Sudah bukan rahasia lagi jika film adaptasi video game masih menarik minat Hollywood sampai dengan saat ini. Tapi juga bukan rahasia lagi jika seringnya film adaptasi video game berakhir mengecewakan.
Film adaptasi video game seperti Sonic The Hedgehog (2020), Detective Pikachu (2019), dan Mortal Kombat (2021) bisa dibilang cukup sukses baik secara komersil maupun tingkat kepuasan para gamer itu sendiri. Membawa banyak referensi dari video gamenya sekaligus memiliki jalan cerita yang masih cukup menarik untuk diikuti. Sehingga penonton non-gamer pun masih bisa mengikuti filmnya tanpa merasa kebingungan.
Sementara film seperti reboot Tomb Raider yang diperankan Alicia Vikander, Rampage-nya Dwayne Johnson, Silent Hill, Warcraft, dan Monster Hunter-nya Milla Jovovich, masih masuk ke dalam kategori "so-so". Karena meskipun secara kualitas film cukup baik namun tak meninggalkan kesan yang begitu dalam.
Sementara film-film yang diangkat dari franchise populer lainnya seperti Max Payne dan Hitman: Agent 47 justru mengecewakan. Apalagi film adaptasi yang biasanya disutradarai Uwe Boll selalu menghasilkan kualitas yang buruk dan tak disukai gamer. Sebut saja Alone in The Dark dan trilogi Bloodrayne.
Saga awal film Resident Evil yang dimulai oleh sutradara Paul W.S Anderson dengan tokoh utama bernama Alice yang diperankan Milla Jovovich, sejatinya tumbuh menjadi franchise yang kontroversial.Â
Selain karena sang tokoh utama tidak berdasarkan versi video game, alih-alih menawarkan film dengan genre survival-horror, Resident Evil era Milla Jovovich justru memiliki genre futuristic-horror-shooter.
Memang, genre seperti ini mampu menjangkau audiens lebih luas lagi. Khususnya bagi mereka yang tak pernah memainkan game Resident Evil sebelumnya. Hanya saja bagi para fans setia video gamenya, franchise film Resident Evil tak pernah memberikan rasa puas yang seharusnya.
Lalu, bagaimana dengan reboot yang dilakukan Sony tahun ini melalui Resident Evil: Welcome to Raccoon City?
Sejatinya penulis cukup antusias menyambut reboot film ini. Karena sebagai orang yang tumbuh dengan franchise video game Resident Evil sejak era PlayStation 1, menyaksikan aksi para jagoan di video game membasmi para zombie dalam wujud live-action movie yang proper adalah impian yang masih terus ada.
Maka ketika Sony mengatakan bahwa reboot kali ini akan setia dengan pakem video game dan menampilkan karakter utama yang juga berasal dari video game, maka semakin antusiaslah penulis membaca berita tersebut.
Dan ya benar saja, dari segi cerita film ini mengambil kisah yang terjadi pada game Resident Evil 1 dan 2. Di mana karakter seperti Leon. S. Kennedy (Avan Jogia) masih menjadi rookie cop di kota terkutuk tersebut. Sementara Claire Redfield (Kaya Scodelario) kembali ke Raccoon City untuk mencari sang kakak, Chris Redfield (Robbie Amell).Â
Dan karakter lain yang melengkapi kisahnya juga ikut serta dalam film ini seperti Jill Valentine (Hannah John Kamen), Albert Wesker (Tom Hopper) yang memiliki peran penting di setiap judul video gamenya, dan tentu saja si misterius Ada Wong (Lily Gao).
Dari segi karakter sudah cukup memuaskan karena akhirnya para gamer bisa melihat karakter favorit mereka di layar lebar. Namun sayangnya, kecuali Chris Redfield dan Ada Wong, desain karakter di sini mengalami banyak perubahan bahkan cukup radikal. Entah memang sengaja untuk membedakan desain karakter dari versi gamenya atau memang untuk sekadar kebutuhan "diversity" yang menjadi standar Hollywood saat ini.
Namun, penulis pribadi tak terlalu mempermasalahkan itu. Karena masing-masing aktornya sudah memberikan akting yang sangat baik untuk menghidupkan masing-masing karakter tersebut.
Sementara hal lainnya yang membuat film ini memang setia dengan pakem gamenya adalah bahwasanya latar tempat seperti kantor polisi Raccoon City dan Spencer Mansion yang memang menjadi tempat zombie outbreak pertama kali, mampu dibuat sangat mirip dengan versi video gamenya. Menjadi semacam nostalgia yang membangkitkan kembali ingatan masa kecil saat bermain Resident Evil untuk pertama kalinya.
Sebagai game dengan genre survival-horror, Resident Evil memang selalu mengajak para pemainnya untuk cerdik di setiap level permainannya agar bisa bertahan hidup walau dengan sedikit amunisi dan obat-obatan yang dibawa. Hal yang tak kita temukan dalam saga awal film Resident Evil yang ternyata kali ini justru dibawa ke dalam film reboot-nya.
Alih-alih seperti Milla Jovovich yang menjadikan zombie layaknya papan latihan tembak, di sini kekurangan amunisi saat dikepung zombie menjadi hal yang biasa. Menimbulkan efek horor yang tentunya menarik dan realistis. Terasa survival mode-nya!
Dari desain karakter zombie pun sudah mengacu dengan versi video gamenya. Seperti The Licker, Cerberus, William Birkin, hingga karakter yang baru muncul pada reboot video game Resident Evil 2Â yaitu Lisa Trevor, ikut muncul dan tentu saja menjadi fan service yang cukup menyenangkan.
Pun sejatinya film ini bertabur easter eggs yang ada di versi video gamenya. Di mana hal ini tentu saja akan menjadi hal menarik yang akan mengejutkan dan menyenangkan para gamer veteran.
Sementara dari sisi cerita, seperti yang sudah ditulis sebelumnya, masih setia mengikuti referensi cerita dari Video Game Resident Evil 1 & 2. Dan bagi penonton awam pun ceritanya masuk dalam kategori "aman" karena berjalan linear layaknya film zombie outbreak pada umumnya. Ada fasilitas rahasia, ilmuwan gila, dan berbagai rahasia serta misteri lain yang terkubur di dalam fasilitas itu dan tentu saja di Raccoon City.
Walaupun nuansa survival-horror cukup terasa di film ini, sangat disayangkan bahwa hal itu kurang dimaksimalkan. Terkadang adegan yang seharusnya seram jadi terasa biasa saja karena build atmosphere-nya terasa nanggung dan singkat. Namun beberapa jumpscare-nya masih dibilang cukup baik dan tak ditampilkan secara berlebihan.
Selain itu visual film ini sangat gelap secara harafiah. Pemilihan tone-nya terasa terlalu gelap sehingga beberapa adegan jadi kurang terlihat jelas. Mungkin memang didesain demikian untuk meningkatkan atmosfer horornya yang terasa kurang maksimal jika hanya mengandalkan adegan tertentu.
Jelas bahwasannya Resident Evil versi reboot ini masih memiliki banyak kekurangan di sana-sini. Namun dibandingkan versi Jovovich, penulis pribadi lebih menyukai versi saat ini. Karena selain kaya akan referensi video gamenya, genre survival-horror yang dipertahankan memang menjadi poin plus untuk film ini.
Apalagi dengan franchise Resident Evil yang saat ini sudah memiliki 28 judul video game, baik versi canon maupun spin-off nya, maka jelas bahwa usaha sutradara sekaligus penulis, Johannes Roberts (yang juga fans video gamenya), dalam membangun semesta RE versi film yang lebih luas dan bisa dieksplorasi lebih dalam di masa depan sudah tepat. 28 judul video game jelas menjadi "harta karun" materi yang bisa digarap maksimal dan berkelanjutan.
Kini tinggal menunggu saja apakah Sony memberikan lampu hijau untuk kelanjutan film ini atau tidak setelah melihat hasil box office yang ditambah dengan jumlah penonton versi streaming dan home videonya kelak. Jika ya, maka Sony tinggal mencari sutradara atau penulis yang lebih baik untuk melanjutkan semesta ini ke jalan yang lebih terang.
Jika tidak, maka nampaknya kita harus ucapkan selamat tinggal selama beberapa waktu untuk Resident Evil versi live action ini. Dan kembali harus puas menyaksikan versi animated movienya yang tersedia di Netflix. Atau ya kembali menyaksikan versi Milla, heuheuheu..
Namun saat ini penulis bisa pastikan bahwa Resident Evil sudah kembali ke jalan yang benar. Kembali ke jalan yang sama seperti yang dilewati para gamer setianya sejak puluhan tahun silam.
Skor 7/10
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H