Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Karena "The Batman" Begitu Sempurna

2 Maret 2022   08:17 Diperbarui: 2 Maret 2022   20:03 1693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri saat menyaksikan fans screening di tgl 1 Maret 2022

Bagi saya The Batman memiliki semua aspek yang dibutuhkan dari sebuah film Batman yang solid. Karena The Batman tak hanya menawarkan cerita detektif bernuansa neo-noir yang lengkap dengan bumbu konspirasi politik yang menawan namun juga bagaimana Matt Reeves mampu membuat cerita berlapis ini terasa dinamis dalam durasi 3 jamnya.

Dengan gaya naratif Bruce Wayne di sepanjang film, tentu saja hal ini mengingatkan kita akan apa yang biasanya ditampilkan pada komik dan film animasinya. Sebuah cerita dari sudut pandang Batman itu sendiri. Sebuah pendekatan yang tak hanya terkesan puitis namun juga artistik.

Matt Reeves dan penulisnya Peter Craig memang memilih pendekatan "back to basic" untuk dunia baru Batman ini. Jika Tim Burton memilih pendekatan gothic, Joel Schumacher yang terlalu futuristik, dan nuansa realisme pada Batman versi Christopher Nolan, maka The Batman versi Reeves nampak menggabungkan unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya dan mengolahnya menjadi sesuatu yang benar-benar terasa baru.

Kita akan menemukan Batman dan Bruce Wayne yang berbeda dari berbagai interpretasi sebelumnya. Hal ini dikarenakan The Batman menceritakan tahun kedua Bruce Wayne "berkarir" sebagai Batman. Tentu saja hal tersebut membuat kita bisa melihat versi Bruce Wayne dan Batman yang lebih muda, berantakan, dan masih "mentah".

Imdb.com
Imdb.com

Ini adalah tahun di mana Batman sudah mampu mengeksploitasi rasa takut,bayangan dan kegelapan untuk melawan kejahatan di kota Gotham. Seperti yang dinarasikan Robert Pattinson di sepanjang film ini bahwasanya rasa takut layaknya sebuah alat. "Fear is a tool".

Ya, rasa takut di sini tak hanya menjadi semacam hiasan pada tiap aksi Batman. Rasa takut di sini nyatanya bisa penonton rasakan juga pada setiap kehadiran Batman. Bagaimana Batman di sini tampil begitu misterius sekaligus intimidatif. Sosok yang memang seharusnya dihindari jika tak ingin mengalami sesuatu yang jauh lebih buruk.

Namun ini juga adalah tahun di mana Bruce Wayne dan Batman masih mencari jati diri. Ini adalah tahun di mana rasa takut, kecewa, dan dendam telah membentuk sosok Bruce Wayne yang kita lihat di film ini. Ia tumbuh menjadi seorang yang apatis, berani, namun di sisi lainnya ia juga adalah seorang yang sangat rapuh.

Cnnindonesia.com
Cnnindonesia.com

Menarik melihat bagaimana Battinson begitu tampil berbeda jika dibandingkan dengan Battfleck, Batbale, bahkan Batkeaton. Tak seperti para pendahulunya yang sudah lebih settle sebagai Bruce Wayne dan alter-egonya, Battinson di film ini nampak tak seperti Bruce Wayne yang kita kenal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun