Akhirnya Lightyear tayang di Indonesia!
Eits, tunggu dulu. Tentu saja film ini tidak tayang di bioskop karena tidak lulus sensor. Namun teman-teman sudah bisa menikmatinya langsung dari smartphone, laptop ataupun smart tv di ruang keluarga karena Lightyear sudah tayang di Disney+ Hotstar tanpa sensor mulai hari ini, tanggal 3 Agustus 2022.
Itulah sebabnya mungkin beberapa penonton akan kaget karena rating yang diberikan film animasi yang sejatinya disiapkan untuk semua umur tersebut saat ini tertulis rating 21+.Â
Sebuah hal yang sejatinya wajar karena konten tersebut sudah lebih dulu melewati proses di LSF sehingga ratingnya disesuaikan terkait adanya konten LGBT di dalamnya. Tanpa sensor namun tentu klasifikasi usia harus ditambahkan.
Sejatinya Lightyear adalah sebuah animasi dengan porsi adegan aksi yang begitu melimpah dan seru untuk dinikmati. Saya membayangkan apabila Lightyear pada saat itu berhasil tayang di bioskop, pasti akan sangat memuaskan bagi para penonton anak-anak maupun dewasa.
Sayangnya, hal tersebut harus tertutupi oleh kontroversi yang menyertainya. Ya, konten LGBT di dalamnya membuat film ini harus menerima keputusan pahit yaitu batal tayang karena pengklasifikasian usia yang tak menemui titik terang antara Disney dan LSF. Pun hal ini tak hanya terjadi di Indonesia saja melainkan juga di 14 negara lain termasuk Malaysia dan Arab Saudi.
Lantas apakah sebegitu berpengaruhnya adegan ini sampai-sampai film ini harus menemui pembatalan jadwal tayang?
Bagi saya pribadi adegan yang mengandung muatan konten tersebut sejatinya bisa diedit atau dipotong sedemikian rupa jika tujuan akhirnya agar film ini bisa masuk ke dalam kategori semua umur. Hanya saja pasti akan terasa sangat kasar mengingat adegan tersebut 'dijahit' bersamaan dengan adegan penting dalam film ini.
Sehingga bagi saya adegan tersebut sejatinya bukanlah sesuatu yang substansial namun jadi terasa penting karena keberadaannya menjadi satu dalam cerita utamanya. Sehingga dari sini saya bisa pahami kemauan Disney yang tidak ingin memotong bagian tersebut karena pastinya akan mengganggu pengalaman penonton dalam menyaksikan momen penting perjalananan Buzz dalam film ini.
Sementara jika diteruskan dan bertahan dengan klasifikasi usia 21+ tentu saja 'otomatis' memotong jumlah penonton karena ketiadaan anak-anak yang menjadi pasar utamanya.Â
Sebuah dilema yang pada akhirnya menelurkan keputusan untuk langsung merilisnya ke Disney+ Hotstar. Mungkin keputusan ini bukan yang terbaik bagi Disney tapi menguntungkan bagi penonton karena penonton tetap bisa menyaksikan versi tanpa sensornya.
Diluar kontroversi tersebut yang juga sempat ramai di media sosial beberapa waktu yang lalu, saya pribadi merasa cukup puas setelah menyaksikan Lightyear di Disney+ Hotstar hari ini.Â
Betul bahwasanya film ini bukanlah film terbaik Pixar namun sejatinya Lightyear sudah cukup baik dalam memberikan porsi hiburan yang menyenangkan berkat deretan adegan aksi yang memukau disertai dengan sajian visual luar angkasa yang sedap dipandang.
Saya senang dengan bagaimana Lightyear menyajikan cerita petualangannya dengan banyak pengaruh serta homage dari berbagai film serta serial sci-fi populer semisal Star Wars, Interstellar, Alien, Planet of The Apes, hingga Lost in Space. Hal tersebut membuat film ini terasa lengkap walau memang tak terasa begitu segar karena konten yang nampak familiar tersebut.
Hanya saja ada satu hal yang membuat saya resah setelah menyaksikan film ini. Di awal film dijelaskan bahwa film Lightyear adalah film yang ditonton Andy (karakter anak laki-laki di film Toy Story) sehingga ia memutuskan untuk membeli mainannya karena suka dengan filmnya. Mainan itulah yang kelak bertemu dan berpetualang dengan mainan Andy yang lain seperti Woody, Rex dan lainnya.
Tapi, apakah benar Andy menyaksikan film Lightyear yang ini?
Yang pertama, pada semesta Toy Story, Buzz Lightyear adalah karakter jagoan dari film sci-fi khas tahun 80-an di mana kemudian Andy menyaksikannya via VHS di pertengahan 90-an.Â
Artinya, seharusnya Lightyear adalah sebuah film sci-fi klasik dengan banyak unsur-unsur 80-an yang kental. Tapi Lightyear yang baru saja penulis saksikan nyatanya tidak seperti itu.
Untuk film yang sejatinya dirilis di era 80-an, cerita dalam Lightyear sudah melampaui tahun tersebut. Cerita time travel yang cukup kompleks dilengkapi pertempuran melawan robot dan alien yang sepertinya terlalu 'advance' teknologinya untuk tahun tersebut rasanya membuat saya tak berhenti berpikir mengenai ada di mana sebenarnya timeline pada film ini?
Yang kedua, untuk sebuah film yang seharusnya berada pada kategori semua umur, film Lightyear menurut saya cukup memusingkan bagi anak-anak. Walaupun ceritanya berjalan cukup linear namun dikarenakan adanya konsep time travel dan hyperspace rasanya akan membuat banyak anak bertanya kepada orang tuanya setelah selesai menyaksikan film ini.
Maka tentu hal ini juga menjadi pertanyaan lain yaitu jika memang cerita Lightyear sekompleks ini, apakah benar film seperti ini sudah disukai oleh Andy yang pada saat di Toy Story dirinya masih berusia 5 tahun dan baru segera beranjak ke usia 6 tahun?Â
Jika ya, maka pikiran positifnya adalah jika benar film ini yang ditonton berarti Andy benar-benar sangat pintar, heuheu..
Namun di luar keresahan saya di atas yang mungkin bisa dijawab atau didiskusikan oleh teman-teman pembaca, saya pribadi cukup kecewa karena tidak bisa menyaksikan film ini di layar lebar.Â
Pasalnya kualitas animasinya begitu bagus dan detail walaupun hanya bisa dinikmati melalui layar televisi. Pastinya hal tersebut akan terasa lebih memuaskan lagi jika disaksikan pada layar bioskop.
Selain itu scoring pada film ini yang digarap oleh Michael Giacchino juga berhasil menambah daya gedor yang dahsyat pada tiap adegan yang disajikan. Baik itu pada adegan aksi maupun adegan emosional, musiknya benar-benar berpadu dengan indah dan menjadikan setiap adegan terasa hidup.
Sementara Chris Evans tentu saja sukses mengisi suaranya di film ini hingga mampu memberikan warna dan menghadirkan wibawa serta kharisma seorang Buzz Lightyear yang terkenal gagah berani, ambisius tapi juga punya hati. Chemistrynya juga terbangun dengan pengisi suara lainnya seperti Keke Palmer, Taika Waititi, James Brolin dan juga Peter Sohn.
***
Bagi saya Lightyear adalah sebuah film animasi ringan layaknya sebuah popcorn movie yang asyik dinikmati. Ceritanya agak sedikit rumit untuk ukuran animasi namun tetap bisa dinikmati.
Sayangnya, bagi saya film ini memiliki replay value yang tak begitu tinggi. Artinya Anda mungkin akan puas ketika selesai menyaksikan film ini, namun belum tentu akan menyaksikannya kembali di lain waktu layaknya film-film populer Disney atau Pixar lainnya.
Terlepas dari konten LGBT di dalamnya, bagi saya Lightyear adalah film animasi dengan kualitas yang baik. Detail karakter, lingkungan, dan galaksinya begitu memukau lengkap dengan tata cahaya yang semakin realistis.
Bagi yang memiliki putra/putri, tentu akan menjadi pertimbangan mengenai apakah film ini layak atau tidak untuk dikonsumsi anak-anak. Karena setiap orangtua pasti memiliki standar konten yang berbeda bagi anak-anaknya. Bagi saya mungkin biasa saja namun bagi orang lain bisa jadi berbeda.
Dengan pengklasifikasian usia 21+ di platform Disney+, diharapkan sudah bisa menjadi gambaran awal tentang bagaimana isi kontennya walaupun tentu tidak menjadi kesimpulan akhir. Dan sekali lagi, tanggung jawab setiap konten yang disajikan untuk anak-anak dikembalikan lagi kepada setiap orangtua.
So, selamat menonton teman-teman!
Skor Lightyear: 7/10
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H