Apa dampak utama kebijakan Menteri Susi?
Pertama, kapal-kapal penangkap ikan ilegal tidak lagi leluasa melakukan pencurian di kawasan Indonesia. Stok ikan di perairan Indonesia pun melimpah. Dari kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan di 11 wilayah, pengelolaan perikanan Indonesia meningkat dari 6,5 juta ton pada 2011 menjadi 9,9 juta ton pada tahun 2016 lalu.
Kedua, karena stok ikan di laut melimpah, nelayan dipersilakan menentukan zonasi penangkapan ikan di berbagai wilayah Indonesia. Mereka dibebaskan memilih lokasi penangkapan. Padahal sejak era reformasi, sering terjadi bentrok antar nelayan karena minimnya hasil tangkapan sehingga mereka membuat zonasi sesuai asal. Misalnya nelayan dari Cilacap hanya boleh mencari ikan di wilayah perairan Cilacap. Jika menyeberang ke wilayah lain, semisal Pangnadran, mereka akan berhadapan dengan nelayan setempat.
Ketiga, pasar ikan di kawasan Asia Tenggara, juga Jepang dan Dubai terguncang karena sepi pasokan. Akibatnya harga ikan di pasaran dunia melonjak dratis. Tidak heran jika ekspor ikan kalengan, terutama tuna, naik hingga 30 persen.
Keempat, banyak industri perikanan yang dibangun sebagai bagian dari illegal fishing. Industri semacam ini langsung tutup akibat kebijakan Menteri Susi. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3325211/herannya-susi-ada-yang-bilang-banyak-industri-perikanan-mati
Kelima, terjadi peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor sumber daya perikanan. Jika pada 2015 PNBP KKP tercatat hanya Rp77,47 miliar, tahun 2016 jumlahnya meningkat dratis menjadi Rp357,88 miliar.
Bukan hanya itu. Kebijakan Menteri Susi juga berhasil menyelamatkan sumber daya ikan Indonesia senilai Rp. 306,8 miliar dalam hal penanganan pelanggaran dan penegakkan hukum. Angka tersebut meningkat dari 2015 yang hanya Rp37,2 miliar. Sumber daya ikan tersebut terdiri dari benih lobster, kepiting/lobster/rajungan bertelur, kepiting dan lobster berukuran di bawah 200 gram, mutiara, koral serta produk hasil perikanan seperti kuda laut, penyu, dan sirip hiu.
Keenam, selama periode April 2014-2017 nilai tukar nelayan sebagai salah satu indikator kesejahteraan nelayan mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2014 nilai tukar nelayan hanya 103, maka April tahun 2017, nilai tukar nelayan naik menjadi 109. Sementara pada tahun 2015 dan 2016 masing-masing 105 dan 107. Artinya dalam satu tahun ini nilai tukar nelayan tumbuh 2,31%.
Akibat kebijakannya, Susi pernah “berseteru” dengan sejumlah pengusaha perikanan seperti Tommy Winata dan Yorrys Raweyai. Susi juga pernah dilaporkan ke Bareskrim Polri karena oleh pemilik kapal MV Hai Fa berbobot 4.306 GT yang ditangkap karena diduga mengangkut ikan ilegal yang didapat dari laut Indonesia.
Pada saat bersamaan, sekelompok nelayan mulai melakukan demonstrasi menolak kebijakan Susi. Nelayan berdalih pendapatan mereka turun dratis dan kerap dikriminalisasikan oleh Polairud karena dianggap melanggar Permen No. 2/2015. Awalnya gerakan ini hanya terbatas di utara Jawa. Tetapi saat ini berkembang menjaid gerakan masif setelah Gerbang Tani, kino PKB, berada di sisi nelayan. Gerakan politik untuk “menghancurkan” kebijakan Susi mulai terdengar di Senayan. Meski disebut ingin memfasilitasi dialog antara Susi dengan nelayan, dari pernyataannya tersirat Komnas HAM pun turut mendesak Susi untuk meninjau kembali kebijakannya. Padahal Susi mengaku sudah berkali-kali melakukan dialog dengan nelayan terkait Permen No. 2/2015.
Kini pertarungan semakin terbuka. Susi keukeuh akan memberlakukan larangan cantrang di seluruh perairan Indonesia mulai 2018.Di satu sisi, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar tegas mengultimatum cabut larangan cantrang atau hak angket.