Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Aroma Cendana di Pilkada Jakarta

17 Maret 2017   17:30 Diperbarui: 18 Maret 2017   18:01 2977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak sulit untuk memetakannya. Kelompok Jawa dan Sunda yang a-politik, masih menjadi penyokong utama dinasti Cendana. Kemenangan Mbak Titiek pada Pemilu 2014 lalu dari “dapil nereka” Yogyakarta, membuktikan masih kuatnya pengaruh Cendana di kalangan masyarakat Jawa. Jangan lupa, etnis Jawa masih menjadi mayoritas di DKI Jakarta. Suara Mbak Titiek masih akan didengar. Demikian juga dengan Mas Tommy. Ketika figur Cikeas memilih menepi, tampilnya pentolan Cendana menjadi alternatif bagi masyarakat Jawa yang tidak ingin larut dalam gonthok-gonthokan politik. Mereka percaya, kehadiran Cendana akan mampu menghadirkan politik adem-ayem.

Di sinilah peran strategis Cendana yang tengah dimainkan Mbak Titiek dan Tommy Soeharto. Tim Ahok sadar betul, jika tidak “dipotong”, langkah Titiek dan Tommy bukan hanya membawa suara Jawa, tetapi juga berpotensi memecah suara kader Partai Golkar. Terlebih karena sebelumnya memang sudah ada perpecahan saat penetapan dukungan terhadap Ahok-Djarot. Meski dianggap “kartu mati” namun nama Probosutedjo masih layak diangkat untuk “memotong” dukungan Cendana ke kubu Anies-Djarot.

Jika Anies – Ahok memiliki kepentingan suara yang mungkin bisa dibawa Cendana, keuntungan apa yang didapat Cendana ketika masuk ke Pilkada DKI? Pertama, hanya sebatas test the watersebelum melangkah lebih jauh. Hal ini sejalan dengan dicuatkannya isu Tommy Soeharto akan nyapres di Pilpres 2019. Cendana (baca: Tommy Soeharto) menggunakan momentum Pilkada Jakarta untuk melihat respon dan dukungan masyarakat.  

Kedua, mengirim pesan kepada Presiden Jokowi bahwa Cendana masih menjadi (salah satu) kekuatan politik yang patut diperhitungkan. Sebab selama ini pusaran politik hanya berkelindan antara Cikeas (kediaman SBY), Hambalang (kediaman ketum Gerindra Prabowo Subianto) dan Teuku Umar 27 (kediaman ketum PDIP Megawati Soekarnoputri). Presiden Jokowi sepertinya menafikan Cendana sebagai entitas politik kekinian. Cendana bukanlah masa lalu, tetapi hadir nyata yang dibuktikan dengan kehadirannya dalam blantika politik terkini.  

Ketiga, persiapan untuk mengambil-alih nahloda Partai Golkar. Kasus e-KTP yang menyeret nama Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto tak pelak membuka ruang untuk kembali dilakukan Munaslub. Meski saat ini sejum lah petinggi Golkar mengabaikan, tetapi situasinya akan berubah jika Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Apa pun itu, keberanian Mbak Titiek “membelot” dari arah politik Golkar di Pilkada DKI, layak dicermati. Bukan mustahil, ada kekuatan besar di tubuh Partai Golkar yang telah menggaransi langkah politiknya.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun