Bagi yang bukan pembaca komik, Birds of Prey memang tak setenar nama-nama 'super team' lain asal DC semisal Justice League dan Suicide Squad, atau asal Marvel semisal Avengers dan X-Men.Â
Namun tetap saja, Birds of Prey yang komiknya pertama kali muncul di tahun 1996 tersebut lantas menjadi salah satu super team yang cukup berpengaruh di semesta DC serta menjadi favorit para penggemar komik superhero karena berhasil menggabungkan berbagai hero & villain wanita dalam satu tim yang menjalankan berbagai misi seru dan unik.
Batgirl dan Black Canary lantas tercatat sebagai original member dari Birds of Prey yang kemudian merekrut banyak personil lain semisal Huntress, Hawkgirl, Dove, hingga karakter villain seperti Catwoman dan Poison Ivy.
Setelah para anggotanya beberapa kali muncul pada berbagai serial tv DC, tahun ini Birds of Prey akhirnya mendapatkan debutnya di layar lebar lewat film Birds of Prey and The Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn. Sub judul yang sangat panjang namun cukup menarik, karena mendapatkan embel-embel Harley Quinn yang sejatinya belum pernah masuk ke dalam squad Birds of Prey.
Dinahkodai oleh sutradara wanita, Cathy Yan, film ini lantas mendapatkan polesan cerita dari penulis skenario Christina Hodson, yang sebelumnya dikenal lewat film Bumblebee.
Margot Robbie lantas kembali didapuk sebagai Harley Quinn yang kali ini ditemani oleh Mary Elizabeth Winstead sebagai Huntress, Jurnee Smollett Bell sebagai Black Canary, Rosie Perez sebagai Renee Montoya, dan Ella Jay Basco sebagai Cassandra Cain. Dengan Ewan McGregor didapuk sebagai Roman Sionis alias Black Mask yang menjadi musuh utama dalam film ini.
Tentang Birds of Prey dalam Sudut Pandang Harley Quinn
Di mana kisah putus cintanya dengan Joker kemudian dimaksudkan sebagai penghubung atas Suicide Squad-nya David Ayer sekaligus ucapan perpisahan secara simbolik bagi Joker-nya Jared Leto yang mungkin tidak akan kita lihat lagi di masa depan. Bahkan Joker pun turut menjadi motif utama atas berbagai hal gila yang kelak akan dilakukan oleh sang ratu kejahatan Gotham di sepanjang film ini.
Meskipun porsi Harley Quinn jauh lebih besar dari Birds of Prey itu sendiri, namun percayalah ini bukanlah film 'solo' Harley Quinn. Ini tetap menjadi origin story dari Birds of Prey yang diambil dari sudut pandang seorang Harley Quinn.
Cukup unik namun membuat kita seakan ikut berpetualang ke dalam isi pikiran Harley yang rumit.
Pun kehadiran Harley Quinn juga nampak menjadi opsi paling baik untuk memperkenalkan Birds of Prey ke publik luas, melalui salah satu karakter Suicide Squad lama yang tersisa yang juga berperan sebagai jembatan penghubung ke Suicide Squad baru arahan James Gunn nantinya.Â
Ya, meskipun squad Birds of Prey di film ini belum menyertakan Batgirl sebagai member asli, namun tetap membuka peluang cerita yang lebih luas ke depannya dan kemungkinan kemunculan karakter-karakter baru lainnya.
Suicide Squad Namun dengan Peningkatan di Segala Sisi
Pada dasarnya Birds of Prey membawa semangat  Suicide Squad namun dengan peningkatan di sana-sini. Baik dari tone film yang digunakan, pemilihan palet warna neon sebagai penguat sisi visual Gotham yang modern namun kelam, hingga humor gelap yang berseliweran, tentu mengingatkan kita pada Suicide Squad yang rilis di tahun 2016 silam.Â
Atau setidaknya, sisi teknis yang dipilih membuat kita tahu bahwa ini masih ada dalam semesta yang sama dan memang melanjutkan beberapa keping cerita yang sudah dibangun oleh David Ayer sebelumnya.
Hanya saja Birds of Prey lantas meningkatkannya melalui fun factor yang lebih optimal, aksi seru yang lebih brutal, dan bumbu woman empowerement yang kuat meski kemudian berhasil disampaikan secara halus dan tidak berlebihan.
Pun dengan ragam selipan humor yang lantas membuat berbagai respon tawa kita keluar mulai dari yang sekadar senyum hingga terbahak-bahak, menjadikan film ini nampak tidak membosankan untuk diikuti. Menyenangkan!
Tak hanya itu, film ini juga di atas ekspektasi berhasil menampilkan adegan fighting yang cukup banyak dengan latar yang digunakan sebagai battle stage juga cukup menarik dan beragam.
Mulai dari pertarungan di gang kotor, di jalanan menggunakan sepatu roda Harley Quinn, hingga pertarungan di arena sirkus/arena bermain yang penuh warna, jelas menjadikan adegan pertarungan di film ini nampak fun, seru, sekaligus mengingatkan kita pada gaya pertarungan video game yang meningkat secara bertahap sebelum bertemu dengan boss utama.
Harley Quinn memang tidak mengatur taktik ataupun memiliki visi cemerlang selain rencana dasar yang dibuat mengalir begitu saja. Namun kehadirannya memang sangat penting bagi keberhasilan misi yang dijalankan oleh all woman squad tersebut.
Pujian juga patut disematkan kepada Ewan McGregor yang tampil meyakinkan sebagai seorang mafia licik dan sadis. Meskipun peran jahat dan kengeriannya masih bisa ditingkatkan lagi, namun porsinya di film ini pun sudah cukup untuk menjadi penjahat utama sekaligus simbolisme atas toxic masculinity yang kerap memanfaatkan wanita sebagai komoditas bisnisnya serta menyalahgunakan wewenangnya untuk keuntungannya semata.
Percayalah, menyaksikan perjalanan dan petualangan para wanita sangar dan sedikit gila tersebut terasa sangat menyenangkan dan mengasyikkan.
Emansipasi Harley Quinn yang Mengagumkan
Pada dasarnya ini bukan hanya tentang origin story dari Birds of Prey. Bukan juga tentang Harley Quinn semata.Â
Birds of Prey faktanya juga menyampaikan isu kesetaraan gender melalui empat karakter utamanya yang masing-masing memiliki cerita masa lalu kelam yang beragam namun kemudian mengerucut pada satu permasalahan utama yaitu tidak bisa lepas dari bayang-bayang seorang pria yang 'melindunginya'.
Jika Harley bergantung pada Joker, Black Canary pada Sionis, dan Montoya pada atasannya yang korup dan lemah, maka Huntress menjadi satu-satunya wanita yang sudah melewati fase ketergantungan itu dan berhasil menjadi seorang yang independen. Meskipun Huntress kemudian juga masih diliputi rasa tidak percaya diri yang tinggi akan kemampuan dan penampilannya sendiri.
Bahkan Montoya juga bisa menjadi pembuka jalan bagi DC untuk memperkenalkan berbagai karakter LGBT-nya di kemudian hari. Karen meskipun tidak disebutkan secara spesifik di film tersebut, namun faktanya Montoya memang merupakan seorang lesbian jika mengacu pada versi komiknya.
Mereka lantas membuat BOP layaknya sebuah panggung emansipasi atas ke-empat karakter ini. Di mana satu sama lain kemudian tak hanya saling melengkapi namun juga membantu untuk mengeluarkan potensi terbaik masing-masing dalam usahanya mewujudkan dunia terbaik bagi mereka yang tentu saja tak harus bergantung pada pria.
Dan Harley Quinn kemudian menjadi semacam perekat atas konflik dan tujuan yang dimiliki karakter-karakter wanita di dalamnya. Itulah sebabnya tak berlebihan jika kemudian sub judulnya ditulis cukup panjang dengan menyebutkan kata 'fantabulous' yang memberikan kesan wow tentu saja.
Penutup
Birds of Prey memang tidaklah sempurna. Namun dengan segala proses produksinya yang nampak serius dan datang dari hati, maka output kepada penontonnya pun terasa hingga ke dalam hati.
Menjadi sebuah sajian petualangan yang menghibur, penuh warna dan sarat aksi seru yang mampu mendatangkan mood kebahagiaan bagi siapapun yang datang menontonnya. Tambahan tema woman empowerementnya tentu tak boleh dilewatkan begitu saja oleh para penonton kaum hawa.
Birds of Prey sudah tayang di seluruh jaringan bioskop nasional. Namun perlu diingat, ini bukanlah film superhero. Jadi, jangan ajak anak-anak untuk menontonnya ya.
Skor: 8/10
Selamat menonton. Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H