Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Little Big Women", tentang Keluarga dalam Selubung Patah Hati dan Rahasia

14 Februari 2021   16:15 Diperbarui: 15 Februari 2021   16:23 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tampaknya semua ibu di seluruh dunia hampir memiliki kesamaan dalam hal menjaga pilar-pilar yang menopang rumah tangganya, demi terciptanya harmonisasi dan kebahagiaan bagi anak-anaknya. Meskipun terkadang sakit hati yang berujung pada patah hati menjadi ganjaran yang harus diterima.

Pun tak terkecuali dengan berbagai rahasia yang hampir selalu berhasil ditutup rapat, yang kadangkala justru menjadi beban hidup yang begitu berat kala ditanggung sendirian. Ibu dengan berbagai kompleksitas pilihan hidup untuk keluarganya memang terkadang tidak selalu menghasilkan output yang menyenangkan namun biasanya itulah yang terbaik.

Maka begitupun dengan film tentang keluarga di mana seorang ibu menjadi tokoh sentralnya. Biasanya ceritanya akan begitu relevan, terasa personal, bahkan tak sedikit yang begitu sentimental. Intinya, film tentang keluarga dengan segala permasalahannya biasanya berhasil menyentuh hati kita karena ceritanya yang memang terasa dekat.

Sumber: Netflix.com
Sumber: Netflix.com
Begitupun dengan film Taiwan yang baru saja penulis tonton berjudul Little Big Women garapan sutradara Joseph Hsu yang konon terinspirasi dari kisah nyata sang nenek. Film ini juga menjadi debut penyutradaraannya untuk film panjang setelah sebelumnya menyutradarai dua film pendek, di mana salah satunya yang berjudul Guo Mie menjadi inspirasi film Little Big Women ini.

Film yang di tahun 2020 silam menjadi blockbuster di negara asalnya tersebut juga memboyong banyak nominasi di ajang Golden Horse Award yang merupakan ajang penghargaan tertinggi di Taiwan. Yaitu mendapatkan nominasi di kategori Best New Director, Best Adapted Screenplay, Best Original Film Score, Best Original Film Song, dan Best Supporting Actress. Dengan kategori Best Leading Actress berhasil dimenangkan oleh Shu-Fang Chen yang memang menjadi tokoh sentral di film ini.

Shu Fang Chen sendiri di film ini berperan sebagai nyonya Lin Shoying yang merupakan single parent dengan tiga orang putri. Mereka adalah Yu (Vivian Hsu), Ching (Ying-Hsuan Hsieh), serta Jiajia (Ke-Fang Sun).

Sumber: netflix.com
Sumber: netflix.com
Di hari ulang tahun Lin Shoying yang ke-70, Lin dan ketiga anaknya mendapatkan kabar bahwa Chen Bochang yang merupakan suaminya juga ayah dari ketiga anaknya meninggal dunia setelah belasan tahun menghilang tanpa kabar. Chen Bochang ternyata juga telah menjalin hubungan baru dengan seorang wanita yang lebih muda bernama Tsai Meilin(Ning Ding).

Acara ulang tahun yang sudah dipersiapkan dengan meriah pun tak berjalan sesuai rencana. Ada sedikit kesedihan di situ dibalik kebahagiaan yang memang seharusnya dirasakan malam itu.

Namun meninggalnya Chen Bochang justru menjadi awal dari cerita baru di keluarga Lin Shoying. Cerita yang mengungkap segala rahasia yang selama ini terpendam, dalam selubung patah hati yang begitu dalam.

***

Sumber: cineverse.id
Sumber: cineverse.id
Taiwan memang tak dapat dipungkiri selalu piawai dalam memberikan cerita drama yang tak hanya hangat namun juga terasa dekat. Begitupun dengan film ini yang mampu menampilkan kondisi keseharian orang Asia lengkap dengan berbagai tradisi dan kepercayaannya yang begitu realistis dan detail.

Bagi penulis, pengalaman menonton Little Big Women seperti halnya menonton catatan harian seorang ibu yang sosoknya mungkin kita kenal di sekitar lingkungan tempat tinggal kita atau bahkan mungkin merupakan sosok ibu kita sendiri. Hal tersebut dikarenakan karakter Lin Shoying yang menunjukkan sosok ibu yang tak hanya kuat, namun juga cerdas dan ramah pada sekitar walaupun harus hidup sendirian membesarkan ketiga anaknya tanpa kehadiran suami.

Sumber: cineverse.id
Sumber: cineverse.id
Tentu saja karakter Lin Shoying yang begitu hidup tersebut tak lepas dari kepiawaian Shu Fang Chen mengeksplorasi sisi emosional dalam diri Lin Shoying. 

Dari luar, Lin Shoying seperti sosok ibu kebanyakan. Rela pergi ke pasar pagi-pagi di hari ulang tahunnya demi menyiapkan makanan, rajin mendengarkan cerita keseharian anaknya, juga sayang kepada cucunya yang bernama Clementine (Buffy Chen). 

Namun jauh di dalam dirinya, Lin adalah sosok wanita tangguh yang memang terlatih untuk bertahan, sayang kepada anak-anaknya dan peduli terhadap sekitar, meskipun harus menutup rapat rahasia hidup yang terasa begitu pedih. 

Sumber: Netflix.com
Sumber: Netflix.com
Meskipun film ini pada awalnya terlihat seperti film "seorang istri yang terzalimi vs pelakor," namun seiring berjalannya film penonton justru mendapatkan lebih dari sekadar konflik "recehan" tersebut. Pepatah tak mungkin ada asap jika tak ada api memang berhasil dieksplorasi dengan baik oleh sang sutradara. Sehingga alih-alih menghakimi konflik pernikahan yang rumit tersebut, penonton justru diizinkan untuk merenung dan berempati pada setiap tokoh yang terlibat konflik.

Bahwasanya tiap tokoh di sini tidak sepenuhnya salah, juga tidak sepenuhnya benar. Ada dosa sekaligus kebaikan yang muncul dari tiap pribadi. Menunjukkan bahwa mereka adalah sosok manusia seutuhnya.

Kita memang akan merasakan kesedihan sekaligus rasa kesal yang dialami Lin Shoying. Namun kita pun juga diajak untuk peduli terhadap tokoh Tsai Meilin dan Chen Bochang, yang keduanya memang dipertemukan pada titik terendah kehidupan Chen Bochang. Sebuah titik di mana dirinya merasa bukanlah seorang laki-laki terbaik untuk istri, anak-anak, dan keluarga besarnya. Dan kepergiannya meninggalkan keluarganya adalah keterpaksaan yang menyakitkan.

Sumber: taiwancinema.taicca.tw
Sumber: taiwancinema.taicca.tw
Ketiga anaknya pun memiliki porsi cukup besar di film ini. Di mana Ching, Yu, dan Jiajia selalu berusaha menyadarkan sang ibu untuk move on dari kenangan buruk yang diakibatkan sang ayah. Sekaligus berusaha mencari tahu siapa Tsai Meilin yang hadir di tengah-tengah hubungan sang ibu dan ayah.

Ketiganya pun memiliki problematika kehidupan yang berbeda-beda. Ching yang dominan dan keras kepala serta mudah jatuh hati, seakan mewarisi sikap sang ayah. Sementara Yu si kakak kedua menjadi anak yang "paling sukses" karena memiliki karir dan keluarga yang baik. Sementara Jiajia si anak terakhir mewarisi bisnis restoran keluarga Lin, di mana dirinyalah yang paling kritis serta yang pertama kali berusaha untuk mendamaikan sang ibu dengan Tsai Meilin.

Problematika yang dimiliki masing-masing anak itulah yang membuat cerita film ini semakin menarik. Di mana perbedaan sikap dan cara penyelesaian masalah ketiganya menuntun mereka pada babak baru hubungan mereka dengan sang ibu, yang pada akhirnya justru membuka berbagai rahasia yang sudah seharusnya diungkapkan.

Sumber: vimooz.com
Sumber: vimooz.com
Selain Shu Fang-Chen yang lampu sorotnya memang selalu diarahkan kepada dirinya, penulis juga menyukai akting Ke Fang-Sun sebagai anak terkecil di keluarga Lin. Dirinya sukses memerankan seorang anak bungsu yang cerdas namun sedikit "ceroboh" dan yang paling buta terhadap konflik awal yang terjadi di keluarganya.

Di mana seperti layaknya keluarga, rahasia besar biasanya juga disimpan oleh anak pertama meskipun tidak semua rahasia tersebut diungkapkan. Dan Ying Hsuan Hsieh serta Vivian Hsu berhasil memerankan sosok kakak yang berbeda secara sifat namun tetap rukun dan sayang keluarga. 

Sumber: Justwatch.com
Sumber: Justwatch.com
Ketiganya berhasil menampilkan chemistry yang sangat baik. Dengan beberapa dialog dan gestur tubuh di antara mereka bertiga terasa begitu hangat, sehingga kemunculan mereka bertiga terasa believable sebagai kakak beradik. 

Kemunculan Vivian Hsu di sini juga cukup mengobati rasa rindu akan penampilan dirinya. Vivian Hsu memang tampil di banyak film termasuk beberapa film yang cukup sexy. Namun bagi penulis yang jarang menyaksikan film Taiwan, kehadirannya di sini begitu segar dilihat di mana penampilannya sebelumnya lebih sering penulis lihat dari film-film klasik Bo Bo Ho semisal Shaolin Popey, Dragon From Shaolin, dan Adventurous Treasure Island.

***

Sumber: cineverse.id
Sumber: cineverse.id
Little Big Women memang memiliki pacing yang sangat lambat. Di mana hal tersebut dikarenakan pengembangan cerita dan konflik yang cukup detail, yang belakangan memang dimaksudkan sebagai puncak konklusi pada penutup ceritanya.

Adegan flashback juga diselipkan untuk memperkuat latar belakang konflik keluarga Lin. Di mana beberapa adegan tersebut juga berhasil menyajikan kisah yang sentimental, lucu, bahkan menyebalkan. Menjadi pelengkap kepingan puzzle yang memang disebar sejak awal film dimulai.

Penutup

Sumber: cineverse.id
Sumber: cineverse.id

Little Big Women berhasil menjadi film yang menampilkan cerita penuh konflik sebuah keluarga yang bisa terjadi kepada siapapun. Sebuah permasalahan yang sering terjadi pada berbagai keluarga di seluruh dunia.

Film yang memang mengedepankan tokoh wanita dan sedikit menampilkan tokoh laki-laki ini juga ditujukan sebagai penghormatan kepada para wanita yang berhasil berjuang sendirian dari bawah untuk menghidupi keluarganya walaupun tanpa kehadiran sosok lelaki di sisinya. Namun hebatnya, pesan woman empowerement ini mampu disampaikan secara berimbang tanpa terasa mendiskreditkan kaum laki-laki itu sendiri. 

Namun yang pasti, film ini berhasil menyampaikan pesan bahwa keluarga adalah yang terutama. Bahwasanya kisah patah hati dan rahasia yang menyelubungi suatu keluarga tak selamanya harus dipendam sendirian. 

Ada kalanya keterbukaan terhadap kisah yang sebenarnya justru diperlukan untuk memberikan sudut pandang baru atas konflik yang terjadi sekaligus menjadi obat mujarab atas luka yang membekas begitu dalam.


Film ini sudah bisa disaksikan secara eksklusif di platform streaming Netflix. Di mana film yang kental menampilkan kebudayaan Asia dalam lingkup tradisi serta kepercayaan Budha dan Taoisme ini juga sangat cocok menjadi tontonan di tengah suasana Imlek dan Valentine's Day.

Penulis berikan skor 9/10 untuk cerita kehidupan yang hangat, realistis, dan penuh dengan pesan kehidupan yang tidak terasa menggurui. Little Big Women juga praktis menjadi film favorit penulis di awal tahun 2021 ini.

Selamat menonton. Selamat Tahun Baru Imlek. Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun