Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Greenland", Ketika Kemanusiaan Diuji di Tengah Bencana Alam

23 November 2020   17:37 Diperbarui: 27 November 2020   16:07 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: timesofindia.indiatimes.com

Jika membicarakan tentang film bencana atau disaster movie yang kemudian dipersempit lagi ke dalam klasifikasi natural disaster, banyak dari kita tentu saja akan langsung mengaitkannya dengan berbagai disaster movie populer di era 90'an hingga 2000'an awal. Sebut saja Dante's Peak(1997), Armageddon(1998),Deep Impact(1998),dan The Day After Tomorrow(2004).

Film-film tersebut bukan hanya seru dan ringan untuk disaksikan sehingga cocok untuk ditonton berulang kali, namun juga berhasil membawa kita ke dalam sebuah imajinasi(atau mungkin pewahyuan) akan sebuah kondisi di mana bumi porak-poranda akibat "amukan" alam semesta. Perasaan ngeri biasanya ikut muncul setelah kita menyaksikan film-film seperti itu.

Pun disaster movie biasanya menjadi salah satu genre film yang menjadi tolok ukur akan kualitas teknologi CGI pada sebuah era. Karena tak dapat dipungkiri teknologi CGI memang diperlukan untuk menciptakan gambaran kehancuran bumi yang diakibatkan oleh letusan gunung berapi, tsunami, hingga hujan meteor berukuran raksasa.

Maka jangan heran ketika kita melihat lompatan visual efek yang luar biasa dari era Armageddon, kemudian ke The Day After Tomorrow, hingga yang cukup baru adalah San Andreas. Lupakan 2012 karena penggunaan CGI nya bisa dibilang over used dan terkesan diproduksi secara prematur.

Greenland kemudian muncul sebagai disaster movie terbaru yang rilis di era pandemi ini. Karena di beberapa negara film ini termasuk ke dalam deretan film yang muncul pada saat pembukaan bioskop kembali.

Pun Greenland hadir di Amazon Prime Video sebagai film Prime Original. Hanya saja bagi kita yang ada di Indonesia perlu menggunakan vpn agar bisa mengakses katalog Prime Video UK karena film ini belum muncul di Prime Video Indonesia.

Syfy.com
Syfy.com
Kembali ke Greenland, sejatinya tak ada sesuatu yang baru dari jalan cerita film bertemakan bencana alam dan usaha manusia menghindarinya. 

Masih tentang bumi yang terancam hancur(kali ini kembali karena serangan komet), warga yang terpilih untuk masuk ke "bahtera Nuh", hingga usaha sang tokoh utama untuk mencapai tempat teraman tersebut dengan harus terlebih dahulu melewati berbagai rintangan yang ada.

Namun yang berbeda dari Greenland adalah bahwasanya film ini menawarkan lebih dari sekadar film bencana alam. Greenland justru lebih mengutamakan sisi psikologis sang tokoh utama ketika berada di tengah bencana alam tersebut, lengkap dengan berbagai konflik internal dan eksternal mereka. Meskipun tak dipungkiri unsur ketegangan dalam film ini juga cukup intense. 

Sumber: deadline.com
Sumber: deadline.com
Adalah John Garrity(Gerard Butler), seorang pekerja sipil yang sedang berusaha memperbaiki pernikahannya dengan Allison(Morena Baccarin). Sementara putranya, Nathan(Roger Dale Floyd), memiliki penyakit diabetes yang membuatnya harus rutin disuntikkan insulin beberapa jam sekali.

Ketika ancaman bencana alam tersebut dimulai, John mendapatkan sebuah pesan di ponselnya yang menyatakan bahwa ia dan keluarganya terpilih untuk masuk ke dalam fasilitas keselamatan yang disiapkan pemerintah. John yang bukan siapa-siapa mendapatkan privilege yang membuatnya tak hanya menjadi incaran orang-orang namun juga membuatnya merasa sedih karena harus berpisah dengan orang-orang terdekatnya yang tidak beruntung.

John pun lantas harus bertanggung jawab memberikan rasa aman bagi keluarganya sekaligus melindungi apa yang sudah menjadi haknya. Apapun dilakukannya demi keselamatan keluarga tercinta.

Disaster Movie yang Grounded dan Menyentuh

Sumber: timesofindia.indiatimes.com
Sumber: timesofindia.indiatimes.com

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwasanya film ini memiliki beberapa konflik internal dan eksternal yang mengiringi langkah sang tokoh utama. Dimana melalui character arc yang dibangun pada tokoh John, kita bisa mendapatkan gambaran bahwasanya John adalah seorang pria biasa dengan jalan hidup yang tak mulus-mulus amat namun dalam perkembangannya bisa mendapatkan sebuah "hadiah" yang diimpikan banyak orang, di mana hal tersebut harus dipertahankannya.

Latar belakang sebagai warga sipil itulah yang lantas membuat film ini tampak begitu membumi. Tidak ada adegan penyelamatan dramatis seperti yang dilakukan Dwayne Johnson pada San Andreas ataupun John Cusack pada 2012 misalnya. Semuanya mengalir begitu natural sehingga sebagai penonton pun kita merasa dekat dengan berbagai konflik yang terjadi.

Mungkin bisa dibilang kondisinya cukup mirip dengan film Impossible(2012) garapan J.A.Bayona yang diperankan Naomi Watts dan melejitkan nama Tom Holland. Hanya saja memang tidak serealistis itu karena Impossible memang diilhami dari kisah nyata. 

Sumber: cinemags.co.id
Sumber: cinemags.co.id
Morena Baccarin tentu patut mendapatkan pujian. Bagaimana perannya sebagai seorang istri yang tetap harus menjadi support system di tengah ketidakharmonisannya dengan suami ditambah dengan kewajibannya menjaga kesehatan sang anak, sangat mampu ditampilkan dengan baik dan natural. Tak jarang emosi yang ditunjukannya pada sebuah kejadian mampu membuat penonton ikut terhanyut di dalamnya.

Pun dengan Gerard Butler yang sosoknya terlalu identik dengan Mike Banning di franchise Has Fallen, nyatanya bisa menunjukkan sosok yang baru dan berbeda. Di sini Gerard tidaklah menjadi jagoan yang mengandalkan ototnya. Ia menjadi sosok ayah pengayom yang rela berkorban demi keluarganya, di mana hal tersebut ditampilkannya dengan cukup realistis.

Sumber: comingsoon.net
Sumber: comingsoon.net
Di sini kita juga diberikan sebab akibat yang terasa masuk akal, yang kemudian menyebabkan rentetan kejadian malang yang menimpa John, Allison, bahkan Nathan. Namun tak ada dari mereka yang tiba-tiba berubah menjadi sosok yang begitu heroik. Mereka tetap bisa menunjukkan kepahlawanannya di setiap hal kecil yang mereka lakukan.

Pun tidak ada adegan kebetulan yang terasa mengada-ada. Kalaupun ada unsur keberuntungan hal tersebut tidaklah muncul secara terus menerus. 

Bencana yang Menguji Kemanusiaan

Imdb.com
Imdb.com

Yang membuat penulis senang menyaksikan Greenland adalah bahwasanya film ini menawarkan hal yang berbeda di tengah narasi bumi terancam bahaya yang terasa repetitif. Ya, unsur kemanusiaan lebih ditekankan melalui sisi psikologis manusia dalam mengahadapi bencana skala besar yang tak mampu diprediksi siapapun itu.

Penulis film ini yaitu Chris Sparling cukup piawai dalam memainkan emosi penonton. Hal yang sebelumnya sudah pernah ia sajikan melalui film yang membuat kita phobia akan ruang sempit, Buried(2010).

Chris nampak menjadi pelengkap bagi sang sutradara, Ric Roman Waugh, yang sebelumnya juga pernah bekerja sama dengan Gerard Butler di film Angel Has Fallen. Melengkapi gaya penyutradaraannya yang bisa dibilang tak ada yang spesial.

Sumber: fortressofsolitude.co.za
Sumber: fortressofsolitude.co.za
Penulis sangat senang dengan bagaimana gambaran respon orang-orang yang tak terpilih terhadap mereka yang terpilih, pun sebaliknya. Ego dan logika terkadang memang harus lebih berkuasa di tengah kondisi yang serba tidak menentu tersebut meskipun memang terasa cukup menyakitkan bagi kedua belah pihak.

Hal yang memang dengan apik dibangun sejak awal film ini hingga klimaksnya kemudian menyebabkan terjadinya pertikaian hingga kematian yang sebenarnya tidak diinginkan. Di sini unsur kemanusiaan benar-benar diuji.

Singkatnya, film ini mampu menangkap suasana chaos, mencekam, dan ketidakberdayaan manusia terhadap situasi mengerikan tersebut di sepanjang 2 jam durasi filmnya. Membuat kita tak berfokus pada kehancuran dunia karena tabrakan komet belaka, melainkan bagaimana perubahan sifat manusia itu nyata adanya dan teruji dalam setiap situasi sulit yang melanda hidup mereka.

Penutup

Deadline.com
Deadline.com

Greenland sebenarnya masih memiliki cerita yang tak jauh berbeda dengan disaster movie lainnya. Hanya saja lebih banyak porsi drama kemanusiaannya itulah yang membuat film ini cukup berbeda dan tampil segar.

Penulis cukup menyayangkan endingnya yang terkesan membuat film ini tak mendapatkan klimaksnya. Karena sebenarnya ada bagian yang jika sang sutradara mengakhirinya di situ bisa berpotensi menghasilkan cliffhanger atau ending multi tafsir yang menarik. Ya, sekadar opini penulis saja heuheu.

Greenland juga tidak dihujani CGI berlebihan. Semuanya terasa cukup dan pas, sehingga nyaman untuk disaksikan bagi anda yang tak terlalu menyukai film yang "CGI banget" seperti 2012.

Greenland penulis berikan skor 7,5/10.

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun