Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Menakar Dampak 'Ahok-gate'

13 Februari 2017   18:58 Diperbarui: 14 Februari 2017   12:57 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Kompas.com

Medan tempur yang dipicu dari Balai Kota Jakarta kembali berpindah ke serambi Istana Negara. Empat fraksi besar di DPR sudah menggulirkan Hak Angket terkait keputusan pemerintah tidak menonaktifkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama yang telah menjadi terdakwa kasus dugaan penistaan agama. Tidur Presiden Joko Widodo dipastikan kembali terusik. 

Hari ini  90 orang anggota DPR dari 4 Fraksi telah menandatangani usulan pembentukan panitian khusus (Pansus) Hak Angket bertajuk “Ahok-gate” dan sudah diserahkan ke pimpinan DPR. Selain anggota Fraksi Gerindra, PKS dan Demokrat, sejumlah anggota Fraksi PAN yang notabene partai pendukung pemerintah, juga ikut menandatangi Hak Angket.

Dasar utama digulirkannya Hak Angket-  hak untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, adalah keputusan pemerintah (cq. Mendagri) yang tidak menonaktifkan Ahok usai menjalani cuti kampanye. 

Terhitung sejak 11 Februari 2017 Ahok telah kembali aktif menjadi Gubernur DKI meski yang bersangkutan menyandang status terdakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP. Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara itu, Pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.

Perdebatan apakah Ahok harus dinonaktifkan karena memenuhi ketentuan pasal 83 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ataukah tidak karena ada dakwaan alternatif dengan ancaman hukuman di bawah 5 tahun sehingga harus menunggu tuntutan Jaksa, tidak akan selesai karena masing-masing pakar hukum memiliki alasan yang sama kuat. Tulisan ini tidak akan memasuki ranah itu, tetapi lebih pada peta kekuatan di DPR dan dampaknya kepada Presiden Jokowi andai Pansus Ahok-gate benar-benar terbentuk. Syarat pembentukan sebuah Pansus di DPR sendiri minimal ditandatangan 25 anggota dari minimal dua Fraksi.

Hak Angket telah disuarakan oleh tiga fraksi besar di DPR. Kekuatan mereka cukup signifikan yakni 223 kursi  yang terdiri dari Gerindra 73 kursi, PKS  40 kursi dan Demokrat  61 kursi, serta 49 kursi PAN.  Dengan kekuatan itu, maka syarat minimal pembentukan pansus dengan mudah dipenuhi. Suara mereka pun diyakini bulat karena, kecuali PAN, merupakan partai oposisi pemerintah.  

Di seberang mereka, ada kekuatan PDI Perjuangan yang siap menghadang. Partai pengusung Jokowi-JK ini dipastikan akan mendapat sokongan Partai Nasdem dan Partai Hanura sehingga total memiliki kekuatan sebesar 160 kursi yang terdiri atas 109 kursi PDIP,  35 Nasdem dan 16 Hanura.

Bagaimana dengan partai-partai lain? Suara Partai Golkar dipastikan pecah meski mayoritas akan berada di belakang PDIP. Kelompok muda Golkar yang di Senayan tidak akan membeo para perintah Ketua Umum Setya Novanto yang juga Ketua DPR, karena sejak awal mereka sudah berbeda sikap mengenai dukungan Golkar kepada Ahok dalam Pilkada DKI.

Partai pengusung angket kemungkinan juga akan mendapat tambahan suara dari anggota Fraksi PPP dan PKB, meski dengan mengatasnamakan pribadi. Dengan demikian kekuatan kelompok pro Hak Angket  bisa mendekati 50 persen plus 1 dari total suara di DPR sebanyak 560 kursi.

Bergabungnya Fraksi Demokrat ke dalam barisan pengusung Hak Angket tidak mengejutkan karena mereka pernah mengusulkan Hak Angket terkait dugaan penyadapan telepon Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Meski berbeda konteks, tetapi tujuan kedua angket memiliki benang merah karena menyasar kepada orang yang sama yakni Ahok dan Presiden Jokowi. 

Demokrat (baca:  SBY) bisa menggunakan panggung Angket Ahok-gate untuk menanyakan berbagai persoalan yang terjadi belakangan ini, termasuk dugaan penyadapan telepon SBY. Melihat strategisnya Pansus Ahok-gate, Demokrat dipastikan akan all out. Mereka pun siap jika harus dilakukan voting dalam rapat paripurna untuk mendapat persetujuan pembentukan Pansus Angket.

Apakah Ahok-gate bisa menjatuhkan Presiden Jokowi? Sangat mungkin hal itu terjadi bila hasil Pansus Ahok-gate menemukan bukti Presiden telah melanggar UU.  Mekanismenya pun tidak terlalu berbelit. Tetapi masih terlalu dini untuk membahas kemungkinan tersebut.

Saat ini justru menarik untuk mencermati manuver sejumlah partai yang tengah membutuhkan legitimasi dan kue kekuasaan seperti PPP. Mereka akan menggunakan momentum ini untuk mendapat pengakuan dan syukur-syukur secuil jabatan bagi kadernya.

Apa pun akhir dari guliran Hak Angket, Presiden Jokowi harus kembali  menyisihkan waktunya untuk menghadapi persoalan politik yang sebenarnya bisa dihindari.  Dengan semakin dekatnya Pemilu dan Pilpres 2019, otomatis semua partai akan mencari panggung untuk meraih dukungan rakyat sehingga momen-momen politik seperti pilkada dan gerakan politik di Senayan akan lebih intens dan riuh.  

salam @yb   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun