Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan tersebut, ditulis semaunya oleh pengurus bersangkutan. Semakin besar kas organisasi, semakin besar pula jumlah dana yang dibutuhkan untuk tugas suci para pengurus organisasi. Â Potensi untuk me-mark up biaya kegiatan sangat terbuka karena uang itu ada dan pengurus memiliki kewenangan luar biasa untuk mengeluarkan dan memanipulasi pertanggungjawabannya.
Kedua, adalah usaha. Tidak heran jika banyak organisasi dengan kas besar memiliki banyak usaha yang dikelola oleh pengurus yang orangnya itu-itu juga. Silahkan di-searching, prosentase keberhasilan usaha yang dikelola organisasi/serikat buruh sangat kecil. Mengapa? Apakah usaha itu tidak berhasil karena salah manajemen? Tidak. Usaha itu memang dibuat hanya untuk ‘jalan’ membobol kas organisasi. Para pengurusnya justru berharap usaha yang dirintisnya mati dalam tempo yang sesingkat-singkatnya sehingga bisa dijadikan dasar untuk membuka usaha lain yang membutuhkan biaya lebih besar lagi.   Â
Ketiga, kegiatan atau aksi. Pengeluaran untuk sekali melakukan aksi- seperti demo ke Istana Merdeka yang rutin dilakukan oleh sejumlah organisasi buruh sehingga mirip ritual bulanan, sangat besar. Membuat poster, spanduk, pamflet, sewa kendaraan, konsumsi adalah contoh pengeluaran yang bisa disulap. Siapa yang bisa memastikan jumlah pampflet yang dicetak sama seperti yang ada dalam laporan (jika memang ada laporannya)? Siapa yang bisa memastikan jumlah buruh yang ikut demo sebagai dasar penghitungan budget untuk konsumsi?
Lalu berapa gaji Presiden KSPI Said Iqbal?
Tidak ada! Berisik amat sih…
Â
Salam @yb
Â
Referensi :Â http://nasional.kompas.com/read/2016/02/07/18223931/Ini.Kata.Pimpinan.Buruh.Soal.Isu.Iuran.Miliaran.Rupiah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H