Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dana Kelurahan Bukan Politis, tapi...

22 Oktober 2018   08:17 Diperbarui: 22 Oktober 2018   10:52 1688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika disetujui DPR, mulai 2019 kelurahan akan mendapat kucuran dana langsung dari APBN sebagaimana desa. Kubu oposisi menuding ada kepentingan politik Presiden Joko Widodo- yang tengah berupaya mempertahankan kekuasaannya, di balik kebijakan tersebut.

Jika melihat perjalanan usulan dana kelurahan hingga muncul di Rencana APBN 2019 yang kini tengah dibahas di DPR, kecurigaan tersebut tidak berdasar. Dana kelurahan merupakan aspirasi Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) yang telah didengungkan sejak lama.

Alasannya, adanya kecemburuan karena desa mendapat kucuran dana dari APBN yang jumlahnya terus meningkat di mana saat ini rata-rata menerima Rp 800 juta- Rp 1 miliar per tahun dan direncanakan menjadi Rp 1,4 miliar per desa di tahun 2019. Sementara kelurahan tidak mendapat kucuran dana dari APBN.

Dampaknya, banyak kelurahan di lingkungan pemerintah kota yang meminta beralih status menjadi desa alias turun kelas. Jika banyak kelurahan kembali menjadi desa yang berarti bergabung ke pemerintah kabupaten, maka menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono, perkembangan negara menjadi turun sekaligus berpengaruih terhadap upaya mendorong tumbuhnya wilayah perkotaan atau urban di daerah, bisa terkendala.

Dengan demikian, jika dana kelurahan akhirnya direalisasikan, bukan kebijakan ujug-ujug demi mengamankan kepentingan Presiden Jokowi semata, meski harus diakui berpotensi memberi efek positif secara politik.

Namun usulan dana kelurahan tetap wajib ditolak karena beberapa alasan yang justru lebih mendasar dan membuka peluang terjadinya penyalahgunaan anggaran.

Pertama, salah satu mengapa kelurahan tidak mendapat alokasi dana pusat sebagaimana desa karena statusnya sebagai perangkat daerah. Lurah diangkat oleh wali kota dan berstatus aparat sipil negara (ASN). Dengan demikian kebijakan lurah mengikuti kebijakan kepala daerah.

Sedang desa merupakan wilayah otonom. Kepala desa (kades) dipilih langsung oleh masyarakat. Kades dan perangkat desa, termasuk kepala dusun. bukan ASN meski mereka mendapat honor dari alokasi dana daerah.(ADD) yang bersumber dari APBD, bukan dana desa yang berasal dari APBN.

Kedua, infrastruktur di kelurahan, termasuk sarana publik, sudah lebih tertata dan terpenuhi dibanding desa. Padahal tujuan utama dana desa adalah pembangunan sarana publik seperti pengaspalan jalan, perbaikan saluran air, hingga penyediaan perpustakaan. Jika kelurahan mendapat kucuran dana sebagaimana desa, peruntukannya menjadi tidak tepat.

Ketiga, wilayah kelurahan tidak seluas desa, meski jumlah penduduknya bisa saja lebih besar.Kebutuhan seluruh wilayah kelurahan sudah tercover oleh APBD Kota yang sebagian sumbernya berasal dari dana perimbangan provinsi serta juga dana alokasi umum dan dana alokasi khusus dari APBN.

Dana kelurahan wajib ditolak karena justru membuka peluang terjadinya tumpang-tindih anggaran. Jangan sampai satu proyek didanai dari berbagai macam sumber karena membuka celah korupsi.

Padahal saat ini pemerintah harus mengetatkan anggaran. Penundaan proyek-proyek strategis yang menjadi prioritas Jokowi, dengan tujuan menahan depresiasi rupiah dan mendinginkan mesin ekonomi yang sempat overheat karena terlalu jor-joran dalam membangun infrastruktur selama 4 tahun terakhir, bisa sia-sia jika alokasi anggaran tidak didasarkan pada kebutuhan, melainkan pemenuhan aspirasi politik.

Kita mendorong percepatan pembangunan secara merata. Tetapi tidak dengan cara mengabaikan kemanfaatan dan resikonya.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun