Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Gertak Sambal PKS dan PAN untuk Menaikkan Mahar?

2 Agustus 2018   09:07 Diperbarui: 2 Agustus 2018   10:38 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dukungan "tanpa syarat" Partai Demokrat ke kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto membuat posisi tawar Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lemah. Selain memiliki kursi di DPR lebih banyak, Prabowo juga terlihat lebih pede didampingi Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang sudah 2 kali memenangi gelaran pilpres.

Tetapi bukan PKS namanya jika menyerah begitu saja. Kader-kader partai dakwah ini tidak pernah kehilangan cara untuk memenangkan perundingan politik. 

SBY pun tahu bagaimana "sakitnya" mengendalikan PKS yang menjadi mitra koalisi selama dirinya menjadi presiden. PKS selalu punya alasan yang tepat untuk "membenarkan" sikapnya yang berlawanan dengan kebijakan koalisi.

Sebagai contoh ketika kader-kader PKS di DPR, di era SBY, menolak kenaikkan harga BBM yang sebelumnya sudah diputuskan dalam rapat koalisi. PKS beralasan, saat itu suara PKS tidak lagi mempengaruhi hasil voting. Tanpa PKS, mayoritas anggota DPR sudah menyetujui opsi kenaikkan harga BBM. 

PKS perlu menolak, meski dilakukan di ujung persidangan dan sudah pasti kubu yang setuju kenaikkan BBM menang, untuk kebutuhan kampanye Pemilu 2014. 

Dan memang setelah itu, spanduk-spanduk PKS menolak kenaikan harga BBM terpasang di mena-mana. Keinginan SBY tercapai, namun PKS pun mendapat citra positif sebagai partai pro rakyat karena berani menolak kenaikkan harga BBM. Indah, bukan?    

Kini hal serupa tengah "dimainkan" ke Prabowo. PKS tentunya tahu ada kesepakatan "di bawah meja" antara Demokrat dan Gerindra terkait posisi cawapres. SBY tidak mau terang-terangan menjadikan Komandan Kogasma Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai alat tawar koalisi. 

Hal itu untuk menangkis serangan Ketua Umum PPP Romahurmuziy yang menyebut batalnya Demokrat masuk ke kubu Istana karena SBY mematok AHY sebagai cawapres. 

SBY juga tidak membawa AHY saat berkunjung ke kediaman Prabowo untuk menghindari kesan dirinya mengarbit AHY sekaligus menjawab sindiran Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, tentang "jadi pemimpin karena bapaknya".

Keinginan Demokrat agar Prabowo didampingi AHY sudah harga mati. Bahkan bisa kembali mengubah peta politik manakala Prabowo mengambil Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri atau pun Ustad Abdul Somad (UAS).

PKS tahu peluang untuk kadernya sudah nyaris tertutup. Tetapi PKS menginginkan hal lain yang sepertinya masih belum terpenuhi meski sudah "dipertemukan" dengan pengusaha tajir Maher Algadri. PKS ingin segera mendapat kepastian. Terlebih PKS memiliki dua kekuatan yang bisa digunakan untuk menekan Prabowo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun