Pertama, Prabowo membawa PKS pada situasi yang “tidak ada pilihan”. Prabowo berhasil menciptakan situasi di mana hanya Gerindra yang mau membawa kader PKS dalam Pilgub DKI. Angin surga yang ditebar Prabowo melenakan petinggi PKS. Terlebih hal itu sesuai dengan semangat PKS. Sebagai partai kader, PKS selalu berusaha mengusung kadernya pada setiap gelaran pilkada.
Kemunculan Agus Harimurti Yudhoyono menguatkan posisi tawar Gerindra terhadap PKS. Setelah PAN, PKB, dan PPP lebih intens merapat ke Cikeas, praktis PKS tidak punya teman koalisi selain Gerindra. Bagi Gerindra sendiri, mengusung paslon Sandiaga-Mardani bukan pilihan buruk. Tetapi Prabowo sadar, elektabilitas Sandiaga-Mardani jauh di bawah Ahok. Prabowo tetap berharap ada dukungan kekuatan lain untuk mendongkrak elektabilitas pasangan ini.
Harapan itu datang dari Istana. JK menyampaikan pesan Jokowi untuk mengusung Anies. Prabowo pun langsung menyambut dengan antusias. Dengan mengusung jagoan Istana, musuh otomatis berkurang. Prabowo tidak perlu menghitung kekuatan Cikeas karena pasti akan “diberesi” Istana. Seluruh kekuatan bisa digunakan untuk menghadang laju elektabilitas Ahok-Djarot. PKS yang tidak punya pilihan, terpaksa mengikuti kemauan Prabowo dengan catatan Anies menjadi representasi aspirasi PKS agar kader-kader di bawah mau bekerja. Prabowo langsung mengiyakan sehingga dalam berbagai kesempatan Anies tampil menjadi wakil PKS dalam koalisi tersebut.
Kedua, Prabowo “memaksa” Sandiaga untuk membiayai seluruh kegiatan selama proses pilgub. Dengan demikian Anies berada dalam posisi kurang “pede” karena hanya bermodalkan dukungan Jokowi non finansial. Kelak, ketika Prabowo mengundang Anies untuk berbagai masa jabatan dengan Sandiaga dengan kompensasi menjadi pendampingnya pada gelaran Pilpres 2019, tentu Anies sulit menolak. PKS pun akan memberi tekanan karena berkepantingan untuk menaikkan kadernya mendampingi Sandiaga sebagaimana skenario awal.
Prabowo sengaja belum mengutarakan skenario sebenarnya kepada Anies karena masih menunggu momentum, terutama Pilgub serentak 2018. Kemenangan koalisi PKS-Gerindra di Jawa Barat akan menjadi titik pijak Prabowo untuk mewujudkan skenarionya.
Ketiga, dengan menerima tawaran Istana melalui JK, kini Prabowo memiliki kartu trufuntuk menggembosi kekuatan Jokowi. Pengakuan Zulkifli Hasan adalah peluru pertama yang dipakai Prabowo untuk mulai merenggangkan hubungan Jokowi dengan partai-partai pendukungnya, terutama PDIP. Diyakini, masih akan ada peluru-peluru lain yang berpotensi melemahkan posisi Jokowi.
Jika hal itu terjadi, bukan tidak mungkin pendukung Ahok yang bukan pendukung Jokowi akan berbalik menjadi pendukung Prabowo, sementara pendukung Jokowi yang tidak menjadi pendukung Ahok dalam kontestasi Pilgub DKI 2017, bergegas menguatkan ikatan untuk menghadang laju Prabowo.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H