Satu hal yang memang menjadi inti dari cerita dalam film ini adalah tentang bagaimana usaha menggapai mimpi jika dilakukan dengan setia dan bersungguh-sungguh, pastilah akan membuahkan hasil. Meskipun terkadang dalam perjalanannya sering menjumpai kerikil tajam yang tak hanya menghambat laju namun juga kerap melukai kaki.
Sylvie dan Robert dipersatukan, dipisahkan, dan dipertemukan kembali karena impian masing-masing. Impian dalam menjalin cinta yang tak lekang oleh waktu serta impian dalam menjalani karir dan menghidupi passionnya masing-masing.
Hal lain yang penulis suka dari film ini adalah bagaimana cerita "kejatuhan" era jazz klasik dan munculnya era soul klasik juga turut dimasukkan. Era di mana musik Stevie Wonder bangkit lantas mendatangkan korban bagi para musisi jazz klasik yang dianggap musiknya sudah mati dan ketinggalan zaman. Dan Robert termasuk yang terdampak.
Perkembangan era yang lantas mengubah jalan hidup keduanya itulah yang kelak menjadi konflik yang menarik dalam kisah perjalanan cinta mereka.Â
Di sini cinta keduanya tak hanya diuji dalam hal kesetiaan dan pengorbanan saja namun juga kejujuran dan komitmen dari hati mereka masing-masing.
Menguji cinta sejati yang dimiliki Sylvie kepada Robert di tengah hantaman badai yang menerpa keduanya.
Penutup
Sylvie's Love tentu saja berhasil menjadi film yang cukup memuaskan dahaga para penikmat film yang rindu akan cerita cinta Hollywood klasik yang penuh dengan dialog manis, adegan romantis hangat, hingga konflik yang terasa dekat dengan realita kehidupan pasangan dewasa.
Bahwasanya menghidupkan cinta tak hanya soal mengucapkan manisnya kata-kata namun juga mampu beradaptasi dengan getirnya realita. Di samping juga tak boleh lelah untuk saling berjuang dan selalu percaya bahwasanya cinta sejati memang benar adanya.