Jika berbicara tentang film horor Indonesia berkualitas dan cukup berbeda secara tema, maka sudah pasti Sebelum Iblis Menjemput yang rilis di tahun 2018 silam masuk ke dalam list para pecinta genre horor.Â
Pasalnya, film karya sutradara Timo Tjahjanto (Rumah Dara, The Night Come for Us) ini menawarkan sesuatu yang berbeda bahkan tergolong jarang untuk ukuran film horor Indonesia.
Alih-alih hanya memberikan sajian berupa supranatural horror yang menampilkan penampakan hantu-hantu tradisional Indonesia, Timo justru mengkombinasikannya dengan unsur lain semisal psychological horror, action, dan gore, sehingga cukup fresh disaksikan kala itu. Jarang ada sutradara yang mau ambil resiko menelurkan film yang tergolong 'bukan untuk semua orang'.
Kembalinya Iblis di Kehidupan Alfie
Diliputi rasa bersalah dan terus dihantui oleh penglihatan yang tidak biasa, Alfie pun kini begitu lemah, depresi, bahkan terus merasa ketakutan.
Namun di tengah-tengah kesulitannya, Alfie justru dihadapkan kembali pada situasi yang tidak mengenakkan pasca dirinya diculik dan dibawa ke sebuah panti asuhan yang terbengkalai untuk bisa membantu 6 anak muda yang diteror oleh kekuatan jahat yaitu Budi (Baskara Mahendra), Leo (Arya Vasco), Kristi (Lutesha), Martha (Karina Salim), Jenar (Shareefa Danish), dan Gadis (Widika Sidmore), pasca kematian tragis salah satu saudara mereka, Dewi(Aurelie Moremans).
Alfie pun tak punya pilihan selain membantu mereka dan sekali lagi bersinggungan dengan bahaya yang bisa mengancam nyawanya.Â
Namun, apa sebenarnya yang akan dihadapi Alfie? Dan mengapa teror jahat itu mengancam 6 pemuda tersebut? Tentu jawabannya bisa didapatkan dengan menonton film ini yang masih segar di etalase bioskop nasional.
Heavy Metal Horror yang Seru dan Menegangkan
Mungkin bagi beberapa orang, mendengar sebutan heavy metal horror akan terasa sedikit berlebihan. Namun bagi penulis, mengibaratkan film ini dengan musik heavy metal memang nampak paling pas untuk menggambarkan keseluruhan film.
Layaknya musik heavy metal yang keras dan mengehentak, sedari awal SIMA2 langsung menggebrak dengan aneka terornya, jumpscare menyebalkan, hingga atmosfer tidak nyaman yang tercipta dari tiap sudut ruang yang dihadirkan.
Seperti halnya masuk ke dalam wahana rumah berhantu yang dipenuhi aneka teror mengejutkan, seperti itulah SIMA2 bekerja.Â
Adegan horor dan aksinya begitu intens sedari awal, hingga membuat penonton sulit bernapas lega pada tiap adegan mengerikan yang membuat adrenalin membuncah.
Layaknya musik heavy metal yang tanpa tedeng aling-aling menggetarkan telinga para pendengarnya hingga mencapai titik eargasm, SIMA2 pun langsung menggetarkan mata penonton berkat visualisasi yang dihadirkan sedari awal hingga mencapai titik puncak eyegasm.
Sinematografi arahan sinematografer Gunnar Nimpuno (The Night Come For Us, Killers), jelas mampu menghidupkan tiap suasana mencekam walau di tempat yang cenderung terang sekalipun.Â
Gunnar nampaknya memang membiarkan para penontonnya terjebak dalam suasana mencekam dan tak mengizinkan kita untuk sedikit duduk nyaman selama 1 jam 50 menit durasi filmnya.
Pujian tentu saja patut disematkan pada siapapun yang berada pada divisi makeup, wardrobe, serta special effect yang mampu menghadirkan beragam karakter mengerikan di film ini.
Mulai dari penampakan hantu, adegan kesurupan, hingga third act yang menampilkan sosok 'boss' iblis yang begitu kuat, mampu membuat penonton menikmati setiap visualisasi karakternya. Apalagi adegan gore yang menampilkan banyak darah juga begitu halus dan believable sehingga turut menambah rasa ngeri dan ngilu bagi penonton.
Walaupun jika dibandingkan Ratu Ilmu Hitam, gore pada SIMA2 masih masuk ke dalam tahap 'wajar'.
Singkatnya, SIMA2 berhasil memberikan para penontonnya sebuah sajian horor penuh darah dengan gaya heavy metal layaknya film-film horor cult yang mungkin kita kenal seperti Evil Dead ataupun Army of Darkness.
Sajian Horor Menjanjikan, Minim Peningkatan Cerita
Bisa dibilang SIMA2 sangat menjanjikan sebagai film horor penuh darah yang membangkitkan lagi nostalgia akan film-film cult horror seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Penuh darah, kaya aksi seru, dan menggunakan simbol-simbol iblis yang jamak kita saksikan pada film horor Hollywood.
Premisnya juga masih menarik dan cukup masuk akal pada proses pengembangan konfliknya, khususnya yang dialami sang tokoh utama, Alfie.
Hanya saja jika dibandingkan dengan film pertamanya, SIMA2 cenderung stagnan dalam hal pengembangan cerita dan skripnya. Dialognya masih terasa tidak natural layaknya film pertamanya, bahkan beberapa di antaranya cukup cringe untuk didengarkan.
Sementara sang aktris cilik, Hadijah Shahab, meskipun menampilkan potensi namun dalam film ini pemilihan dialognya terasa sangat garing dan tidak natural.Â
Sangat disayangkan karena peran Hadijah sebagai Nara sejatinya cukup penting untuk membangun chemistry dengan Alfie. Dan karena hal itu jugalah, maka chemistry yang terbentuk di antara mereka berdua nampak biasa saja.
Di sini mereka sudah cenderung aktif dan tidak sekadar wait and see seperti yang ditampilkan pada SIM. Sehingga tiap adegan pada sekuelnya kali ini menjadi lebih dinamis, hidup, dan believable.
Pun hal lain yang patut diacungi jempol adalah pemilihan referensi Satanic yang dilakukan oleh Timo begitu kaya dan terlihat tidak main-main. Hal tersebut dikarenakan Timo mengambil referensi dari ragam kebudayaan seperti Mediterania, Afrika, Mesir kuno, hingga Yunani kuno.
Sehingga baik secara simbol, sosok iblis, dan peraturan apa yang timbul dari suatu belenggu kutuk, mampu ditampilkan secara otentik dan bisa dicari faktanya. Salam hormat buat Timo untuk segala detail yang ditampilkan di sepanjang film.
Penutup
Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 memang menjadi definisi dari film horor yang bukan untuk semua orang. Apalagi jika Anda tidak nyaman dengan segala bentuk kesadisan dan adegan penuh darah.
Namun Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 tentu bisa menjadi alternatif horor bagi setiap kita yang bosan dengan horor yang sekadar penampakan saja. Karena SIMA2 begitu kaya dalam menyajikan rentetan terornya dan membuat adrenalin kita terus terpacu di sepanjang film. Dijamin, tidak akan bikin ngantuk.
Bagi yang sudah menonton SIM dan suka akan ceritanya, SIMA2 tentu menjadi sekuel yang tak boleh dilewatkan. Namun bagi yang belum menonton SIM jangan khawatir tidak bisa mengikuti jalan ceritanya.Â
Karena walaupun sekuel, namun secara keseluruhan SIMA2 adalah cerita yang berbeda. Kalaupun ada referensi adegan yang berasal dari SIM, maka hal tersebut masih bisa dimengerti dan diikuti, karena potongan-potongannya pum ditampilkan pada beberapa adegan dalam SIMA2.
So, jangan berharap lebih pada cerita ataupun kualitas dialognya. Nikmati SIMA2 selayaknya kita memasuki wahana rumah hantu yang seru, mencekam, dan penuh kejutan.
Skor: 7,5/10
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H