Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik featured Pilihan

Kecerdikan Ical Mampu Paksa JK Berlutut

25 Januari 2016   22:21 Diperbarui: 14 Mei 2016   19:52 4564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Legal standing (kedudukan hukum) menjadi ganjalan serius untuk mempersatukan faksi-faksi di tubuh Partai Golkar. Kubu Aburizal Bakrie menganggap Munas Bali sah sehingga memiliki legal standing. Buktinya pemerintah merestui gelaran Rapimnas Golkar di Jakarta Convention Center melalui kehadiran Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Dengan demikian jika pun harus dilakukan perombakan kepengurusan Partai Golkar maka harus melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) karena masa bakti kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Bali baru akan berakhir 2019 mendatang.

Kubu Munas Jakarta pimpinan Agung Laksono menolak klaim kubu Ical. Setelah pengesahan kepengurusannya dicabut Menkumham melalui Nomor M.HH-23.AH.11.01 Tahun 2015 tentang Pencabutan SK Menkumham RI Nomor M.HH-01.AH.11.01 tahun 2015 tanggal 23 Maret 2015 tentang pengesahan perubahan AD/ART serta komposisi dan personalia DPP Partai Golkar sesuai putusan kasasi MA Nomor 490K/TUN/2015 tanggal 20 Oktober 2015, menurut Agung, kedua kubu baik Munas Jakarta maupun Munas Bali sama-sama tidak memiliki legal standing. Bahkan lebih jauh, Agung juga mengatakan telah terjadi kekosongan kepengurusan (vacum of power) di tubuh Golkar karena kepengurusan Munas Riau 2009, sudah habis masa baktinya terhitung sejak 1 Januari 2016 sehingga konflik hanya bisa diselesaikan melalui jalan Munas.

Sementara Jusuf Kalla dan Akbar Tanjung serta beberapa pentolan Golkar beranggapan, saat ini hanya Mahkamah Partai Munas Riau yang memiliki legal standing. Mereka pun langsung bergerak melalui Tim Transisi yang dibentuk Mahkamah Partai. Tim Transisi hanya memiliki satu agenda tunggal yakni menyelenggarakan Munas dengan tetap membuka opsi Munaslub sebagai pintu masuk kubu Bali.

Namun kubu Ical ternyata lebih cerdik memainkan isu. Ical memanfaatkan forum Rapimnas sebagai ajang unjuk kekuatan dan kelihaiannya dalam berpolitik. Ical memperalat suara DPD untuk menekan Presiden Joko Widodo. Hal itu terlihat dari pidato pembukaan Rapimnas di mana Ical secara terbuka membuka opsi digelarnya Munaslub yang kemudian diikuti suara-suara dukungan dari mayoritas DPD dan juga kelompok induk organisasi (kino). Ical menyatakan bersedia mundur (melalui gelaran Munaslub) sepanjang pemerintah terlebih dulu memberikan pengakuan terhadap kepengurusan Munas Bali. Dengan demikian Munas Bali memiliki legal standing yang kuat untuk menggelar Munaslub.

Meski mengakui kehadiran Menkopolkam dan Menkumham dalam ajang Rapimnas sebagai sinyal dukungan pemerintah, namun Ical meminta lebih dari itu. Ical ingin pemerintah (baca: Presiden Jokowi) mengakui keabsahan kubu Munas Bali yang dibarter dengan dukungan kepada pemerintah dan yang lebih penting lagi pengunduran dirinya dari posisi ketua umum Golkar sebagai jalan untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan di tubuh Golkar seperti yang diinginkan Jokowi.

Namun karena hingga Minggu malam sinyal yang diminta dari istana belum juga terlihat, Ical kembali memperalat DPD untuk merubah dukungan Munaslub meski tetap membuka opsi tersebut dengan menyisakan 10 DPD yang setuju Munaslub sebagai antisipasi manakala menjelang penutupan Rapimnas pemerintah mengirim pesan jelas seperti yang diinginkan. Bahkan Ical pun sempat bersuara keras dengan menyatakan akan tetap mempertahankan struktur kepengurusan Munas Bali dan memilih jalan ‘frontal’ sebagai bentuk dukungan kepada DPD-DPD  yang menolak Munaslub.       

Hasilnya sungguh efektif. Dinamika Rapimnas- demikian Ketua Rampinas Nurdin Halid meresponnya, menjadi seirama dalam ketidakkompakan- sepakat untuk tidak menyepakati opsi tunggal. Hal itu berbeda sekali dengan saat pelaksanaan Munas Bali yang satu suara, satu tujuan, satu kepentingan sehingga berjalan relatif cepat dan menghasilkan keputusan seperti yang sudah diwacanakan jauh sebelumnya.

Senin sore istana pun akhirnya mengirim pesan tegas dan kuat mengakui legal standing kubu Ical dengan mendukung digelarnya Munaslub. Setelah rapat Komisi A bidang Organisasi selesai, Nurdin Halid langsung mengabarkan hal itu sehingga seluruh perwakilan DPD kembali satu suara: menerima Munaslub.

Hal ini sebenarnya sudah dapat dibaca sebelumnya di mana dalam konteks rebutan “Pohon Beringin” Jokowi akhirnya memilih mendukung Ical dibanding Jusuf Kalla

Dukungan Jokowi membuat Jusuf Kalla semakin terpojok. Tidak ada pilihan lain kecuali mengikuti dinamika yang dibangun Ical. JK tidak lagi mempersoalkan tawaran remis yang tidak disambut Ical. Ada kepentingan lebih besar yang harus segera dilakukan agar tidak ketinggalan kereta. Dengan alasan ingin mendengarkan suara dukungan Golkar kepada pemerintah dan memastikan jadwal pelaksanaan Munaslub, JK datang ke arena Rapimnas didampingi Menkopolhukam, Menkumham dan Mendagri Tjahjono Kumolo.

 JK tidak tidak lagi mempersoalkan Munas atau Munaslub. Bagaimana pun JK masih membutuhkan dukungan Golkar untuk menopang kursi Wapres yang kini didudukinya. Bergabung dengan Ical yang sudah menyatakan dukungannya kepada pemerintah menjadi pilihan paling logis daripada harus bertarung di gelanggang yang tidak seimbang yang ujung-ujungnya bisa menciptakan gesekan dengan Jokowi.  Tanpa diucapkan, Tim Transisi dengan sendirinya gugur tanpa sempat berputik.    

Akan kemana Golkar setelah ini? Hal yang paling mungkin adalah semakin sengitnya perpecahan di tubuh partai beringin itu. Ical akan mengakomodir beberapa punggawa yang sempat berada di Tim Transisi, minus Agung Laksono, untuk bersama-sama menggelar Munaslub.  Sementara karena merasa ditinggal, dengan kekuatan yang tersisa Agung Laksono akan terus mencoba merintangi pelaksanaan Munaslub. Di akhir pertarungan, kubu Agung Laksono rontok karena beberapa pentolan yang tersisa membelot dengan ikut Munaslub, bahkan mencalonkan diri menjadi ketua umum. Tetapi Agung Laksono memilih jalan puputan. Ia akan terus berjuang mengikuti nalurinya sambil menunggu momentum.     

Terlebih Golkar di bawah kepemimpinan baru juga tidak akan leluasa melakukan konsolidasi partai karena di beberapa daerah muncul desakan untuk dilakukan penyegaran kepengurusan DPD sebagai imbas pergantian kepengurusan di tingkat pusat. Beberapa kader partai yang kemarin sempat tersingkir akibat dualisme kepengurusan di tingkat pusat, minta diakomodir dalam kepengurusan baru.

Meski Ical dengan posisinya sebagai ketua Dewan Pertimbangan masih memiliki kuasa yang besar di tubuh Golkar, namun konsolidasi tidak hanya butuh pengaruh orang kuat di Jakarta melainkan sosok yang hadir langsung di lapangan yakni seorang ketua umum dan sekjen. Keterbatasan wewenang yang dimiliki ketua umum akibat penguatan posisi ketua Dewan Pertimbangan, menjadikan sosok ketua umum Golkar hasil Munaslub tak lebih dari panglima tanpa amunisi.

Kekacauan dan friksi di tubuh Golkar pun akan terus berlanjut hingga 2019. Inilah periode paling kelam dalam sejarah Golkar. Golkar tengah menapaki fase kemunduran menuju sandikala, menuju kepunahan.

Salam @yb 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun