Yang saya sukai dari Plane adalah bahwasanya film ini memberikan penonton pengalaman realistis dari sebuah film action thriller.Â
Adegan aksinya bukanlah adegan aksi yang menghabiskan banyak peluru, manuver tak masuk akal, ataupun karakter utama yang di awal adalah seorang sipil lalu bisa berubah menjadi ahli bela diri.Â
Justru sebaliknya film ini terasa sangat membumi berkat pendekatan aksi yang dipilih.
Pada dasarnya keseruan dalam film ini nampak dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah kengerian dan ketegangan di dalam pesawat yang membuat setiap penonton menahan napas. Dan bagian kedua adalah ketika sang Kapten beserta kru dan penumpang yang selamat berada di pulau antah berantah tersebut.
Nah, pada dua bagian tersebut, Plane tetap memberikan gambaran yang realistis pada situasi yang terjadi. Contohnya tentang bagaimana respon pilot dan awak pesawat ketika kesulitan terjadi di udara sementara permintaan bantuan dari darat sulit untuk digapai.Â
Di sini kita seakan diberikan simulasi gawat darurat ketika di pesawat melalui tindakan dan dialog-dialog sang kapten dengan pramugari, radio pemancar bahkan kepada para penumpangnya.
Begitu juga dengan kondisi di kantor pusat maskapai penerbangan yang digambarkan langsung menerapkan protokol emergency ketat dan mengambil keputusan paling baik dari antara pilihan yang terburuk.Â
Menjadi pengetahuan baru tentang seperti apa internal maskapai penerbangan dan diskusi keras yang terjadi ketika masalah besar seperti ini harus terjadi.