Gunung Baekdu yang terletak di antara perbatasan Korea Utara dan China meletus setelah ratusan tahun tertidur pulas. Menyebabkan kerusakan parah mulai dari Pyongyang di utara hingga Seoul di Selatan.
Bencana besar terjadi, namun manusia tidak siap untuk menghadapinya. Dan dengan sedikit waktu yang tersisa sebelum letusan final terjadi, usaha untuk 'berdamai' dengan sang raksasa pun dilakukan.Â
Usaha yang harus dilakukan dengan perhitungan matang, misi penuh risiko dan pengorbanan yang sangat besar demi menghindari kehancuran di Semenanjung Korea.
Film ini di negara asalnya juga memecahkan rekor box office dengan 4 juta penonton di 4 hari penayangannya. Juga menambah katalog film tentang bencana alam asal Korea Selatan yang sebelumnya sudah kita kenal lewat film seperti Pandora dan Haeundae (Tidal Wave).
Setidaknya ada 3 hal menarik yang bisa kita dapatkan dalam film ini. Pertama adalah cerita, kemudian deretan pemerannya, dan yang ketiga tentu saja visual dan CGI-nya.
Dari segi cerita, Ashfall bisa dibilang cukup memenuhi syarat sebagai disaster movie yang menghibur. Bencana alam gunung berapi yang menjadi tema utamanya, lantas dilengkapi dengan tambahan konflik yang dialami oleh para karakternya. Ada cerita di dalam cerita.
Kemampuan taktikal Jo minim, lantas menimbulkan konflik batin bagi dirinya sendiri. Apalagi kala harus berhadapan dengan Lee Joon-Pyeong (Lee Byung-hun), seorang menteri asal Korea Utara yang memang ditargetkan untuk bisa 'bekerja sama' untuk mengatasi bencana ini.
Dua karakter ini juga seakan menjadi kritik sosial terkait bagaimana kondisi sebenarnya antara Korea Utara dan Korea Selatan, juga bagaimana kondisi ideal yang seharusnya dibangun antara Korea Selatan dan Korea Utara.
Kerja samanya bersama pejabat pemerintahan Jeon Yoo-kyung (Jeon Hye-jin) jugalah yang pada akhirnya menghasilkan misi yang kemudian dijalani oleh Jo In-chang dan Lee Joon-Pyeong yang sudah dibahas sebelumnya.
Dari sudut pandang ini, penonton kemudian disuguhi berbagai intrik politik pada saat bencana terjadi secara lebih dekat. Bagaimana Korea Utara yang 'runtuh' tetap tidak mau bekerja sama dengan Korea Selatan dalam menyelesaikan masalah ini.
Keadaan tersebut semakin dipersulit oleh kehadiran Amerika Serikat sebagai sekutu Korea Selatan yang bukannya mendahului kepentingan masyarakat Korsel namun justru mendahului kepentingan AS dan warganya yang terjebak di sana.
Duet Ma Dong-seok dan Jeon Hye-jin lantas cukup menarik untuk disimak. Bagaimana Ma Dong-seok yang tak menggunakan ototnya dalam film ini, mampu tampil sebagai ilmuwan yang konyol, namun di sisi lain juga tampil karismatik.Â
Berpadu apik dengan Jeon Hye-jin yang tampil cool sekaligus menampilkan sosok wanita yang berani mengambil keputusan dengan segala risiko yang menyertainya.
Pada sudut pandang ini juga lantas menangkap suasana chaos di masyarakat terkait bobroknya birokrasi pada saat evakuasi dan bagaimana konflik kepentingan di atas turut mempengaruhi proses evakuasi tersebut.
Pada fase ini juga turut menyentil bagaimana beberapa orang Korea Selatan (bahkan mungkin di seluruh dunia), kerap tidak mengakui kewarganegaraan mereka sendiri dan lebih memilih menjadi warga asing demi kelancaran dan kemudahan fasilitas bagi dirinya sendiri.
Sebuah sentilan kecil yang cukup efektif dan tidak terasa berlebihan yang mampu menyadarkan kita tentang arti nasionalisme dan patriotisme yang sebenarnya.
Penceritaan pada Ashfall lantas semakin menarik kala dilengkapi dengan balutan CGI dan special effect yang cukup memuaskan. Tampilannya bahkan tak kalah dengan disaster movie asal Hollywood seperti San Andreas, Geostorm, atau 2012 misalnya. Cukup halus dan realistis.
Bahkan menurut penulis pribadi, CGI dalam film ini menjadi lompatan yang cukup besar sejak Korsel membuat film bencana alam pertama mereka, Haeundae. Menjadi penanda bahwa Korsel sudah siap bersaing dengan Hollywood dalam urusan efek visual di tahun-tahun mendatang.
Ya, mirip dengan film sci-fi asal Tiongkok, The Wandering Earth (ulasannya baca di sini), yang di beberapa part terkesan kasar visualnya namun masih sangat layak untuk dipuji secara keseluruhan.
Faktor keberuntungan yang melingkupi tokoh utamanya pun masih tetap ada. Namun tak seperti disaster movie lain khususnya 2012 yang faktor keberuntungannya terasa berlebihan bahkan tidak masuk akal.
Ashfall masih berada dalam tahapan yang masih bisa dimaafkan oleh kita sebagai penonton. Karena luck factor memang nyatanya dibutuhkan dalam tiap penceritaan disaster movie, asal dalam penyampaiannya tidak terlalu berlebihan.
Gempuran efek letusan gunung Baekdu yang digas pada menit-menit awal film juga kemudian diturunkan tensinya di pertengahan demi memberikan porsi drama tersebut. Namun untungnya tensi adegannya dinaikkan kembali di third act-nya untuk memberikan konklusi yang apik, patriotik, sekaligus mengusung tema 'mission impossible'.
Ya, layaknya film bencana lainnya, Ashfall nyatanya juga masih mempertahankan unsur pengorbanan dan misi 'perdamaian' terhadap alam yang marah. Seperti mengebor meteor dalam Armageddon, membuat bahtera Nuh dalam 2012, atau membuat bumi berputar kembali dalam The Wandering Earth.
Ashfall juga memiliki misi luar biasa yang pada akhirnya memaksa manusia untuk melawan kemustahilan sekaligus memberikan statement secara tersirat dan cukup klise bahwa manusia harus menguasai alam.
Ashfall tentu bisa menjadi pilihan tontonan selain Underwater-nya Kristen Stewart yang juga sedang menyerbu bioskop nasional minggu ini.
Ashfall jelas menjadi sajian yang tak boleh dilewatkan oleh para penggemar aksi dan disaster movie yang rindu mendapatkan visual bangunan hancur lebur dan ledakan gunung berapi, dengan bonus porsi drama yang penuh intrik politik namun juga manis dan humanis di sisi lainnya.
Jadi, siap nonton Ashfall di weekend ini? Ashfall bisa disaksikan di jaringan bioskop CGV, Cinepolis, Flix Cinema dan Lotte Cinema ya teman-teman.
Skor: 8/10
Selamat menonton. Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H