Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengulik Dua Pernyataan Yenny Wahid yang Membingungkan

14 Oktober 2018   17:22 Diperbarui: 14 Oktober 2018   21:51 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid membuat dua pernyataan yang cukup membingungkan. Putri Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid ini  mempersilakan gelaran kampanye di lingkungan pendidikan, termasuk pondok pesantren sepanjang dilakukan tidak secara vulgar. Yenny juga akan mengajak anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mahfud MD untuk mendukung pasangan petahana Joko Widodo -- Ma'ruf Amin.

Menurut Yenny, calon presiden dan wakil presiden boleh berkampanye secara halus di pesantren untuk menyerap aspirasi warga pesantren. Yenny tidak mempermasalahkan jika mereka kemudian meminta dukung, asal tidak menyebut nomor urut.

Ucapan Yenny sejalan dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusron Wahid yang sebelumnya juga mendukung kampanye di pondok pesantren.

Tjahjo beralasan, pelajar, utamanya SMA, sudah memiliki hak pilih sehingga wajar jika dijadikan sasaran kampanye. Belakangan, Tjahjo menambahi ucapannya dengan menyebut peserta Pemilu dan Pilpres yang datang ke lembaga pendidikan tidak boleh membawa atribut kampanye.

Sedang Nusron mendasarkan argumennya, keberadaan rumah kyai dan pengasuh pondok pesantren umumnya berada dalam satu kompleks dengan masjid dan tempat pendidikan.

Pernyataan Yenny, Tjahjo dan Nusron sepertinya untuk membenarkan safari politik Ma'ruf Amin ke pondok-pondok pesantren. Hari ini, dalam kunjungannya  ke Yogyakarta, Ma'ruf juga mengunjungi pondok  pesantren Al-Munawwir di Krapyak, Bantul. Ma'ruf menolak kunjungannya disebut kampanye.

"Saya nggak pernah kampanye di pondok pesantren, tapi selalu silaturahim," ujar Ma'ruf.

Pernyataan kedua Yenny yang cukup membingungkan terkait keinginannya mengajak Mahfud mendukung pasangan Joko-Ma'ruf. Nama Mahfud menjadi kontroversi ketika PBNU menyebut bukan kader NU setelah Jokowi menunjuk menjadi cawapres. Padahal Mahfud merupakan salah satu Gusdurian- sebutan untuk pengikut dan penerus pemikiran Gus Dur, yang memiliki akar kuat di NU.

Seperti diketahui, Jokowi kemudian "mengganti" Mahfud dengan Ma'ruf Amin yang saat itu menjabat Rais Aam PBNU sekaligus Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Mahfud sendiri tidak mempermalahakan hal itu, meski menolak masuk tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf karena ingin menjaga netralitas mengingat dirinya pejabat negara.  

Terkait pernyataan pertama, kita ragu jika Yenny tidak memahami esensi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di mana pada pasal 280 ayat 1 huruf h tegas disebutkan bahwa, "Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan".

Mau bisik-bisik atau berteriak, bawa atau pun tidak bawa atribut, kehadiran peserta kontestasi elektoral di lembaga pendidikan dengan tujuan agar memberikan dukungan, tetap dilarang. Tidak ada pembenaran untuk hal-hal demikian. Pelanggaran tetap pelanggaran sekali pun dilakukan secara diam-diam.

Demikian juga keinginan Yenny mengajak Mahfud untuk mendukung Jokowi-Ma'ruf. Bukankah pada saat mendeklarasikan dukungan, Yenny juga membawa nama Gusdurian? Dengan demikian dukung-mendukung di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) sudah selesai karena sebelumnya PKB, yang menjadi kendaraan politik warga NU juga sudah mendukung Jokowi. 

Sebagai faksi terbesar di NU, Gusdurian memiliki basis massa yang kuat dan cukup solid. Bahkan bisa mengalahkan suara PKB seperti dalam Pilkada Jawa Timur 2018 di mana PKB mendukung Saifullah Yusuf sementara massa Gusdurian memberikan suaranya kepada Khofifah Indar Parawansa.

Mengapa Yenny masih ingin mengajak Mahfud mendukung Jokowi-Ma'ruf? Kita pun ragu Yenny tidak paham jika pejabat negara dilarang terlibat dukung-mendukung dalam politik praktis..

Kita tidak menafikan, setelah menyatakan dukungan, Yenny tentu memiliki tugas untuk ikut memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf meski dirinya tidak berada di dalam tim pemenangan. Tetapi tidak seharusnya Yenny mengorbankan dirinya dengan statemen-statemen yang berpotensi mendegradasi ketokohan dan keteladanan seperti yang dicontohkan Gus Dur. Tidak ada pembenaran terhadap pelanggaran aturan sekali pun dimaksudkan untuk membela petahana.

Kita menghormati pilihan politik Yenny Wahid, namun menolak landasan pikirnya dalam rangka membenarkan sesuatu yang melanggar aturan.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun