Pada postingan awal Tempo menulis kurang lebih : Kata “barter” merujuk pada kebijakan Ahok yang meminta pengerjaan 13 proyek ditukar dengan rencana penghapusan atau penurunan kontribusi tambahan pada proyek reklamasi.
Setelah diganti, bunyinya menjadi : Kata "barter" merujuk pemberian izin reklamasi dengan komitmen dan kewajiban pengembang mengerjakan proyek-proyek publik di Jakarta. Nilai proyek itu akan jadi pengurang nilai kontribusi tambahan sebesar 15 persen x nilai jual objek pajak x luas lahan yang bisa dijual pengembang yang kelak dibayar perusahaan reklamasi dalam bentuk pembangunan fisik jika aturannya disahkan.
Perubahan narasi, diedit kembali setelah tayang lebih dari 24 jam sementara narasi tersebut tengah menjadi polemik, tentu bukan sikap yang bijak. Jika merasa ada salah kutip, mestinya Tempo menerbitkan berita RALAT, bukan mengedit berita sebelumnya. Jika menggunakan ralat, pembaca masih bisa melihat konten sebelumnya lalu membandingkan dengan konten setelah ralat. Namun dengan diedit, pembaca yang hanya membaca berita yang sudah diedit menjadi kebingungan meski Tempo memberikan catatan kaki yang memberitahukan adanya perubahan konten tersebut.
Kredibilitas panjang Tempo diuji dalam kasus ini. Penulis tidak pernah meragukan kredibilitas wartawan Tempo. Kebetulan penulis kenal beberapa di antaranya. Integritas dan validitas sumber data yang dimiliki Tempo tidak perlu diragukan. Dengan profil seperti itu maka menjadi sesuatu yang luar biasa ketika Tempo melakukan hal yang menurut penulis cukup “memalukan”.
Bisakah Tempo menjelaskan hal itu kepada publik?
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H