Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Awas Makar, Jenderal!

20 Mei 2016   16:03 Diperbarui: 20 Mei 2016   21:28 2340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Atmosfir politik terus memanas usai gelaran Simposium 1965 bertajuk “Membedah Tragedi 1965 dari Aspek Kesejarahan” 18-19 April lalu di Hotel Aryadhuta Jakarta Pusat. Isu bangkitnya kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) terdengar semakin nyaring. Terlebih setelah Presiden Joko Widodo memerintahkan Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan membongkar kuburan massal terduga korban Geger 65 usai meletusnya peristiwa yang kemudian dikenal dengan nama Gerakan 30 September/PKI.

Dalam beberapa hari terakhir, secara misterius marak penampakan atribut bergambar palu arit di tengah masyarakat. Tentara pun bergerak dan mendapat 'izin' Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti, untuk ikut menangkap masyarakat yang kedapatan memakai, menjual, menyebarkan atribut PKI tersebut.

Siapa yang menyebarkan atribut itu? Apakah benar ada operasi rahasia dengan tujuan untuk membenarkan klaim bangkitnya paham komunis di Indonesia? Sebab secara nalar sehat, jika benar ada gerakan untuk membangkitkan kembali paham itu, mestinya saat ini mereka tiarap karena tengah mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Untuk apa muncul kalau hanya untuk ditangkap?

Andai pun menggunakan pendekatan teori terbalik, mereka sengaja muncul untuk test case sekaligus mencari simpati mumpung sedang panas, juga tidak tepat karena mengganggu agenda pemerintah untuk menuntaskan luka lama terkait Geger 65. Bukankah mereka yang selama ini menyerukan adanya kebangkitan komunis di Indonesia menuding PKI berada di balik gelaran Simposium 65 yang ditindaklanjuti dengan upaya pembongkaran kuburan terduga korban Geger 65?  Logikanya, jika sudah berhasil menekan pemerintah untuk membuka peristiwa 65, mengapa mereka yang dituduh pengikut komunis itu masih perlu memanaskan suasana dengan atribut-atribut yang justru akan semakin menyudutkan dirinya?

Pertanyaan berikutnya adalah, mengapa purnawirawan TNI dan ormas-ormas lainnya begitu ketakutan terhadap upaya pembongkaran makam yang diduga korban Geger 65? Jika mengacu pada statemen Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, pihaknya kuatir pembongkaran kuburan itu akan menimbulkan keributan di tengah masyarakat.

“Saya sebagai Menhan tentunya menginginkan negara ini tidak ada ribut-ribut, damai," tutur Ryamizard seperti dikutip di sini

Apa hubungannya pembongkaran kuburan massal yang diduga korban Geger 65 dengan ribu-ribut? Siapa yang meributkan? Bukankah yang meributkan justru para purnawirawan itu sendiri? Andai semua pihak dapat menahan diri, mengikuti arahan Presiden Joko Widodo, mungkinkah akan terjadi keributan?

Tidak salah jika kita menduga ada pihak-pihak yang memanfaatkan keinginan pemerintah untuk menuntaskan berbagai dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu. Tidak berlebihan jika kita mewaspadai tumbuhnya gerakan kiri yang tidak sesuai dengan Pancasila.  Tidak ada larangan untuk mencermati pihak-pihak yang berusaha menunggangi upaya rekonsiliasi yang digagas Presiden Jokowi untuk tujuan-tujuan politik seperti mendiskreditkan tentara dan ormas lainnya dalam Geger 65.

Namun semua pihak, terutama anggota kabinet, harus tetap dalam koridor dan semangat mengamankan amanat Presiden. Apa yang akan terjadi jika seorang Menhan berani menentang kebijakan Presiden secara terbuka dan mengakomodir pihak-pihak yang menghujat pemerintah? Bagaimana Menhan bisa tetap rileks ketika ada anggota masyarakat menghujat pejabat pemerintah dengan tuduhan memiliki riwayat yang tidak jelas?

Mari kita simak pernyataan Ketua DPP Purnawirawan Letnan Jenderal (Purn) Suryadi saat menghadiri acara Silaturahmi Purnawirawan TNI/Polri serta Organisasi Masyarakat Keagamaan dan Kepemudaan di Balai Kartini, Jakarta, Jumat, 13 Mei 2016, “Gubernur Lemhanas siapa sih dia? Dari mana asal usulnya? Siapa sih yang tahu Menteri Susi itu siapa? Ada yang tahu? Anaknya siapa? Bapaknya siapa?” kata Suryadi seperti dikuti di sini

Gubernur Lemhanas yang dimaksud Suryadi adalah Letnan Jenderal Purnawirawan Agus Widjojo yang kebetulan Ketua Pengarah Simposium Nasional Tragedi 1965. Sementara Menteri Susi adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Tudingan Suryadi jelas tendensius karena Agus Widojo adalah anak Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo yang gugur dalam Geger 65 dan dinyatakan sebagai korban PKI sehingga dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi.

Sedang Susi merupakan anak Haji Achmad Karlan dan Hajjah Suwuh Lasminah yang merupakan tokoh masyarakat Pangandaran, Jawa Barat. "Bapak-ibu saya membangun Masjid Agung Pangandaran dan membiayai sekolah-sekolah Muhammadiyah hingga dapat menggratiskan biaya pendidikan," ucap Susi.

Kini situasi semakin mengarah kepada upaya beberapa komponen bangsa untuk menggunakan kekuatan kelompoknya sebagai alat penekan baik kepada individu maupun organisasi yang dianggap kekiri-kirian. Kita juga melihat upaya kelompok-kelompok yang menggunakan dalih penegakan HAM, semakin masif menggelar kegiatan-kegiatan yang berkait dengan Geger 65. 

Festival Belok Kiri dan pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta,  adalah contoh kegiatan yang dianggap oleh mereka yang kontra sebagai bukti adanya kebangkitan gerakan komunis di Indonesia.  

Kita berharap semua pihak menahan diri agar persoalan tidak semakin runcing. Kita tidak ingin masyarakat terkotak-kotak dalam kubu imajinier ciptaan sekelompok orang yang tidak mau menerima kebenaran, yang ketakutan dosa-dosanya terungkap, yang lebih senang hidup dibalut kecurigaan. Kita menolak pengkondisian situasi yang menjurus pada terjadinya tindakan inkonstitusional yang dilakukan oleh anasir-anasir anti demokrasi.

Kita menolak keras gerakan untuk melegalkan tindakan makar, dengan alasan apapun!

   

Salam @yb  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun