Parasite juga mempersilakan kita untuk menikmati sebuah film kombinasi arthouse dan komersil yang mampu menjangkau seluruh kalangan, sehingga tidak perlu susah payah untuk mencerna tema besarnya apalagi untuk sekadar menikmatinya sebagai film drama/thriller/comedy yang utuh.
Parasite juga menunjukkan kepada dunia bahwa memang sudah seharusnya Academy Awards menjadi rumah bagi semua film yang diproduksi di seluruh dunia. Tidak lagi hanya sekadar ajang yang fokus pada industri perfilman Hollywood saja.
Karena biar bagaimanapun, industri film dunia telah berkembang secara masif, dan negara-negara yang sebelumnya selalu menjadi underdog seperti Indonesia, bukan tidak mungkin akan berprestasi di masa depan.Â
Dan semua impian yang awalnya terasa jauh tersebut lantas menjadi dekat dan nyata pasca Parasite mampu meraihnya.
Seperti halnya Korea Selatan yang butuh waktu lama untuk membenahi industri perfilmannya hingga mencapai titik tertingginya hari ini, Indonesia pun harus mempersiapkan dengan baik segala proses pembenahan industri perfilman nasional kita, agar kelak bisa lebih berprestasi lagi di kancah dunia.
Di mana berbagai prestasi tersebut tidak bisa diwujudkan secara instan, melainkan harus konsisten dan sepenuh hati dalam membangun industri perfilman bersama-sama.
Namun satu hal yang ingin penulis sampaikan yang tentunya tidak bermaksud mendiskreditkan kualitas film nasional, kemenangan Parasite seakan menjadi pesan kuat untuk Indonesia bahwa agar bisa lolos dalam seleksi Best Foreign Feature Film, sudah semestinya tak melulu mengirimkan film-film bergenre arthouse.Â
Karena biar bagaimapun, yang terpenting dari sebuah film adalah tema besar yang dibawa dan peka terhadap isu sosial, sembari mengemasnya dengan cara yang ringan dan bisa dinikmati oleh semua orang bukan hanya oleh segelintir kalangan.
Hal itu memang penting pada sebuah film, hanya saja nampaknya memang tak selalu penting dalam hal penjurian Oscar yang melibatkan banyak voter dari berbagai latar belakang dan selera film.