Isu impor 5.000 senjata api ilegal  yang dilontarkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membuka tabir adanya kekuatan penekan yang membatasi ruang geraknya. Meski belum mau menyerah, Gatot paham, kans untuk mendampingi Jokowi di Pilpres 2019 kian menepis. Isu impor senpi ilegal bisa saja menjadi kartu truf untuk keluar dari jepitan 4 jenderal.
Presiden Joko Widodo tidak puas dengan penjelasan Jenderal Gatot yang disampaikan di Lanud Halim Perdanakusuma. Presiden menganggap isu impor senpi ilegal sangat serius sehingga memanggil Gatot secara khusus di Istana Negara. Â Usai melapor, Jenderal Gatot sempat bertemu dengan Menko Polhukam Jenderal (Purn) Wiranto di halaman Istana dan terlibat pembicaraan serius. Gatot juga meralat jika informasi mengenai senpi ilegal bukan berasal dari intelijen.
Rangkaian peristiwa belakangan ini, tidak terlepas dari intrik yang terjadi di sekitar pembantu Presiden. Jika diperhatikan, intrik itu sebenarnya sudah mencuat sejak setahun lalu. Jenderal Gatot yang dianggap memiliki "tugas khusus" dari Presiden, mendapat tekanan dari 4 jenderal yakni Menko Kemaritiman Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Pertahanan Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala BIN Pol Jenderal Budi Gunawan. Meski tidak berpihak namun Wiranto beberapa kali tampil menjadi penyelamat Gatot.
Berikut beberapa peristiwa yang sempat mencuat dan menjadi landasan pembenar adanya intrik tersebut.
Panglima Gatot pernah mengkritik keras pembelian helikopter AgustaWestian 101 (AW 101) oleh TNI Angkatan Udara. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR yang juga dihadiri Menhan Ryamizard, dengan tegas Gatot mengatakan tidak tahu-menahu pembelian pesawat tersebut dan mengkritik secara terbuka anggaran untuk pembelian alutsista yang dipegang oleh Kementerian Pertahanan. Pembelian helikopter AW 101 pun akhirnya memakan korban. Bukan saja menjerat 3 perwira TNI AU sebagai pesakitan KPK, namun juga mencoreng citra KASAU Marsekal TNI Agus Supriatna yang kemudian digantikan oleh Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
Gatot kembali terlibat polemik dengan Menhan ketika memerintahkan pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI di tangsi-tangsi militer. Meski sepakat menjadikan film tersebut sebagai bagian dari sejarah bangsa, namun Ryamizard tidak setuju jika ada yang memaksa orang lain untuk menontonnya. Di luar dugaan, Gatot membalas kritik Menhan dengan sangat keras. Menurut Gatot, Menhan tidak berhak mengatur dirinya. Menhan tidak mempunyai kewenangan terhadap saya. Kendali saya hanya dari Presiden, serang Gatot.
Perselisihan antara Gatot dengan Tito Karnavian lebih sensitif lagi karena berhubungan dengan isu-isu yang mengarahkan langsung ke Istana. Pertama terkait rencana demo Aksi Bela Islam bertajuk 212. Awalnya Tito keukeuh melarang karena akan disertai dengan aksi sholat Jumat di sepanjang Jalan Sudirman, Thamrin hingga depan istana. Sebaliknya, Gatot secara tersirat mendukung sebagaimana pernyataannya saat ditanya Najwa Shihab dalam talkshow Mata Najwa di Metro TV. Panglima dengan setengah berkelakar mengatakan mereka yang turun ke jalan adalah umat Islam, warga bangsa, yang tidak mendapat kesempatan tampil di Mata Najwa.Â
Demo itu akhirnya terlaksana dengan baik. Massa yang merasa mendapat jaminan keamanan dari TNI berdatangan dari berbagai daerah. Bahkan kemudian Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, termasuk Tito dan Gatot ikut sholat Jumat di areal Monas dengan khatib Habib Rizieq Syihab.
Gatot dan Tito juga berbeda penpadat soal isu adanya gerakan makar yang membonceng aksi Bela islam. Gatot sempat mengatakan isu tersebut hoaks. Namun Tito tetap pada keyakinannya. Untuk membuktikan dugaannya, Kepolisian sempat menangkap sejumlah tokoh pergerakan seperti Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet, Kivlan Zen dan Rahmawati Soekarnoputri. Meski sebagian ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Ahmad Dhani, namun hingga kini proses hukumnya tidak jelas. Bahkan beberapa pentolan gerakan umat Islam seperti Sekjen Forum Umat islam Al Khaththath yang diciduk belakangan dengan tuduhan makar juga telah dibebaskan.
Bagaimana dengan Luhut dan Budi Gunawan? Keduanya memang tidak terlibat gesekan langsung dengan Gatot. Tetapi sulit menyangkal keduanya selalu memback up Tito saat dalam kasus-kasus di atas. Kedekatan Luhut dengan Ahok- yang menjadi pemicu gerakan Bela Islam, menjadi alas utama penilaian publik.
Masih banyak friksi seputar Gatot dengan 4 jenderal tersebut. Selama ini Presiden Jokowi terkesan membiarkan hal itu karena dianggap masih pada taraf wajar. Apalagi Presiden memang terbiasa membiarkan para pembantunya "bertikai" di ranah publik. Namun tidak demikian halnya dengan isu pembelian senpi ilegal dari luar negeri. Sebab meski sudah ada klarifikasi dari Wiranto, Panglima tetap pada pendiriannya jika info yang disampaikan kepada puluhan purnawariran jenderal di Mabes TNi di Cilangkap benar dan pihak yang dimaksud sangat mungkin bukan BIN. Atas alasan ini juga Jokowi sampai harus memanggil Gatot secara khusus. Apalagi desakan untuk mencopot Gatot mulai santer terdengar dari kalangan luar, termasuk kader-kader PDIP. Jokowi tidak ingin isu senpi ilegal dijadikan alat penekan baik oleh lawan maupun kawan politiknya.
Pertanyaan menariknya, mengapa Gatot begitu frontal Tito- bahkan  sempat mengancam akan menyerbu kepolisian jika memiliki senjata standar militer (bisa menembak tank) dan juga seniornya yang ada di sekitar Jokowi? Benarkah Gatot tengah berpolitik?
Nantikan tulisan berikutnya...
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H