Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

May Day 2018, Jangan Mengulang Cara PKI

1 Mei 2018   02:23 Diperbarui: 1 Mei 2018   10:41 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi buruh saat May Day. Foto: KOMPAS.com

Ada yang beda pada peringatan Hari Buruh Internasional yang akan digelar Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di Jakarta, dan mungkin juga beberapa daerah lain. Bukan hanya menuntut perbaikan nasib buruh, ritual tahunan para buruh tersebut akan disisipi deklarasi calon presiden. Mengapa tidak sekalian deklarasi partai politik?

Presiden KSPI Said Iqbal dan pengurus lainnya, tentu sudah sangat hafal sejarah lahirnya Hari Buruh atau May Day dan semangat yang melatarbelakanginya. Meski identik dengan perlawanan terhadap penguasa dan pemilik modal, gerakan buruh bukan gerakan politik kekuasaan (praksis). Demikian juga sejarah perayaan Hari Buruh di Indonesia sejak 1999 - karena sebelumnya dilarang oleh rezim Soeharto.

Benar gerakan kaum buruh pernah berhasil menumbangkan penguasa dan mendudukkan wakil buruh di tampuk kekuasaan. Keberhasilan revolusi di sejumlah negara juga tidak lepas dari gerakan kaum buruh. Tetapi, umumnya gerakan buruh yang masuk ke politik kekuasaan berada di bawah kaki partai politik, setidaknya terafiliasi ke sana. Bukankah Bolshevik yang menjadi lokomotif revolusi terbentuknya negara Sovyet (dewan buruh) merupakan faksi di tubuh Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia?

Maka sulit dipahami ketikaSaid Iqbal berencana mendeklarasikan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres. Iqbal beralasan Prabowo bisa memenuhi tuntutan buruh seperti pengupahan yang layak, penghapusan outsourcing dan memulangkan tenaga kerja asing asal China.

Namun itu baru sebatas keyakinan Iqbal. Prabowo Subianto belum memiliki "catatan emas" terkait perjuangan kaum buruh. Dukungan yang diberikan selama ini masih bersifat parsial dan (kebetulan?) berdekatan dengan kontestasi elektoral sehingga sulit membedakan apakah langkahnya murni sebagai perwujudan dukungan terhadap perjuangan buruh, atau ada maksud lain di baliknya. 

Mestinya gerakan buruh tetap nonpartisan dan tetap pada pakem untuk meningkatkan kesejahteraan buruh, bukan alat bagi kelompok yang memiliki tujuan merebut kekuasaan. Boleh saja organisasi buruh menuding pemerintah tidak pro buruh. Namun hal itu tidak bisa dijadikan pintu masuk ke ranah politik praksis. Jika buruh yang tergabung dalam KSPI ingin mendeklarasikan Prabowo, atau siapapun juga termasuk Jokowi, sebaiknya terlebih dulu menjadi partai politik atau menjadi organisasi sayap (onderbouw) partai politik yang ada. Jangan memanipulasi buruh untuk kendaraan politik kekuasaan.

Ada beberapa alasan mengapa buruh harus menolak ajang May Day dijadikan arena deklarasi capres. Pertama, kegiatan tersebut wujud politik praksis yang berorientasi pada kekuasaan semata, bukan kepentingan buruh. Deklarasi dukungan kepada capres berpotensi menjadi noda hitam yang mengotori catatan suci gerakan kaum buruh. Kedua, karena telah memasuki wilayah politik praksis, maka tentu akan menimbulkan pro-kontra baik di internal maupu eksternal. Sehebat-hebatnya Iqbal mengagitasi buruh untuk "membenci" pemerintahan saat ini, tetap masih ada yang pro Jokowi. Bukan mustahil setelah deklarasi dukungan untuk Prabowo, akan muncul deklarasi buruh untuk Jokowi atau kandidat lain.

Ketiga, kesejahteraan buruh di beberapa sektor seperti industri perikanan dan perkebunan masih jauh dari sejahtera. Upah minim dan keengganan perusahaan menyediakan pemenuhan terhadap hak-hak dasar buruh lebih urgen untuk diperjuangkan daripada menjadi partisan kelompok tertentu.

Kita berharap Said Iqbal dan teman-temannya mau menahan diri untuk tidak menjerumuskan kaum buruh dalam gerakan politik kekuasaan. Ingat, kita memiliki sejarah kelam yang berkaitan dengan gerakan buruh. Salah satu alasan mengapa Orde Baru (baca: Soeharto) alergi terhadap serikat buruh karena kaum pekerja ini pernah dijadikan tameng perjuangan oleh Partai Komunis Indonesia. Saat itu ribuan buruh yang tidak tahu politik, terutama buruh-buruh di perkebunan dan pabrik gula, menjadi korban. Bukankah kita tidak ingin hal itu terulang? Oleh karenanya, jangan mengulang cara-cara PKI.

Salam @yb

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun