Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Badai Politik di Tengah Lebaran Kuda

2 November 2016   17:56 Diperbarui: 2 November 2016   18:07 2924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar “melodrama”. Bisa jadi nanti ada skuelnya jika Presiden Joko Widodo yang diposisikan sebagai tokoh antagonis dalam melodrama tersebut (kembali) melakukan serang balik. Banyak rahasia negara yang akan terbeber karena keduanya melibatkan intelijen dalam pertarungan yang diawali aksi SBY merusak skenario Jokowi pada gelaran pilkada Jakarta.

Meski Kepala Badan Intelejen Negara  saat ini, Jenderal Polisi Budi Gunawan berada di pihak Jokowi, namun SBY “memiliki” sederet mantan kepala BIN yang tentu memiliki segudang rahasia tokoh-tokoh kunci yang pernah dan tengah berkuasa. Mayor Jenderal TNI (Purn) Syamsir Siregar, Jenderal Pol (Purn) Sutanto, Letnan Jenderal TNI (Purn) Marciano Norman adalah mantan kepala BIN di masa pemerintahan SBY.  Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono yang menjabat di era Megawati dan Letnan Jenderal TNI (Purn) Sutiyono yang sempat memegang tongkat komando BIN sebelum digantikan Budi Gunawan, bisa saja membantu Jokowi, namun tidak akan efektif karena Hendropriyono sudah lama pensiun sementara Sutiyoso hanya menjabat beberapa bulan.

Membuka scene dengan frasa badai politik yang menerpa menyusul keputusannya mendorong Agus Harimurti Yudhoyono menggunakan hak konstitusional maju dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, SBY pun menyerang Jokowi dari berbagai sisi dari mulai pendidikannya hingga lebaran kuda yang digelar di kediaman Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

SBY tersinggung ketika dirinya dikaitkan demo-demo yang terjadi belakangan ini. Selama 10 tahun menjadi presiden, SBY mengaku sudah menangani berbagai macam demo tanpa pernah menuduh orang-orang besar terlibat atau mendanai aksi tersebut. Sebab menurut SBY, penanganan demo itu urusan mudah. Maraknya aksi demo saat ini terjadi karena pemerintah tidak merespon tuntutan rakyat. Jika  tuntutan rakyat sama sekali tidak didengar, sampai lebaran kuda- mengacu pertemuan Jokowi dengan Prabowo yang diselingi aksi naik kuda, tetap akan ada unjuk rasa. Untuk itu SBY mengajak Jokowi yang “hanya” lulusan Fakultas Kehutanan UGM, untuk kembali kulaih soal manajemen dan metode pemecahan masalah. “Metode pemecahan persoalan, itu kuliah semester satu manajemen kepemimpinan,” sindir SBY.

SBY juga memperingatkan Jokowi agar tidak mengorbankan orang lain untuk mencapai tujuan politik. SBY merasa Agus Yudhoyono telah diposisikan sebagai ancaman sehingga dirinya diserang dengan berbagai isu negatif mulai dari hilangnya dokumen hasil kerja Tim Pencari Fakta Meninggalnya Munir, rumah pemberian negara hingga kekayaannya yang konon mencapai Rp 9 triliun.

Serangan terhadap dirinya, menurut SBY, akibat ketidakakuratan informasi yang diberikan intelijen di sekitar Jokowi. Untuk itu SBY meminta agar intelijen tidak asal menuduh ketika ada pertemuan politik di luar pemerintah.

“Jangan setiap pertemuan politik yang dilakukan di luar kekuasaan lantas dicurigai. Intelijen harus akurat jangan berkembang menjadi intelijen yang ngawur dan main tuduh,” cerca SBY dengan nada tinggi.

Kritik SBY terhadap kinerja intelijen tentu akan memancing Budi Gunawan masuk gelanggang. BG – demikian Kepala BIN itu kerap disapa, akan mengumbar catatan-catatan penting dan rahasia untuk menyerang balik. Di sinilah “perang” sesungguhnya akan tercipta karena SBY pun akan memanfaatkan data intelijennya.

Namun semua akan terpulang pada diri Presiden Jokowi. Jika terpancing, tentu tim di bawah bergerak lebih “liar”. Saling serang akan semakin masif dan menjadi konsumsi publik. Polarisasi kekuatan di tengah masyarakat dengan sendirinya tercipta sehingga bisa mengganggu program kerja pemerintah. Permohonan doa dan dukungan rakyat agar dirinya kuat menghadapi badai politik ini, adalah sinyal SBY tidak akan mundur dari perseteruan yang sudah terbabar ini. Akankah Jokowi meladeninya?

Dua hari sebelum 4 November saat demo besar-besaran digelar, menjadi sangat krusial. Rakyat yang akan menakar seberapa besar jiwa kenegarawan SBY dan Jokowi dalam menyikapi masalah ini.

Salam @yb  

Note: data dari berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun