Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab merasa dirinya dikriminalisasi sehingga menolak datang ke Mabes Polri untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus chat mesum dengan Firza Husain. Rizieq memilih kabur ke luar negeri untuk mencari perlindungan hukum. Mengapa Rizieq tidak memikirkan 2 hal penting ini?
Kegarangan Rizieq Shihab di mimbar demo kini seakan luruh dengan sikapnya yang tidak gentle dalam menghadapi kasus hukum dalam chat mesum yang diduga melibatkan dirinya. Berbeda dengan kasus dugaan penodaan terhadap Pancasila yang dilaporkan Sukmawati Soekarnoputri di mana Rizieq berani menghadapinya dan tidak kabur setelah ditetapkan menjadi tersangka, dalam kasuis chat mesum Rizieq justru terlihat panik. Padahal statusnya masih sebagai saksi meski Firza Husein sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Rizieq Shihab boleh saja beralasan, kasus tersebut bentuk kriminalisasi terhadap dirinya. Namanya kriminalisasi, maka seribu argumen bela diri pasti akan mentah karena pihak yang mengkriminalkan tentu sudah menyiapkan segala kemungkinannya. Semakin keras dirinya menghadirkan “bukti” ketidakterlibatannya, akan semakin “lebar” pihak pengkriminal- terlebih jika itu dilakukan oleh penguasa, mengumbar titik lemahnya. Bukankah Rizieq Shihab bukan nabi sehingga sekecil apapun pasti pernah berbuat khilaf?
Boleh saja Rizieq berpikir Firza Husein sudah “kotor” pasca penangkapannya dalam kasus dugaan makar. Ingat kasus ini bermula setelah penangkapan Firza dan foto-foto serta chat mesum konon- sekali lagi konon, berasal dari handphone Firza yang disita polisi. Mungkin Firza melakukan “tukar kepala” – istilah oknum polisi untuk menekan pihak yang ditangkap untuk mengungkap pihak yang lebih besar atau justru ada keterlibatan “orang dalam” karena sampai hari ini publik belum tahu siapa pemilik blog baladacintarizieq, yang diduga pihak pertama pengunggah foto, chat dan juga vidoe terkait Firza Husein dan Rizieq Shihab.
Boleh saja Rizieq Shihab kesal karena dirinya dipaksa berdebat di ranah privat yang akan mempermalu keluarga besarnya- apapun hasilnya, bukan perdebatan terkait gagasan kebangsaan, atau isu-isu besar nasional.
Silahkan ajukan seribu argumentasi. Tetapi apa pun alasannya, lari dari proses hukum bukan sikap seorang pemimpin. Mestinya Rizieq Shihab mempertimbangkan 2 hal ini.
Pertama, sikapnya untuk menghindari “kriminalisasi” hanya mungkin dipahami oleh para pengikutnya, dalam lingkungan sangat terbatas. Tetapi tidak demikian halnya dengan masyarakat umum, termasuk umat Islam. Alasan untuk menghindari “kerusuhan” jika sampai Rizieq dijebloskan ke penjara mengingat yang bersangkutan memiliki ribuan pengikut militan, sangat tidak logis bagi orang di luar kelompoknya karena menafikan aparat kepolisian dan juga TNI.
Sikap Rizieq yang menghindar dari proses hukum justru melemahkan perjuangan untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Bagaimana mungkin pihak yang ingin menegakkan kebenaran lari dari tanggung jawab? Rizieq seharusnya berada di barisan terdepan dalam hal kepatuhan terhadap hukum- sekalipun dimaknai sebagai upaya kriminalisasi, agar pengikutnya semakin loyal, solid dan besar. Belajar lagi pada tokoh-tokoh pergerakan, tokoh-tokoh pembaharu dan pejuang kemanusiaan yang dikriminalisasi namun tetap tegar hingga perjuangannya berbuah manis. Sebagian dari mereka menjadi martir, busuk di dalam penjara, tewas di tiang gantungan sebelum menikmati perjuangannya. Mereka tidak mengeluh, mereka tidak lari, mereka tidak minta perlindungan siapapun karena yakin akan kebenaran perjuangannya.
Kedua, mengadu kepada lembaga HAM PBB atau lembaga HAM lainnya, menjadi titik balik perjuangan Rizieq Shihab karena Indonesia tengah dihujani kritik berbagai lembaga HAM dunia, termasuk Komnas HAM, pasca vonis 2 tahun penjara kepada Basuki Tjahaja Purnama. Salah satu tokoh yang menggiring Ahok ke penjara justru Rizieq Shihab sendiri. Bukankah langkahnya ke PBB akan menjadi blunder karena mengakui eksistensi pihak yang selalu diserang dan kini menyerang dirinya?
Apakah Rizieq Shihab sudah tidak percaya pada dirinya, pada kekuatan anggotanya, sehingga menjadi panik? Semoga tidak demikian. Tetapi tidak salah juga bagi mereka yang akhirnya berpikir begitu. Sikap menghindar dari hukum pada akhirnya juga akan melemahkan perjuangan yang selama ini sudah digaungkan.
Sebelum semua perjuangannya menjadi sia-sia, pulang dan hadapi proses hukum “segarang” orasi-orasinya di atas mimbar. Hanya itu satu-satunya pilihan bagi Rizieq Shihab. Haram memilih cara lain, sekalipun benar ada unsur kriminalisasi terhadap dirinya.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H