Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Thor: Love and Thunder", Menyenangkan, Manis dan Jenaka

7 Juli 2022   10:55 Diperbarui: 7 Juli 2022   20:35 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Natalie Portman (Jane Foster) and Chris Hemsworth (Thor) dalam Thor: Love and Thunder (2022) (Sumber: hai.gri.id)

Sejak teaser dan trailernya dirilis beberapa waktu lalu, Thor: Love and Thunder sudah memberikan kesan awal bahwa film ini akan menyajikan cerita petualangan yang menyenangkan dari sang dewa petir yang karismatik sekaligus (ehem) bucin.

Benar saja, hal itu terbukti saat akhirnya film tersebut dirilis serempak di bioskop nasional tanggal 6 Juli 2022. 

Thor kali ini masih menyajikan cerita yang dipenuhi oleh komedi slapstick dan absurd layaknya Thor: Ragnarok, namun kali ini dilengkapi dengan sisipan cerita romantis antara Thor (Chris Hemsworth) dan Jane Foster (Natalie Portman) serta musuh utama yang cukup garang dan horor yaitu Gorr the Butcher yang diperankan oleh aktor serba bisa, Christian Bale.

Sumber: Liputan6.com
Sumber: Liputan6.com
Walaupun memulai filmnya dengan cerita yang cukup gelap, pilu, dan emosional tentang derita yang dialami Gorr dan anaknya di mana kemudian berujung pada kekecewaan yang menimbulkan amarah dan ambisi yang salah dari Gorr, film ini kemudian melanjutkan ceritanya dengan tone khas Taika Waititi yang ceria, penuh warna dan pastinya penuh adegan dagelan.

Seperti yang sudah terlihat di trailernya, kehadiran anggota The Guardians of The Galaxy cukup berhasil menambah keseruan adegan pembuka film ini. Walaupun memang harus diakui bahwa kehadiran mereka di sini hanya sebatas menjadi pelengkap yang mempercantik tampilan sebuah hidangan bernama Thor: Love and Thunder. Karena bumbu dasarnya ada pada Gorr dan Jane Foster.

Sumber: Polygon.com
Sumber: Polygon.com

Berbicara tentang Gorr, bagi saya salah satu elemen menarik dari film ini adalah dari sisi sang villain yaitu Gorr the God Butcher yang diperankan dengan sangat apik dan hampir tanpa cela oleh Christian Bale. Gorr seakan mengejawantahkan tema besar MCU di fase 4 ini yang mulai bermain-main dengan tema mistik dan magis yang kental.

Kehadiran Gorr di tiap scene film ini terasa begitu gelap, ngeri, sekaligus horor. Bale dengan brilian berhasil menghidupkan sang main villain yang memang terbentuk dari rasa marah, kecewa, dan dendam di masa lalunya. Kehadirannya benar-benar berhasil membuat bulu kuduk berdiri.

Sumber: Gamesradar.com
Sumber: Gamesradar.com

Hanya saja pace cepat film ini membuat eksplorasi karakter Gorr ini tidak bisa terlalu dalam. Sehingga kita hanya tahu bahwa Gorr itu kecewa, Gorr itu penuh amarah sehingga sangat berambisi untuk membalas kematian anaknya dengan cara membumihanguskan para dewa di alam semesta. Padahal jika ada sedikit waktu tambahan, kisah di masa lalunya bisa diceritakan lebih dalam sehingga bisa menambah sisi emosional dari kisah Gorr tersebut.

Pun begitu pada karakter Jane Foster yang dalam perjalanannya menjadi The Mighty Thor begitu cepat diceritakan. Memang tidak ada masalah karena deretan flashback dan sebab akibatnya berhasil disuguhkan dengan porsi yang compact.

Sumber: Popbela.com
Sumber: Popbela.com

Hanya saja seharusnya hal ini bisa ditambahkan lagi mengingat cerita hubungan Thor-Jane memang mengambil bagian penting dalam keseluruhan cerita. 

Ya setidaknya menurut saya, jika ditingkatkan porsi komedi romantisnya bisa menjadi suguhan yang lebih manis dibandingkan unsur dagelan yang diperbanyak dan menjadikan film ini akan diingat sebagai komedi murni.

Taika Waititi memang berhasil mengubah tema Thor yang gelap menjadi film action-comedy yang menyenangkan sekaligus menghibur sejak dirinya membesut Thor: Ragnarok. Tentu saja hasil penyutradaranya menimbulkan pro dan kontra di antara para fans dan moviegoer.

Sumber: Republika.co.id
Sumber: Republika.co.id
Saya pribadi tidak terlalu menyukai Ragnarok karena terlalu banyak unsur komedi yang harus diakui lucu namun sejatinya tidak terlalu penting. 

Namun di Love and Thunder, saya lebih bisa menerimanya karena porsi komedinya berhasil diturunkan dan sekalipun muncul masih konstektual dan masih ada dalam koridor penceritaan. Tidak keluar jalur.

Sumber: kincir.com
Sumber: kincir.com
Selain itu, unsur romansa antara Thor dan Jane serta cerita pilu Gorr dan anaknya membuat Love and Thunder juga terasa memiliki hati. Sehingga film ini terasa lebih balance dan kaya secara konten walaupun eksekusi dan hasil akhirnya tak terlalu terasa segar apalagi spesial. Ya, tipikal popcorn movie khas MCU.

Sumber: Celebrities.id
Sumber: Celebrities.id

Hal kecil lain yang sejatinya berdampak besar  dari film ini adalah bagaimana untuk fase 4 ini nampaknya Marvel mulai mengaplikasikan kostum dan tampilan karakter yang setia dengan komiknya. 

Setelah sebelum-sebelumnya selalu mengaplikasikan kostum yang terasa lebih modern, gelap dan kaya unsur militer. Dan Thor: Love and Thunder juga menunjukkan hal tersebut.

Kostum Thor dan Jane sangat setia pada versi komiknya. Bahkan sebutan Mighty Thor dan Lady Thor yang memang ada pada komiknya namun terasa aneh jika diaplikasikan pada live action ternyata juga berhasil dimasukkan secara halus melalui salah satu dialog dalam film ini.

Sehingga memang hal ini mengindikasikan bahwa ke depannya unsur-unsur komik yang sebelumnya terasa "asing" bagi mata dan telinga penonton awam akan mulai diaplikasikan ke dalam format film dan serial MCU.

Sumber: Marvel.com
Sumber: Marvel.com

Bagi saya Thor: Love and Thunder berhasil memberikan sajian cerita yang menyenangkan dan menghibur di tahun ini. Memang tak benar-benar terasa spesial, namun cukup untuk mengobati kerinduan kita akan ciri khas film MCU yang ringan dan penuh warna, setelah sebelumnya terasa gelap di film Eternals dan Doctor Strange.

Kombinasi visual, CGI, adegan aksi, cerita romantis dan alunan musik latar berupa rock era 80'an dan Guns n Roses, membuat film ini terasa balance dalam memuaskan sisi audio dan visual para penontonnya. Membuatnya terasa maskulin dan manis di waktu yang bersamaan.

Sumber: www.out. com
Sumber: www.out. com
Film ini juga harus diakui menjadi sarana bagi Disney dalam menyisipkan isu kesetaraan yang memang sedang terus disuarakan. 

Bagaimana karakter wanita seperti Jane menjadi representasi woman empowerment serta Valkyrie dan Korg yang menjadi representasi atas komunitas LGBTQ.

Dan hal tersebut berhasil disampaikan dengan halus baik secara langsung melalui adegan maupun secara subtil melalui dialog, cerita asal-usul dan bahasa tubuh yang ditunjukkan.

Sumber: Gamesradar.com
Sumber: Gamesradar.com

Thor: Love and Thunder juga menegaskan posisinya sebagai pondasi bagi kelanjutan saga Thor yang memang masih sangat terbuka lebar. 

Dan mengingat tema ceritanya yang berhubungan dengan alam semesta, galaksi, dan dewa-dewi, bisa dipastikan bahwa Thor akan memiliki posisi penting pada fase 4 ini dan ambisi multiverse-nya MCU.

Skor 7.5 untuk Thor: Love and Thunder untuk sajiannya yang begitu menyenangkan, manis dan jenaka.

Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun