Kata pulang tentu saja memiliki berjuta makna yang begitu dalam bagi manusia. Pulang juga menjadi semacam aktivitas yang paling ditunggu setelah sekian lama pergi merantau ataupun sekadar bepergian ke belahan dunia lain untuk waktu yang lumayan panjang.
Entah pulang ke rumah yang sudah lama ditinggal pergi ataupun pulang demi singgah ke dalam hati seseorang yang dicintai, kerap menjadi momen yang mengharukan bagi kedua belah pihak. Pihak yang ditinggalkan dan pihak yang meninggalkan tentu saja.
Namun bagi sebagian orang, kata pulang justru bisa menjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Entah karena kondisi di dalam rumah yang tidak menyenangkan ataupun memang seseorang yang menjadi labuhan hatinya untuk pulang sudah menolak kedatangannya.
Namun berbicara tentang mewahnya arti sebuah kepulangan, sejatinya bisa kita temukan pada setiap tentara yang berjuang di medan perang. Pengorbanan mereka untuk terus berjuang sampai waktu penugasan mereka usai, kelak membuat mereka tak lagi bisa merasakan momen pulang dalam waktu yang lama.
Maka ketika momen kepulangan tersebut muncul, pada akhirnya menjadi sesuatu yang begitu disyukuri oleh para tentara di zona konflik tersebut.Â
Momen pulang menjadi saat yang tepat bagi mereka untuk sekadar berjumpa dengan orang tua, bertemu istri dan anak-anak, bahkan yang terpenting bisa menikmati hidup sebenar-benarnya tanpa takut menemui desingan peluru atau menginjak ranjau yang tertanam di dalam tanah.
Namun alih-alih langsung dipulangkan untuk menemui keluarganya, para tentara muda ini justru dimasukkan ke dalam semacam fasilitas yang konon berfungsi untuk menyembuhkan trauma pasca perang bernama Homecoming.
Di sana mereka kemudian diberikan program yang bertujuan mempersiapkan mereka untuk berbaur kembali dengan masyarakat. Bahkan yang terpenting, diberikan berbagai skill yang kelak bisa mereka manfaatkan untuk mendapatkan pekerjaan.
Adalah Heidi Bergman (Julia Roberts) yang kemudian ditugaskan untuk menjadi konselor bagi para tentara muda tersebut. Di mana setiap harinya selalu berinteraksi dan mendengarkan cerita para tentara tersebut, khususnya Walter Cruz, sesuai dengan protokol fasilitas yang berlaku.
Namun alih-alih mendapatkan cerita yang bisa membantu Walter Cruz mengurangi trauma perangnya, Heidi justru menemukan sesuatu yang aneh pada dirinya. Sesuatu yang justru membuat Cruz dan teman-temannya seperti memiliki batasan akan ingatannya sendiri.
Tahu ada sesuatu yang salah di tempat tersebut, Heidi pun lantas mencari tahu kebenarannya. Ia pun bertekad untuk mengungkap misteri dan menolong siapapun yang menjadi korban di tempat tersebut. Terutama Walter Cruz yang ia tahu menjadi semacam kelinci percobaan di tempat tersebut.
Hati nuraninya pun bergejolak antara harus patuh pada peraturan perusahaannya atau mengikuti kata hatinya yang ia tahu akan sangat beresiko bahkan bagi dirinya sendiri.
Lantas, apa sebenarnya tujuan daripada fasilitas Homecoming tersebut? Siapa dalang dari semua ini?
Serial Misteri dengan Tone Klasik yang Unik
Keduanya sama-sama digemari karena berhasil mengemas tiap kisahnya dalam rangkaian storytelling yang menarik pendengar.
Modern Love dengan kisah-kisah romantis yang menyejukkan hati, sementara Homecoming dengan kisah misteri yang membuat penasaran.
Sejak episode pertamanya, serial Homecoming garapan Sam Esmail ini memang langsung menunjukkan jati dirinya sebagai serial drama yang bukan 'kaleng-kaleng'. Dengan tone yang warm yang dipilihnya, semakin menegaskan bahwa serial ini bakal menyajikan sesuatu yang kelam dan tidak nyaman.
Ditambah dengan pergerakan kamera dari Tod Campbell yang cenderung sering menampilkan posisi steady shot untuk kemudian bergerak sangat amat lambat demi fokus pada kondisi penuh dialog, maka semakin terasa lah suasana intimidatif yang coba dihadirkan serial ini.Â
Karena dengan teknik kamera seperti itu, penonton seakan dipaksa untuk mengikuti dinamika konflik secara perlahan sambil menerka-nerka ada misteri apa di balik itu semua.
Oh iya, bahkan serial ini cukup unik dalam hal pengaplikasian aspek rasio layar. Di mana penonton bakal sering diberikan kombinasi rasio layar 16:9 dan 4:3 yang hampir membentuk kotak sempurna.
Sekadar informasi, aspek rasio 16:9 dimunculkan untuk adegan yang menggambarkan timeline utama penceritaan, yaitu di tahun 2018 ketika Heidi Bergman masih bekerja di fasilitas Homecoming. Sementara aspek rasio 4:3 dimunculkan untuk adegan yang menceritakan kondisi Heidi 3 tahun setelahnya.
Tak hanya itu, departemen musik dalam serial ini juga patut diacungi jempol. Pasalnya scoring di tiap episodenya mampu memberikan warna misteri yang amat kuat, terasa intimidatif, dan tak jarang cukup mampu membangun perasaan tak nyaman.Â
Mirip dengan apa yang dilakukan sutradara legendaris, Stanley Kubrick, pada film-film horor dan misterinya.Â
Julia Roberts dan Sisi Gelap Perang
Sebagai aktris, peran sentralnya tentu tidak mengecewakan. Akting Julia Roberts yang kita lihat pada serial ini masih sama menariknya seperti saat dirinya membintangi Pretty Woman, Eat, Pray, Love ataupun Money Monster. Tidak terlihat adanya penurunan performa dari aktris yang di tahun ini sudah menginjak usia 53 tahun.
Namun di balik semua itu, serial ini jelas memberikan pesan yang kuat tentang sisi gelap sebuah perang khususnya perang yang dilakukan Amerika.Â
Perang yang membuat sebagian tentaranya nampak heroik, namun tak jarang juga membuat para tentaranya terpaksa berjalan ke lembah kematian yang sejatinya tidak diinginkannya hanya demi arti loyalitas terhadap negara.
Akibatnya, banyak tentara yang harus bertugas dalam jangka waktu yang lama, sebelum pulang sesaat untuk kemudian ditugaskan lagi di daerah konflik lainnya.Â
Hal inilah yang membuat para tentara harus diprogram layaknya robot, agar bisa mengesampingkan sisi manusia seperti trauma dan ketakutannya, hingga kemudian bisa dikirimkan kembali ke medan perang hingga puluhan kali tanpa khawatir.
Membuat kita sadar bahwa sejatinya para tentara di luar sana mengalami ancaman yang cukup berarti, di mana sayangnya hal tersebut justru timbul dari dalam negara yang mereka bela.
Taruma perang yang kemudian muncul pun sejatinya tak selalu bisa disembuhkan oleh seorang konselor dalam sebuah fasilitas yang super canggih. Trauma perang yang nyatanya hanya bisa disembuhkan secara tradisional yaitu dengan tetap memanusiakan manusia.
Dan Homecoming berhasil menangkap kengerian dan kenyataan tersebut dalam wujud serial misteri sci-fi dengan cerita yang terangkai baik di tiap episodenya, hingga kemudian menyajikan twist yang apik di akhir seasonnya.
Penutup
Hanya saja bagi anda pecinta drama misteri dengan sajian twist yang apik, Homecoming cukup mampu memenuhi eskpektasi karena kita sebagai penonton terus dituntut untuk menebak-nebak apa yang terjadi sebenarnya, siapa dalangnya, hingga apa tujuan sebenarnya dari fasilitas 'penyembuhan' tersebut.
Serial original Amazon Prime ini sejatinya sudah muncul sejak tahun lalu dan akan memasuki season keduanya tanggal 22 Mei ini. Jadi, cukup worth untuk marathon musim pertamanya sebelum mulai memasuki musim keduanya yang dari trailernya nampak lebih menjanjikan.
Homecoming penulis beri nilai 8/10 untuk cerita misteri yang padat, akting menawan Julia Roberts, dan visualisasi ala film era 80-an yang unik dan segar.
Selamat menonton. Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H