Pertama, dalam kasus ini, masih debatable apakah Prabowo penyebar hoaks ataukah korban dari kebohongan yang diciptakan Ratna Sarumpaet. Secara garis besar, pendukungnya meyakini Prabowo sebagai korban, sedang kubu pelapor beranggapan sebaliknya.
Kedua, pemeriksaan terhadap Prabowo tidak akan menggerus suara pendukungnya, karena menganggapnya sebagai korban. Bahkan jika tim kampanyenya mampu meyakinan bahwa Prabowo adalah korban, loyalitas dan militansi pendukungnya akan kian membara.
Ketiga, pemeriksaan oleh polisi akan menempatkan Prabowo sebagai pihak teraniaya sehingga sangat mungkin menerbitkan simpati dan empati dari orang-orang di luar pendukungnya. Hal ini (barangkali) terkait kecenderungan umum masyarakat Indonesia yang gampang sekali tersentuh melihat orang yang dianggap teraniaya.
Bukankah saat ini celetukan yang bersimpati tehadap Ratna Sarumpaet sudah mulai terdengar usai aktivis hak asazi manusia itu diturunkan dari pesawat dan digelandang penyidik kepolisian di tengah malam? Padahal sebelumnya semua pihak kompak mengecam perbuatannya yang sangat menjijikkan!
Prabowo akan banjir simpati karena dirinya tengah menjadi lawan petahana. Dengan sedikit "polesan" sangat mungkin mereka yang selama ini tidak terlalu peduli dengan hiruk-pikuk politik, langsung mengiyakan jika Prabowo korban dari peristiwa yang diciptakan tangan-tangan tak terlihat.
Keempat, dan ini yang berbahaya, pemeriksaan terhadap Prabowo membuka kemungkinan gejolak sosial. Jutaan pendukungnya yang tidak terima Prabowo "dianiaya"- karena dianggap korban, mungkin saja akan memberikan "perlawanan".
Jika sampai terjadi gejolak sosial dan politik, tentu merugikan pemerintah yang kini tengah konsentrasi menangani berbagai bencana alam dan kemungkinan timbulnya gejolak ekonomi akibat pelemahan nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh 15.200 per dolar Amerika.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H