Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Simposium 1965: Membuka Kotak Pandora, Membunuh Ketakutan Bayangan Sendiri

18 April 2016   15:48 Diperbarui: 19 April 2016   09:57 1319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kasus Talangsari dibuka, takutnya akan menyinggung hati Sang Jenderal yang saat itu menjadi pimpinan militer di Lampung. Jika kasus Semanggi dibuka, takutnya akan kembali terjadi kerusuhan dengan target orang-orang Tionghoa. Jika tragedi Tanjung Priok dibuka, dikuatirkan ada pihak yang tersinggung. Begitu dan begitu seterusnya. Kita ketakutan pada bayangan sendiri.

Kita berharap Presiden Jokowi benar-benar tulus ingin membersihkan wajah kita sebagai bangsa besar yang beradab, dari kesalahan masa lalu. Mau mengakui adanya kesalahan sekaligus menutupnya dengan satu kata peneduh, rasanya sudah sangat berarti. 

Tentu kita tidak berharap Presiden Jokowi akan meminta maaf kepada korban G30S/PKI karena akan menimbulkan debat berkepanjangan. Energi kita akan tersedot untuk membahas hal-hal yang tidak substansial. Jadi cukup sampai pada kata ‘peneduh’ saja, tanpa perlu disertai permintaan maaf.

Sebab, meski dalam kotak pandora keluar berbagai macam penyakit, musibah dan kesengsaraan, namun masih tertinggal di sana sebuah harapan. Mungkin keberanian Jokowi membuka kotak pandora itu dialasi adanya harapan tersebut. 

Seperti ditulis di atas, Jokowi berharap kelak anak cucu kita tidak lagi “tidur satu bantal beda mimpi”, “makan satu piring beda rasa”, “bertetangga tanpa tegur sapa”. Kelak kita benar-benar bisa menyatu dalam satu keluarga besar tanpa noda hitam sejarah yang menjadi duri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Semoga...

 

salam @yb      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun