Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mendukung Mahfud MD menjadi ketua Tim Pemenangan alias Tim Sukses atau Timses pasangan petahana Presiden Joko Widodo -- KH Ma'ruf Amin. Sementara Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menjanjikan kartu tanda anggota (KTA) NU untuk calon presiden Prabowo Subianto. Alasannya karena Prabowo dekat dengan mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang juga tokoh kharismatik NU. Inikah cara Muhaimin dan Kiai Said Aqil meredam "kemarahan" Gusdurian?
Memang dukungan Muhaimin kepada Mahfud disertai catatan jika Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak jabatan Ketua Timses. Tetapi sikap Muhaimin tetap menggelitik mengingat sebelumnya matian-matian menolak Mahfud menjadi calon wakil presiden Jokowi.Â
Muhaimin dengan didukung Said Aqil  dan Ma'ruf Amin  yang juga Rais Aam PBNU, menekan Jokowi agar mengubah keputusannya. Seperti kita ketahui hanya dua jam sebelum pengumuman, Jokowi mengubah cawapresnya dari Mahfud menjadi Ma'ruf Amin yang juga Ketua MUI.
Salah satu alasan penolakan Muhaimin karena menilai Mahfud sebagai bagian dari masalah di NU. Kita menduga pernyataan Muhaimin tersebut berkaitan dengan kedekatan Mahfud dengan Gus Dur dan keluarganya. Sebab sampai saat ini hubungan Muhaimin dan keluarga Gus Dur tidak harmonis sebagai buntut rebutan PKB di masa lalu antara Muhaimin dengan Yenny Wahid, putri tertua Gus Dur. Â Â
Untuk memperkuat tekanan kepada Jokowi, PBNU seperti dikatakan Ketua PBNU Robikin Emhas, tidak mengakui Mahfud sebagai kadernya sehingga jika Jokowi tetap memilihnya, NU tidak mendukung pemerintah dan tidak memiliki kewajiban untuk ikut memenangkan Jokowi.Â
Menariknya, ketika menjanjikan kartu anggota NU, Kiai Said Aqil mendasarkan pada kedekatan Prabowo dengan Gus Dur. Menurut Said Aqil, di mata Gus Dur Prabowo adalah sosok yang ikhlas kepada bangsa.
Apakah dukungan Muhaimin kepada Mahfud dan pemberian kartu anggota NU kepada Prabowo yang didasarkan pada kedekatannya dengan Gus Dur, sebagai bagian dari upaya membersihkan "dosa" kepada keluarga Gus Dur dan Gusdurian? Terlebih kini tengah muncul desakan agar Ma'ruf Amin segera dicopot dari posisi Rais Aam yang bukan tidak mungkin akan berujung pada gejolak internal.
Pertanyaannya apakah dukungan Muhaimin pada Mahfud dan pemberian KTA NU untuk Prabowo cukup efektif meredam kekecewaan Gusdurian seperti yang sudah diekspresikan Yenny Wahid dan adiknya, Alissa Wahid? Terlalu simple jika mengiyakan. Bukan tidak mungkin sesepuh NU seperti KH Mustofa Bisri akan mendorong lebih jauh lagi, bukan sekedar pergantian Rais Aam, tapi re-organisasi secara keseluruhan, terutama evaluasi "keterlibatan" NU di kancah politik praktis yang mestinya diharamkan.
Ya, NU harus segera kembali kepada jati dirinya sebagai wadah kaum Nahdliyin, bukan organisasi di bawah PKB, apalagi hanya dijadikan "alat" untuk memuluskan ambisi satu-dua orang.Â
NU harus kembali ke kittahnya di bawah empat prinsip Ahlussunnah Waljama`ah  yakni tawasut (berdiri di tengah), i'tidal (berbuat adil), tasamuh (toleran terhadap perbedaan pandangan), tawazun (seimbang dalam berkhidmat kepada Tuhan, masyarakat dan sesama umat manusia) serta amar ma'ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan).
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H