"Yang kau lakukan adalah membiarkan seorang rasialis menjadi idola baru Amerika"- Billy Butcher dalam The Boys Season 2.
Selayaknya sekuel film superhero yang selalu menawarkan banyak hal lebih kepada para penontonnya, The Boys yang sejatinya merupakan sisi terbalik dari apa yang kita kenal dari cerita superhero selama ini juga menawarkan hal yang sama. Bisa dibilang musim kedua The Boys jauh lebih ambisius, lebih kompleks, lebih brutal, lebih kelam, dan tentu saja lebih spektakuler.
Jika pembaca mungkin asing dengan apa sebenarnya serial The Boys ini, mungkin bisa terlebih dulu membaca tulisan saya di tahun 2019 silam. Berikut linknya; "The Boys", Satir Superhero dengan Kemasan Intrik Politik yang Menggelitik
Di mana hilangnya Billy menyebabkan The Boys yang berisikan Hughie(Jack Quaid), Mother's Milk(Laz Alonso), Frenchie(Tomer Capon), dan Kimiko(Karen Fukuhara) menjadi buronan paling dicari saat ini.
Pun organisasi tempat The Seven bernaung, Vought, justru semakin besar dan populer di tengah masyarakat. Vought dan The Seven masih dianggap sebagai solusi perlindungan dari bahaya terorisme yang mengancam Amerika Serikat serta dunia meskipun faktanya justru kebalikannya.Â
Namun tak hanya itu, misteri dan berbagai rahasia masa lalu para anggota The Seven bahkan The Boys pun mulai terkuak sedikit demi sedikit. Menyusun kepingan puzzle yang memang sudah dipersiapkan sejak musim pertamanya dan menjadi penanda akan munculnya musim ketiganya kelak.
***
Sifat-sifat manusiawi seperti haus kekuasaan, haus popularitas, dan keinginan untuk terus dicintai justru jauh lebih mendominasi daripada keinginan untuk menolong setiap orang dengan tulus.
Premis menarik yang membangun inti cerita di musim pertamanya itulah yang lantas semakin dikembangkan di musim keduanya ini. Di mana jalan ceritanya saat ini jauh lebih kompleks, masalahnya jauh lebih dalam, serta semakin banyak propaganda yang dibuat di mana diantaranya berisi kritikan cukup relevan dengan berbagai isu yang berkembang di dunia saat ini.
Jika di musim pertamanya pondasi cerita yang dibuat cenderung linear, maka di musim keduanya jauh lebih bervariatif. Setidaknya ada beberapa pondasi cerita yang dibangun, misteri yang ditambahkan, hingga konflik yang belum usai di episode terakhir musim keduanya, yang memberikan tanda bahwasanya serial ini masih menempuh jalan panjang untuk menemui garis finishnya.
Billy yang memang dibentuk secara keras di keluarganya menjadikan dirinya seorang lelaki yang kasar, tidak takut pada apapun, memiliki prinsip yang kuat, namun menyimpan sakit hati dan dendam masa lalu yang lantas menjadi titik lemahnya.
Sementara Homelander, dibalik kekuatan luar biasa yang dimilikinya sejatinya adalah seorang lelaki yang benar-benar rapuh dan rindu sosok ibu dalam hidupnya.Â
Itulah sebabnya di musim keduanya ini kita akan sering melihat bagaimana Homelander sering melakukan tindakan tak lazim serta penyimpangan seksual hanya karena dirinya merindukan sosok seorang ibu.
Misal pada karakter The Deep(Chace Crawford) dan A-Train(Jessie T. Usher) yang merupakan anggota The Seven yang mulai masuk ke dalam pengasingan karena performa aksinya yang tak baik. Mereka mencoba untuk mendapatkan kembali popularitasnya melalui jalur alternatif yaitu gereja.
Di sini menjadi satir yang menggelitik bahwasanya di dunia nyata saat ini pun banyak orang yang memanfaatkan lembaga keagamaan hanya untuk meraup popularitas dan atensi publik semata. Pun lembaga keagamaan misalnya gereja juga sama, karena kerap menciptakan citra positif hanya demi keuntungan bisnis semata.
Queen Maeve menjadi semacam gambaran eksploitasi seksual di dunia hiburan, namun di sisi lainnya juga menjadi simbol perlawanan terhadap hal tersebut. Di mana Maeve memiliki pergolakan hati untuk melawan sistem yang membuatnya tak bisa menjadi diri sendiri.Â
Melawan keharusan dunia hiburan dalam memasukkan isu LGBT yang bukan berdasarkan keresahan hati melainkan semata-mata demi meraup lebih banyak keuntungan dan perhatian publik saja.Â
Namun di tengah nuansa kelam dan menegangkan di setiap episodenya, The Boys masih memberikan ruang untuk cerita cinta yang cukup kuat melalui chemistry Hughie dan Starlight serta Billy dan Becca yang diperankan oleh Shantel VanSanten.
Namun baik Erin Moriarty ataupun Shantel VanSanten berhasil memberikan visual menarik berkat paras cantik mereka dan menjadikan mereka karakter love interest yang sangat dinanti kemunculannya dan memang dibutuhkan di tengah kebrutalan 8 episode serial ini.
Hughie dan Starlight menjadi bukti bahwa cinta bisa tumbuh dalam momen tersulit dan tidak ideal sekalipun. Sementara Becca yang menjadi korban kebejatan Homelander di masa silam, menjadi semacam kekuatan bagi Billy untuk bisa melawan The Seven dan mengembalikan segala aspek kehidupan yang direnggut kemunafikan The Seven. Termasuk berjuang untuk seorang anak yang ternyata menyimpan kekuatan besar dan spesial.
Namun yang pasti The Boys masih menjadi serial yang cukup "gila" (dalam arti baik tentu saja). Gila karena serial ini bisa begitu binge-able, meskipun bertaburkan adegan brutal penuh darah yang tak jarang membuat kita merasa mual. Kepala pecah begitu saja, wajah hancur penuh darah, hingga suara remukan tulang menjadi beberapa hal brutal yang akan kita temui dengan sangat mudah.Â
Gila karena tak pernah malu-malu dalam mengkritik habis-habisan isu global yang ada, bahkan khususnya kondisi sosio politik di Amerika Serikat itu sendiri.
The Boys tentu tak boleh dilewatkan begitu saja. Mengingat serial ini adalah flagship dari Amazon Prime Video sehingga sisi produksinya juga begitu mengagumkan untuk disimak. Mulai dari desain set, CGI, tata kostum, hingga pemilihan tone film yang mengingatkan kita akan film-film milik Zack Snyder.
Bahkan ada satu adegan yang melibatkan perkelahian para aktris wanita di salah satu episode yang cukup membuat mulut ini berdecak kagum. Lupakan kemunculan all female heroes di adegan final Avengers:Endgame.Â
Adegan di The Boys jauh lebih baik, lebih apa adanya, dan benar-benar menunjukkan woman empowerement jika emmang itu tujuan dibangunnya adegan pertarungan para hero wanita. Eksplosif, seru, dan pastinya sangat amat emosional.Â
Angkat topi untuk musim kedua The Boys.Â
The Boys Season 2 penulis berikan skor 9/10.
Cukup sempurna hingga terasa hampa ketika musim keduanya sudah berakhir di minggu lalu. Ah, cepatlah datang musim ketiga.
Selamat menonton. Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H