Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Sri Asih", 3 Tahun Penantian yang Berakhir Memuaskan

19 November 2022   11:40 Diperbarui: 20 November 2022   17:52 1599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak diumumkannya proyek jangka panjang nan ambisius bernama Jagat Sinema Bumilangit atau kerap disebut sebagai Bumilangit Cinematic Universe (BCU) di tahun 2019 silam serta membukanya dengan film Gundala yang tak hanya berhasil menjadi tonggak sejarah baru film superhero Indonesia, namun juga berhasil menjaga fans loyalnya melalui diskusi sehat dan perang teori di media sosial, publik pun semakin dibuat penasaran akan seperti apa kelanjutan jagat ini setelah Gundala.

Sri Asih yang pemerannya sudah dipilih yaitu Pevita Pearce memang menjadi penerus tongkat estafet BCU yang seharusnya dirilis tak jauh dari tahun rilis Gundala kala itu. 

Pandemi lantas mengubah semuanya hingga kemudian Sri Asih mendapat tanggal tayang di bulan Oktober 2022 sebelum kembali diundur ke 17 November 2022 dikarenakan kendala teknis yang bagi sang sutradara, Upi, kualitas hasil akhirnya masih terasa belum memuaskan.

Superhero Landing Sri Asih Sumber: cnnindonesia.com
Superhero Landing Sri Asih Sumber: cnnindonesia.com

3 tahun penantian itu pun akhirnya terbayarkan di hari Kamis lalu ketika Sri Asih akhirnya ditayangkan serentak di bioskop-bioskop tanah air. 

Bahkan kehadirannya layaknya "penantang" bagi Black Panther yang masih merajai bioskop tanah air karena tanggal perilisannya hanya terpaut satu minggu.

Lalu bagaimana pengalaman penulis ketika menyaksikan Sri Asih?

Imdb.com
Imdb.com

Jujur saja, saya termasuk orang yang antusias menyambut Jagat Sinema Bumilangit ini. Dan meskipun Gundala layaknya sebuah durian (ada yang suka sekali, ada yang tidak suka sama sekali), bagi saya pribadi kualitas Gundala sudah sangat memuaskan. 

Sumber: cnnindonesia.com
Sumber: cnnindonesia.com

Pendekatan yang dilakukan Joko Anwar kepada Gundala yang lebih membumi dengan mengangkat isu sosial yang ada serta membuang jauh konsep alienisasi yang kerap dilakukan MCU dan DC misalnya untuk kemudian menggantikannya dengan unsur mistis dan cerita rakyat (untuk poin ini juga menjadi pondasi bagi kelanjutan film-film BCU) menurut saya adalah sesuatu yang brilian.

Gundala dalam kostum
Gundala dalam kostum "Mark 1" Sumber:cnnindonesia.com

Artinya jagoan lokal kita tak dipaksa untuk menjadi seperti yang dunia selama ini kenal, justru sebaliknya mengenalkan kepada dunia sebuah konsep superhero yang tak mereka kenal sebelumnya. Menarik bukan?

Tentu tak bisa mengatakan bahwa konsep jagoan lokal kita benar-benar ide asli. Karena pada versi komiknya pun pengaruh komik barat sangat terasa pada jagoan lokal kita semisal pada kekuatan yang dimiliki, desain jubah, hingga karakter-karakter penjahat supernya.

Dan bagi saya itu semacam superhero things yang memang wajar untuk dipertahankan. Hanya saja unsur-unsur pembentuk jati diri sang jagoan, motivasinya menjadi penyelamat rakyat, hingga yang terpenting kehadiran musuh utama yang lebih terasa "dekat" itulah yang harus lebih terasa "lokal banget". Dan BCU berhasil melakukannya.

Desain Gundala pada komik. Sumber: cnnindonesia.com
Desain Gundala pada komik. Sumber: cnnindonesia.com
Pada Sri Asih, pengalaman menyaksikan film jagoan lokal ini sangat terasa perkembangannya dibanding Gundala di tahun 2019 silam. 

Jika pada Gundala cerita dibuat dengan meninggalkan banyak ruang kosong untuk diisi film-film selanjutnya, maka pada Sri Asih hal ini diminimalisir.

Memang masih banyak hal yang belum terjawab, tapi secara keseluruhan film ini jauh lebih fokus dalam penceritaan kelahiran sang jagoan hingga kelahiran penjahat super yang nampaknya akan muncul di berbagai proyek BCU ke depannya. 

Pun bagaimana film ini menyisipkan berbagai simbol yang menjadi "easter egg" untuk kelanjutan jagat ini juga merupakan sesuatu yang brilian dan memantik rasa ingin tahu bagi fans garis keras maupun penonton awam.

Pun cerita dengan cita rasa yang lebih membumi layaknya Gundala tetap dipertahankan. Cerita titisan yang lekat dengan budaya lokal kita juga diteruskan pada film ini. Membuat sang jagoan tetap terasa dekat dengan kita dan relevan karena isu sosial yang diangkat sekaligus coba dilawan oleh sang jagoan merupakan problematika yang biasa kita temui di negeri ini.

Timesindonesia.com
Timesindonesia.com

Ya benar, seperti halnya Gundala yang menawarkan cerita impian akan sosok pahlawan yang mampu melawan ketidakadilan dan kezaliman dari para penguasa, Sri Asih pun demikian. Perlawanannya terhadap korupsi, kejahatan yang dibiarkan negara, hingga toxic masculinity, menjadi "musuh besar" yang dihadapi Sri Asih selain musuh utama berupa sesosok super villain.

Rumah susun, penggusuran dan pasar adalah sedikit contoh dari berbagai simbolisme di film ini yang menunjukkan ketidakberdayaan masyarakat kecil dalam melakukan perlawanan dan kemiskinan yang menjadi alat bagi penguasa. Di mana kehadiran Sri Asih menjadi semacam jawaban, harapan baru dan impian yang too good to be true bagi masyarakat.

Dewi Asih. Sang ratu Adil yang membawa kehidupan baru penuh kedamaian dan ketenangan.

Cnnindonesia.com
Cnnindonesia.com

Berbanding terbalik dengan Roh Setan yang lahir dari kemarahan dan kekecewaan atas stigmatisasi masyarakat. Sebuah kebobrokan sistem yang melahirkan sosok jagoan dan penjahat secara bersamaan. Sebuah pedang bermata dua dari kemiskinan yang terstruktur.

Memang Sri Asih bukanlah superhero movie yang sempurna. Namun untuk sebuah film yang didapuk untuk melanjutkan jagat sinemanya, film ini cukup berhasil memberikan pengalaman yang lengkap dari sebuah film adisatria lokal yang kita butuhkan. Bahkan bagi saya, Sri Asih berhasil melampaui ekspektasi saya bahkan ekspektasi banyak orang yang juga terekam dalam berbagai reaksi positif di media sosial.

Imdb.com
Imdb.com
Koreografer pertarungan dan CGI adalah dua hal yang paling mengalami banyak peningkatan dibanding Gundala. 

Jika pada Gundala pergerakan kameranya membuat pertarungannya terasa lambat, maka pada Sri Asih tidak demikian. Kombinasi koreografi olahan Uwais Team dan tata kamera yang apik dari Arfian (My Stupid Boss 2, Sayap-Sayap Patah) membuat setiap adegan pertarungan di film ini terasa cepat dan padat intensitasnya.

Apalagi pada adegan pertarungan pamungkasnya, Sri Asih benar-benar menunjukkan kualitasnya yang ada di atas rata-rata film lokal. 

Ya, adegan pertarungannya mengingatkan saya akan adegan khas film-film superheronya Zack Snyder yang gelap, brutal dan cepat, hanya saja kali ini dalam versi yang lebih lite.

Ditambah dengan kombinasi skoring bernuansa tradisional dan modern yang terasa sekali pengaruh dari Hans Zimmer (hal ini juga sudah dilakukan Bembi Gusti dan Aghi Narotama di Gundala), membuat setiap adegan pada Sri Asih terasa gagah, keren, namun juga tak menghilangkan sisi feminisnya.

Imdb.com
Imdb.com
Harus diakui bahwa CGI merupakan pemain penting dalam film bergenre superhero. Tak terkecuali dengan Gundala, Sri Asih, bahkan Satria Dewa Gatotkaca dari semesta lainnya, juga butuh CGI sebagai kosmetik untuk setiap adegan yang dibutuhkan.

Berbeda dengan Gundala yang yang CGI-nya lebih sering dihadirkan "tak kasat mata", dalam artian demi mewujudkan sebuah landscape dan latar belakang adegan misalnya, Sri Asih lebih banyak menggunakan CGI untuk adegan-adegan spektakuler secara kasat mata seperti adegan terbang, kekuatan menggandakan diri, pertarungan dahsyat, berlari cepat hingga mewujudkan sosok musuh utama yang memang harus dihadirkan secara CGI.

Inilah yang lantas membuat CGI di film ini sangat disorot oleh penonton dan kabar baiknya adalah bahwa Sri Asih berhasil menjawab keraguan serta melampaui ekspektasi penonton akan kualitas CGI yang bisa dihadirkan oleh film Indonesia. Salut untuk setiap tim yang bekerja keras di belakang layar untuk mewujudkan hal ini.

Kincir.com
Kincir.com

Hal menarik lainnya adalah Sri Asih mampu memadukan ensemble cast kelas A dengan porsi yang pas dan penokohannya masing-masing terasa khas dan unik sehingga penonton dapat dengan mudah mengidentifikasi setiap karakternya tanpa perlu merasa kebingungan.

Surya Saputra, Reza Rahadian, Christine Hakim, Revaldo, Jefri Nichol dan Dimas Anggara misalnya, karakter yang mereka perankan berhasil menghasilkan pesonanya tersendiri sehingga beberapa karakter tersebut yang ke depannya nampaknya akan memiliki pengaruh besar di jagat sinema Bumilangit ini akan dengan mudah mendapatkan tempat di hati para fans.

Bahkan kehadiran mereka yang berperan baik sebagai lead actor atau supporting actor juga mampu bersinar sama terangnya dengan Pevita Pearce sebagai Sri Asih tanpa harus menutupi terang satu sama lainnya.

Beautynesia.id
Beautynesia.id

Namun yang terpenting dari semuanya itu adalah bahwa Sri Asih benar-benar berhasil meletakkan standar baru bagi film superhero lokal di masa depan. 

Selayaknya film-film MCU pada era infinity saga yang terus membaik dari Iron Man hingga penutupnya di Endgame, besar harapannya bahwa setelah Gundala dan Sri Asih, film-film BCU juga mengalami peningkatan yang signifikan dari segala aspek hingga film pamungkasnya kelak yang berjudul Patriot.

Berbagai easter egg yang disisipkan di sepanjang film tentu akan menjadi makanan empuk bagi para fans pecinta teori yang tentu saja akan semakin membuat Jagat Sinema Bumilangit akan terus diperbincangkan dan menghadirkan lebih banyak lagi awareness di masyarakat. Apalagi ditambah dengan adegan di mid-credit scene yang pastinya akan membuat setiap penonton bertepuk tangan dan tak sabar untuk menyaksikan kelanjutan jagat ini di masa depan.

Imdb.com
Imdb.com

Sri Asih dan Jagat Sinema Bumilangit juga menjadi semacam obat penawar bagi orang-orang yang mengalami MCU-Fatigue karena semesta yang sudah menjadi jauh lebih besar, rumit, dan belum terasa menarik seperti era sebelumnya. Karena JSB justru menawarkan cerita yang lebih dekat dengan kita, sederhana dan membumi dalam membangun semestanya, dan pastinya diisi oleh para aktor lokal dengan nama besar yang membuat kita penasaran akan seperti apa kiprahnya di film-film selanjutnya.

8.5/10 untuk Sri Asih yang penantiannya berhasil memuaskan para penggemar. Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun