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU).
Untuk diketahui, Banser berada di bawah komando GP Ansor, organisasi otonom di bawah NU. Meski badan otonom namun GP Ansor dan organisasi otonom lain seperti Muslimat NU dan Fatayat NU, memiliki visi-misi yang sama dengan PBNU. Salah satunya terkait Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Menurut Wasekjen PBNU Masduki Baidlowi, saat ini pihaknya tengah perang ideologi dengan HTI karena HTI- yang sudah dibubarkan pemerintah, membawa ideologi lain yang mengancam eksistensi ideologi negara. Tidak mengherankan jika genderang perang yang ditabuh PBNU diikuti oleh Banser.
Hal itu yang kemudian menurut Ketua GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, menjadi salah satu alasan mengapa sejumlah anggota Banser di Garut membakar kain bertulis syahadat tauhid karena dikira bendera HTI.
Beragam tanggapan muncul, termasuk dari Muhammadiyah. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyebut aksi pembakaran kain bertulis kalimat tauhid sudah kebablasan. Meski demikian Mu'ti meminta masyarakat tidak menanggapinya secara berlebihan. Jika ada yang merasa dilecehkan, sebaiknya diselesaikan sesuai hukum yang berlaku.
Kita sepakat kasus ini harus dilokalisir dan diselesaikan secepatnya karena berpotensi menjadi isu sensitif. Oleh karenanya, sambil menunggu proses penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian, ada beberapa hal yang mesti dilakukan sejumlah pihak.
Pertama, anggota Banser dan GP Ansor meminta maaf kepada umat Islam, yang berarti juga meminta maaf kepada dirinya sendiri, organisasi dan terutama keluarga besar umat Islam dalam bingkai ukhuwah Islamiyah.
Kedua, GP Ansor tidak perlu mencari alas pembenar karena hanya akan memancing polemik berkepanjangan. Benar, seperti dikatakan Yaqut bahwa dalam beberapa hal membakar sobekan mushaf Al Quran yang ditemukan di jalan, lebih mulia karena untuk menghindari dari kemungkinan masuk comberan atau terinjak orang yang lalu-lalang.
Tetapi yang dibakar di Garut jelas secarik kain bertulis syahadat tauhid tanpa embel-embel HTI. Kainnya pun, jika dilihat dari video yang beredar---namun tetap membutuhkan klarifikasi lebih lanjut, masih bagus, bukan kain lapuk atau robek-robek.
Ketiga, jangan sampai isu ini dijadikan panggung oleh HTI atau organisasi lain yang sealiran. Caranya adalah dengan memastikan proses hukum yang dilakukan kepolisian berlangsung secara transparan. Sebab isu ini sangat mudah dibelokkan untuk menyerang pemerintah mengingat preferensi politik PBNU lebih dekat ke kubu yang saat ini tengah berkuasa.