Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ratna Sarumpaet Dijerat Pasal Berlapis, Bagaimana dengan Anies Baswedan?

5 Oktober 2018   11:36 Diperbarui: 6 Oktober 2018   08:16 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polda Metro Jaya menetapkan Ratna Sarumpaet sebagai tersangka pembuat hoax dan kegaduhan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara. Ratna sempat ditahan pihak imigrasi di bandara Soekarno -- Hatta sesaat sebelum pesawat yang ditumpanginya tinggal landas menuju Chile. Ratna kemudian dijemput tim dari Polda Metro Jaya.

Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya AKBP Jerry Siagian mengatakan penyidik menaikkan statusya dari saksi menjadi tersangka setelah mengetahui Ratna hendak melarikan diri ke Chile. Ratna dijerat dengan pasal berlapis yakni pasal 14 ayat 1  UU Nomor 1 tahun 1946 dan pasal 28 ayat 2 UU ITE.

Pasal 14 ayat 1 mengatur, "Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun."

Pasal 28 ayat 2 berbunyi "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."

Ratna terjerat pasal berlapis karena sebelumnya membuat kehebohan dengan mengaku dianiaya oleh beberapa pria saat berada di Bandung, Jawa Barat, tanggal 21 September 2018 sehingga wajahnya lebam-lebam. Kubu calon presiden Prabowo Subianto sempat memberikan reaksi keras dengan mengutuk perbuatan yang dilakukan terhadap anggota tim pemenangannya dan mengutuk pelakunya sebagai pengecut.

Tetapi setelah melakukan penyelidikan, polisi menemukan fakta berbeda. Pada tanggal 21 September Ratna tidak berada di Bandung, melainkan tengah menjalani operasi sedot lemak di sebuah klinik bedah plastik di Jakarta,

Merasa terpojok. Ratna kemudian mengakui kisah penganiayaannya tersebut sebagai kebohongan. Bahkan Ratna mengaku sebagai pembuat hoaks terbaik. Kecaman pun mengalir deras bukan hanya kepada Ratna namun juga Prabowo Subianto dan orang-orang di sekitarnya. Bukan hanya itu, Ratna, Prabowo dan orang-orang dekatnya, termasuk Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais, dilaporkan ke polisi atas dugaan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.

Awalnya banyak yang menduga Ratna hendak melarikan diri ke Chile. Bahkan Jerry Siagian menyebut Ratna ditangkap karena tidak ingin kasus pimpinan Front Pembela Islam (FPI) terulang Habib Rizieq Shihab terulang yakni kabur ke luar negeri saat menjalani proses hukum.  

Namun Ratna memiliki versi berbeda terkait kepergiannya ke negara Amerika Latin tersebut. Ratna mengatakan dirinya akan menghadiri undangan International Woman Playwrights International Conference 2018 dalam kapasitasnya sebagai penasehat senior.

Menurut Ratna, pada tahun 2007 lalu, di masa Gubernur Sutiyoso, DKI sudah menggelar konferensi serupa sehingga merasa memiliki tanggung jawab untuk mengirim utusan ke konferensi serupa di Chile. Penjelasan Ratna sekaligus membantah kabar dirinya bermaksud melarikan diri karena kepergiannya sudah direncanakan sejak awal tahun 2018.

Persoalan melebar karena Ratna mengaku perjalanannya ke Chile dibiayai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Dari nota dinas yang beredar diketahui Ratna mengirim surat permohonan bantuan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Ratna mengirim surat tanggal 31 Januari 2018 dan disetujui Anies tanggal 19 Februari 2018.  

Mau tidak mau, Anies kini ikut terseret dalam pusaran kasus Ratna. Tidak pada kasus hoaks, namun soal uang bantuan sebesar Rp 70 juta yang diberikan kepada Ratna. Andai tidak ada masalah hoaks, sebenarnya bantuan semacam itu lumrah dan memang ada anggarannya sebagai bentuk kepedulian pemerintah daerah terhadap perkembangan seni budaya.

Beberapa seniman atau pekerja sosial yang mendapat undangan konferensi atau acara budaya di luar kota, bahkan luar negeri, umumnya memang meminta bantuan untuk menghadiri undangan tersebut.

Dalam beberapa kasus, para pekerja seni dan sosial di daerah sering mengeluh terkait minimnya anggaran untuk hal semacam itu, tidak sebanding dengan anggaran untuk kegiatan di bidang olahraga padahal keduanya sama-sama bertujuan mengangkat nama daerah.

Pemberitaan yang sangat gencar dan hanya dalam hitungan menit seluruh nota dinas gubernur DKI Jakarta yang seharusnya bersifat rahasia degan klasifikasi tertentu, menjadi konsumsi publik, mengindikasikan ke mana arah bola selanjutnya.

Tentu dugaan konspirasi untuk "mengungsikan" Ratna ke luar negeri dengan sendirinya terbantahkan karena rencana kepergiannya ke Chile sudah diagendakan jauh sebelum meledaknya kasus kebohongan.

Persoalannya, banyak yang suka mengambil kesimpulan sesuai seleranya, demi memenuhi hasratnya tanpa mengindahkan, bahkan menyembunyikan data dan fakta. Terlebih Anies Baswedan dipersepsikan berada di kubu Prabowo karena diusung Partai Gerinda dan PKS pada Pilgub DKI 2o17 lalu.

Dampak paling mengelisahkan dari kasus ini, adalah munculnya opini jika bantuan dana untuk membantu membiayai aktivis atau seniman yang akan menghadiri undangan acara yang berkaitan dengan kegiatannya dianggap sebagai hal yang mubazir.

Kita memaklumi kuatnya balutan politik dalam kasus Ratna, namun beberapa komentar nitizen- meski masih membutuhkan data dan verifikasi sebelum dianggap sebagai aspirasi publik, yang menyebut bantuan kepada Ratna tidak layak, hanya balas jasa atas dukungan Ratna, cukup menohok.

Meski dalam kasus hoaks tidak ada keraguan sedikit pun untuk mengatakan sebagai perbuatan menjijikkan, tetapi hal itu tidaklah serta-merta menghilangkan rekam jejak kesenimanannya. Ratna adalah aktivis seni yang sudah malang-melintang sejak era orde baru.

Keberanian Ratna menulis naskah drama Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah, pada tahun 1994 dan kemudian mementaskannya adalah bukti tak terbantahkan atas kesenimanannya. Undangan ke acara International Woman Playwrights International Conference 2018 adalah bukti pengakuan internasional atas capaiannya di bidang seni (drama), bukan karena kedekatan atau dukungan politinya kepada Anies Baswedan.

Demikian juga bantuan yang diberikan Anies, sangat mungkin tidak terkait hal semacam itu karena Ratna memang layak difasilitasi agar bisa menghadiri acara di Chile.

Tetapi maukah kita mendudukkan persoalan secara proporsional di tengah kebisingan politik yang hanya memberikan dua ruang; bersamaku atau menjadi musuhku?

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun