Pada saat menulis artikel ulasan serial asal Jepang berjudul Midnight Diner tiga tahun lalu ( baca di sini) , penulis sempat menyelipkan harapan tentang betapa tema cerita seperti ini akan sangat menarik jika bisa dibuat ke dalam versi Indonesia. Apalagi ditambah dengan adanya fakta bahwa serial tersebut memang sudah diadaptasi ke dalam berbagai versi negara. Asa itu pun membuncah meskipun tak tahu kapan akan terwujud.
Harapan penulis pun tidak disangka "terkabul" ketika Lifelike Pictures yang dinakhodai Sheila Timothy akhirnya menelurkan sebuah serial dengan tema serupa yang tentunya disempurnakan melalui sentuhan cerita dan konflik yang lebih membumi dan kental akan budaya Indonesia. Menjadikannya sebuah original series lokal yang berbeda bahkan bisa dibilang salah satu yang terbaik.
Angkringan The Series yang disutradarai Adriyanto Dewo, orang yang berada di balik kesuksesan film Tabula Rasa(2014) dan Mudik(2019),menjadi judul dari serial berisi 6 episode yang eksklusif ditayangkan di Mola Tv. Di mana tiap episodenya didesain berformat bite-sized karena hanya berdurasi sekitar 17-30 menit.
Dengan tema dan genre yang seperti itu, tentu saja tak salah jika kita merasa ada kesamaan atau kemiripan dengan serial macam Midnight Diner, Izakaya Bottakuri, ataupun film berjudul Barbershop yang juga menangkap berbagai fenomena sosial di sekitaran tempat usaha sang tokoh utama. Namun nyatanya Angkringan The Series memiliki banyak ciri khas yang membuatnya berbeda dengan serial atau film yang sudah disebutkan sebelumnya.
Itulah yang membuatnya bisa menjadi "teman curhat" bagi para pelanggannya. Karena keras dan pahitnya kehidupan yang dialaminya telah mampu menaikkan level simpatinya terhadap seseorang ke tahap empati. Dedi paham dan bisa merasakan setiap luka, kekecewaan, dan trauma yang dialami pelanggannya karena ia lebih dulu mengalami itu semua.
Fakta bahwa ia memiliki masa lalu yang mampu mengubah hidupnya dan menjadikannya sebagai seorang "flaw teacher" yang bijaksana, mungkin lebih mendekatkannya kepada sosok Mine dalam Izakaya Bottakuri alih-alih Master pada Midnight Diner yang cenderung misterius dan tanpa cela.
Peran Dedi di sini lebih condong ke gambaran orang tua yang perhatian, mengayomi, mau mendengar, dan mampu melihat masalah dalam bingkai yang lebih luas. Bukan seperti motivator yang cenderung menyamaratakan tiap masalah dengan cara penyelesaian yang sama.
Itulah sebabnya, setiap episodenya selalu memiliki permasalahan yang berbeda dengan konklusi akhir yang berbeda juga. Sehingga cerita di tiap episodenya memang terasa sangat personal, membumi, dan realistis dengan keadaan saat ini.Â