Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tolak Pembebasan Hambali, Malaysia Lecehkan Indonesia

23 Agustus 2016   09:10 Diperbarui: 23 Agustus 2016   13:05 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Era Presiden Joko Widodo membuat Malaysia “mati kutu” menghadapi Indonesia. TIdak terdengar lagi ada klaim kebudayaan, pencaplokan wilayah, dan pergeseran pathok (tapal batas) yang dilakukan Malaysia. Namun ketika Hambali mengajukan banding agar bisa bebas dari penjara Guantanamo Kuba, tiba-tiba Malaysia berani “melecehkan” Indonesia dengan menyerukan agar Amerika Serikat tidak membebaskannya. Ada apa denganmu, Malaysia?

Sikap Malaysia yang meminta Amerika menolak banding Hambali alias Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin tersebut disampaikan Wakil Menteri Dalam Negeri Datuk Nur Jazlan Mohamed. Alasannya, Hambali pernah tinggal di Malaysia selama beberapa tahun, terlibat dalam perekrutan anggota Jemaah Islamiyah (JI), dan mendirikan base camp di Ulu Tiram. Kebebasan Hambali dikuatirkan akan membangkitkan militansi para pendukungnya.

Sepintas permintaan Malaysia wajar-wajar saja sebagai langkah antisipasi terhadap gangguan keamanan di dalam negerinya. Meski Hambali warga negara Indonesia, namun jaringan dan juga teror yang dilakukan lintas negara, khususnya ASEAN. Selain mendanai pengeboman kawasan Legian Kuta Bali, 12 Oktober 2002 yang menewaskan 200 orang- mayoritas warga Australia, dan bom di Hotel JW Marriott Jakarta, 5 Agustus 2003, Hambali diduga juga turut mendalangi serangkain aksi pengeboman di Filiphina dan Thailand bagian selatan.

 Hambali kemudian ditangkap di Thailand tahun 2003 dengan tuduhan hendak meledakkan bom saat berlangsungnya sidang negara APEC di negara tersebut. Hambali sempat ditahan di penjara Ayutthaya. Amerika Serikat lantas meminta agar Hambali yang masuk ke Thailand menggunakan paspor palsu Spanyol diekstradisi ke Amerika meski saat itu sudah diketahui Hambali merupakan WNI. Amerika bersikukuh meminta Hambali diekstradisi ke negaranya karena dugaan keterlibatan dalam pengeboman WTC New York pada 11 September 2001 yang menewaskan ribuan orang.

Tahun 2006, proses ekstradisi itu pun terjadi. Di bawah pengawalan ketat, Hambali langsung diterbangkan dan dijebloskan ke penjara di Guantanamo tanpa diadili.  Hambali baru muncul kembali ke hadapan publik saat hadir dalam sidang perdana Periodic Review Board(PRB)di Washington. PRB merupakan badan antar lembaga di AS yang didirikan pemerintah Presiden Barack Obama di tengah upaya untuk menutup total penjara Guantanamo yang banyak mendapat protes baik dari warga Amerika sendiri maupun aktivis HAM dunia. PRB bertugas melakukan penilaian periodik terhadap para narapidana di penjara Guantanamo untuk memberikan kesempatan mereka memperdebatkan pembebasannya.

 Memanfaatkan isu sensitif terkait terorisme, Malaysia mencoba unjuk gigi dengan melecehkan yuridiksi Indonesia. Kuala Lumpur secara tersirat mengatakan Jakarta tidak akan mampu “menangani” Hambali jika dideportasi ke Indonesia.

Indonesia harus memprotes pernyataan pejabat Malaysia agar di masa mendatang tidak terjadi lagi hal-hal semacam itu. Sebab kekuatiran Malaysia sangat tidak beralasan. Pertama, sidang PRB memakan waktu bertahun-tahun dan hasilnya belum tentu Hambali akan dibebaskan. Sangat mungkin Hambali masih tetap akan di Guantanamo sampai akhir hayatnya karena belakangan Obama terlihat “ragu” untuk menutup penjara dengan tingkat pengawasan super maximum tersebut.

Kedua, Indonesia sudah membuktikan diri sebagai negara paling keras dalam menangani terorisme. Eksekusi mati terhadap Salman Hafidz, Imam Samudera, Imron bin Mohammed Zein, Amrozi, dan Ali Gufron alias Mukhlas adalah bukti nyata bagaimana Indonesia tidak pernah memberi tempat kepada pelaku teror. Indonesia juga mampu “mengurung” Abu Bakar Baasyir sehingga tidak memiliki ruang gerak. Jangan tanya “kegalakkan” Densus 88 Anti Teror. Mereka tidak segan-segan menembak mati terduga teroris  termasuk duo Malaysia yang membuat kekacauan di Indonesia yakni Noordin M. Top dan DR Azahari Husin.

Ketiga, Hambali bisa dihukum mati. Tidak bisa disangkal, keberadaan Hambali, meski tubuhnya di dalam sel, tapi semangatnya tetap mampu mempengarhui jaringannya. Pemberitaan soal Hambali ibarat energi yang dipompakan kepada para pengikutnya. Amerika jelas tidak berani mengeksekusi Hambali karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Bahkan beberapa terdakwa bom nine eleven sudah dibebaskan. Jika dideportasi ke Indonesia dan diadili dengan UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, bukan mustahil Hambali akan divonis mati.

Dengan fakta dan asumsi itu, tidak pantas Malaysia ‘mengatur’ nasib Hambali yang notabene WNI. Malaysia harus menghormati yuridiksi Indonesia dan turut aktif mendorong agar pemerintah Amerika Serikat mau ‘melepas’ Hambali untuk diadili di Indonesia. Bukankah kejahatan terbesar yang dilakukan Hambali berada dalam wilayah hukum Indonesia? Jika pun negara-negara jiran merasa turut menjadi korban, bisa saja Hambali diadili di bawah pengawasan Joint Security Commission ASEAN.

Ataukah pernyataan Malaysia itu hanya test the water kepada rakyat Indonesia, khususnya Presiden Joko Widodo? ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun