Pernyataan Nusron Wahid terkait kasus pemukulan terhadap Andrew Budikusuma (23) di bus Transjakarta terbukti tendensius dan ngawur. Kasus pengeroyokan terhadap Andrew  sama sekali tidak ada kaitannya dengan proses pemilihan gubernur dan wakil gubernur, apalagi rasial. Aksi itu berlangsung spontan karena pelakunya terpengaruh tramadol- obat pereda rasa nyeri dan memiliki efek halusinasi ketika dikonsumsi secara berlebihan.
Menurut Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Budi Hermanto. tramadol bisa memberi berefekfly bagi penggunanya jika dikonsumsi secara berlebihan. Obat tersebut juga bisa membuat pandangan pemakainya berubah saat melihat orang lain, semisal terlihat lucu. Di siniÂ
Hal itu sinkron dengan dugaan Andrew di mana pelakunya terlihat seperti orang yang tengah mendapat masalah. “Saya merasa mereka habis dipecat, itu kan akhir bulan mungkin pergantian payroll, mungkin bosnya orang Chinese terus sakit hati, melampiaskan," Andrew menduga. Di siniÂ
Dari penjelasan kedua pihak, korban dan pelaku, dapat disimpulkan sementara aksi pengeroyokan itu murni spontan dan tidak ada kaitannya dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Hal ini jelas bertolak- belakang dengan pernyataan Nusron Wahid- ketua tim pemenangan Ahok, yang mengaitkan aksi pengeroyokan di busTransJakarta sebagai tanda masih adanya masalah Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA) di Jakarta. DisiniÂ
Sebagai politisi dan pejabat publik, Nusron Wahid mestinya berani untuk mengoreksi pernyataannya tentang keindonesiaan yang dimaksud karena tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Indonesia saat ini adalah Indonesia yang ramah bagi kelompok minoritas. Jangan terus-menerus menyalahkan mayoritas karena sekali terluka, ongkos sosialnya tidak akan terbayar oleh satu generasi.
Kasus ini juga menjadi catatan semua pihak untuk tidak terlalu mudah membuat statemen yang justru membangkitkan sesuatu yang sudah lama mati. Nusron harus ‘belajar’ lagi menjadi pemimpin agar ucapannya meneduhkan suasana yang panas, bukan malah memanaskan suasana yang sudah kondusif. Jangan sampai kelak Nusron mengomentari aksi tawuran sekelompok remaja beda etnis karena dipicu rebutan cewek, sebagai aksi rasial.
Jika tujuannya untuk memposisikan jagoannya sebagai pihak yang teraniaya, bukan seperti itu caranya. Masih banyak cara yang lebih elegan dan bermartabat. Mungkin sekarang Nusron menikmati pujian artifisial dengan ucapan dan aksinya yang mengebiri kebenaran. Tetapi politik tidak berlaku konstan. Ada saatnya bandul itu memantul dan tidak lagi berpihak padanya.
Salam @yb   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H