Namun dalam sebuah film perang, gaya ini adalah yang pertama diadopsi. Sehingga menjadikannya sebuah sajian visual yang unik namun juga indah, dengan tingkat kesulitan yang pastinya luar biasa.
Kerjasama sebelumnya dengan sutradara Sam Mendes pada film Skyfall dan Revolutionary Road juga seakan menjadi bonus tambahan, karena chemistry yang sudah terbentuk tersebut semakin memudahkan dirinya untuk mentranslasikan visualisasi yang diinginkan Mendes dalam balutan one take brilian dari awal sampai akhir film.
Hal tersebut tentu saja demi menghidupkan cerita turun temurun berdasarkan kisah nyata dari kakek Sam Mendes sendiri untuk menjadi sebuah cerita universal yang memberikan gambaran lebih luas tentang situasi WW1 kala itu. Paling penting, memberikan sudut pandang baru tentang kisah WW1 yang belum pernah kita ketahui sebelumnya.
Hampir semua tangkapan gambarnya pun terasa magis dan berkelas. Khususnya pada adegan malam hari, di tengah-tengah puing bangunan yang dihujani desingan peluru dan tembakan suar yang sesekali menerangi langit malam.
Adegan tersebut menjadi sorotan khusus dari penulis karena mampu memberikan atmosfer mendebarkan sekaligus indah dan artistik di sisi lainnya.
Belum lagi adegan kejar-kejaran menghindari kepungan tentara Jerman di kegelapan yang juga membuat jantung kita ikut berdegup kencang. Sebuah sensasi menikmati film perang yang benar-benar berbeda tentunya.
Namun di tengah kengerian suasana perang yang dibangun secara bertahap dan reasonable oleh Sam Mendes, dirinya masih memberikan ruang yang cukup bagi jokes brilian yang dilemparkan di sepanjang film.