Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tersangka Baru Kasus Reklamasi

30 April 2016   18:18 Diperbarui: 30 April 2016   22:22 1935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sinyal bakal ada tersangka baru dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta. Saat ini KPK telah membuka penyelidikan (lidik) baru dari hasil pengembangan kasus suap yang dilakukan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APLN) Ariesman Widjaja kepada Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M. Sanusi. Siapa yang akan menjadi tersangka baru?

Dalam proses hukum, pada tahap penyelidikan memang belum akan ada tersangkanya, sepanjang tidak ditingkatkan menjadi penyidikan (dik). Hanya saja, biasanya penyidik tidak akan membuka lidik baru manakala tidak ada bukti permulaan yang kuat namun terpisah dari kasus pertama. Dari pemahaman itu, maka kasus baru yang ditemukan penyidik dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta, sangat mungkin terkait dengan kebijakan atau pembahasan kebijakan. Bisa juga abuse of power yang mengarah pada tindak pidana korupsi karena seorang atau sekelompok orang menggunakan jabatannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi, menguntungkan pihak lain, atau kedua-duanya. Berkasnya akan di-split dari kasus pertama sehingga menjadi dua kasus berbeda.

Lalu siapa yang akan menjadi tersangka baru dalam lidik yang kini tengah dilakukan KPK? Jika melihat potensi kasus yang ada, maka sangat mungkin Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), pejabat di lingkungan Pemprov DKI, para anggota DPRD DKI, pengusaha yang memiliki kepentingan langsung  maupun tidak langsung dalam proses reklamasi serta orang-orang yang selama ini bertindak sebagai penghubung (calo) dalam kasus tersebut.

Sebelum masuk ke pembahasan siapa yang paling mungkin menjadi tersangka, sebagai pengingat penyuapan yang dilakukan Ariesman Widjaja kepada M. Sanusi terkait pembahasan  Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 serta Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Titik persoalannya adalah Ahok dan para pengusaha pemegang konsesi laut utara Jakarta menginginkan agar Raperda tersebut segera disahkan menjadi Perda. Sementara DPRD sejak awal tidak mau membahasnya karena tumpang-tindihnya aturan yang dijadikan dasar penerbitan izin reklamasi. Sehingga sebenarnya, polemik besaran kontibusi yang dibebankan kepada pengusaha reklamasi, antara angka 15 persen dan 5 persen, tidak terlalu substansial karena sejak awal DPRD memang tidak mau membahas Reperda tersebut. Dari fakta bahwa Ahok dan sebagian anggota DPRD berteman dengan para konglomerat pemegang konsesi laut utara, KPK akhirnya menemukan entry point untuk mengungkap persekongkolan jahat yang lebih besar. Indikasinya sangat jelas, jika kemudian DPRD mengesahkan Raperda tersebut menjadi Perda, maka angka kontribusinya di bawah 15 persen sehingga Ahok dapat nama, DPRD dapat duit, para konglomerat dapat laut.

Artinya, KPK membuka lidik baru terkait hal-hal tersebut, bukan lagi sebatas suap. Konspirasi jahat dengan menggunakan jabatan masing-masing untuk mengeruk keuntungan pribadi, memiliki potensi kerugian yang lebih besar dibanding uang yang sudah diserahkan kepada anggota DPRD. Aliran dana dari para pengusaha baik yang ke DPRD maupun pejabat Pemprov DKI dan juga elemen-elemen lainnya, diperkirakan sudah menyentuh angka di atas Rp 100 miliar. Data aliran dana dari pengusaha yang saat ini sudah dipegang penyidik KPK, adalah salah satu bukti untuk lidik baru tersebut.

Jadi, mari kita tunggu episode demi episode ini sambil berharap KPK tidak “masuk angin”. Kita juga berharap KPK dapat bekerja secara independen, tanpa direcoki urusan politik. Korupsi sekecil apapun adalah musuh kita bersama. Namun ingat, korupsi yang timbul akibat penyalahgunaan anggaran hanya merugikan satu kaum, sedangkan korupsi kebijakan bisa membunuh satu bangsa.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun