PUAS!
Adalah kata pertama yang terucap pasca menyaksikan The Flash di show pertama hari ini. Dan apa yang disajikan ternyata benar-benar melebihi ekspektasi penulis. Seru sekaligus mengandung haru.
The Flash pada awalnya dijadwalkan rilis di bulan Maret 2018 sebelum akhirnya ditunda tanpa kepastian, apalagi setelah adanya perseteruan antara petinggi Warner Bros dan Zack Snyder sebagai nakhoda DCEU saat itu.Â
Namun setelah Andy Muschietti (It, Mama) didapuk menjadi sutradara, tanggal rilis pun ditetapkan di bulan Juli 2022 sebelum akhirnya berpindah terakhir kalinya ke tahun ini.
Kesabaran para fans DCEU dalam proses menantikan film ini pun pada akhirnya berbuahkan sesuatu yang manis dan benar-benar memuaskan. Ironisnya, DC benar-benar berhasil menelurkan film yang super keren ini justru pada masa transisi dari DCEU ke DCU setelah gonjang-ganjing tak berkesudahan di sisi manajemen sebelum akhirnya kini dipegang oleh James Gunn.
The Flash yang secara "de facto" masih nenjadi bagian dari DCEU yang dibangun Snyder, seakan menjawab segala keraguan tentang bisa tidaknya film ini menghadirkan sesuatu yang segar dan fun tanpa harus meninggalkan ciri khas yang sudah dibangun pada film-film sebelumnya mulai dari Man of Steel sampai Zack Snyder's Justice League.
Dan ternyata jawabannya bisa.
Hasilnya, film yang secara tema cukup berat dan kelam ini tetap terasa menyenangkan dan ringan untuk dinikmati. Menghibur tanpa harus menurunkan wibawa sang jagoan dengan jokes berlebihan dan tak perlu layaknya film "dewa petir" dari franchise sebelah.Â
Tentunya apa yang disajikan The Flash menjadi sebuah perpaduan pas yang memang dibutuhkan untuk sebuah film superhero. Serius tapi tetap menghibur.
Hal lain yang saya suka dari The Flash adalah bagaimana film ini mampu menjelaskan konsep time travel yang sebenarnya njlimet dengan cara yang mudah dan tak berbelit-belit.Â
Bahkan penjelasannya muncul pada adegan santai di ruang makan dengan seporsi spaghetti menjadi metaforanya. Bagi saya ini cara yang cukup cerdas untuk mengenalkan konsep multiverse kepada penonton kasual yang tak mengikuti komiknya.
Penyederhanaan ini saya rasa sangat berguna mengingat publik saat ini sudah "capek" dengan manuver-manuver Warner Bros terhadap deretan superhero DC. Apalagi sebentar lagi akan memasuki era baru DCU, sehingga konsep multiverse ini harus bisa dipahami publik dengan cepat agar bisa menikmati ragam sajian tontonan DC dan koneksi antar dunianya dengan mudah.
Karena masih banyak kemungkinan yang terjadi dan harapan yang menjadi kenyataan akan kehadiran superhero DC setelah adanya konsep multiverse ini. Tinggal berdoa saja, heuheu.
Benar ada kehadiran Michael Keaton sebagai Batman dan Sasha Calle sebagai Supergirl. Benar juga kehadiran keduanya cukup krusial dalam perjalanan cerita The Flash kali ini. Namun keduanya ternyata tidak menutupi performa sang tokoh utama seperti yang dikhawatirkan banyak orang.
Ezra juga cukup sukses menunjukkan emosinya pada adegan penuh haru yang melibatkan cerita kedua orangtuanya. Penonton pun berhasil dibuat terenyuh bahkan bukan tidak mungkin ada yang ikut meneteskan air mata.
Selain itu, Michael Keaton juga benar-benar berhasil menjadi Batman sekali lagi. Semakin menegaskan bahwa dirinya memang ditakdirkan untuk menjadi Bruce Wayne.
Ciri khas Batman-nya Tim Burton tetap melekat namun kali ini dengan koreo fighting yang lebih luwes, sangar, dan cepat layaknya Batfleck. Tentu ini menjadi angin segar sekaligus nostalgia yang benar-benar menyenangkan. Fans Batman lawas pasti bahagia menyaksikan ini.
"Barry ,these scars we have make us who we are. We're not meant to fix them."-- Bruce Wayne
Kekecewaan, kesedihan, dan ketidakbisaan menerima garis kehidupan terkadang menuntun manusia pada banyak keputusan-keputusan yang salah dan justru merugikan lebih banyak lagi orang di sekitarnya.Â
Bagaimana jika, kalau bisa, seharusnya dan andai saja, terkadang menjadi permulaan sebuah kalimat yang justru mengurung manusia dalam masa lalu hingga tak mampu mengeluarkannya untuk melangkah bebas menuju masa depan.
Barry Allen dan keputusan-keputusan kecil yang dicobanya di masa lalu dan dianggapnya tak berdampak apa-apa jelas menjadi contoh betapa berbahayanya jika kegagalan atau kekecewaan kecil di masa lalu justru menjadi penghambat bagi kita dalam menerima sesuatu yang lebih besar di masa depan.
Benar apa yang diucapkan Bruce Wayne bahwa diri kita yang sekarang adalah hasil godokan masa lalu yang mungkin terasa getir dan pahit. Dan sebagai manusia, sudah selayaknya menerima takdir kehidupan sambil terus berbenah diri dalam menghadapi tantangan kehidupan yang lebih besar lagi di masa depan. Bukan menyesali masa lalu tak berkesudahan.
***
The Flash tentu saya rekomendasikan untuk siapapun yang membutuhkan tontonan seru dan menyenangkan di minggu ini. Apalagi bagi yang sudah bosan dengan film superhero MCU yang pasca Endgame tak benar-benar ada yang memuaskan, The Flash seakan menjadi oase bagi kita yang haus akan film superhero yang kokoh di segala sisinya.
The Flash punya cerita yang solid, karakter yang well performed, musik yang keren dan superhero things yang membuat penonton berdecak kagum. Paket lengkap sebuah film superhero yang membuat penonton terus membicarakannya setelah pulang dari bioskop.
Nilai sempurna dari saya, 10/10, karena The Flash benar-benar berhasil memberikan sajian luar biasa setelah lama dinantikan. Ya, bisa dibilang ini adalah penantian panjang yang dibayar tuntas!
Salam Kompasiana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI