Era baru Star Wars yang dimulai lewat Episode VII:The Force Awakens, tentu menjadi permulaan yang cukup baik untuk saga Rey dan Kylo Ren.
Mengambil banyak elemen klasik dari film-film pendahulunya, The Force Awakens kemudian memperkenalkan banyak karakter baru yang berasal dari 'rakyat biasa' untuk kemudian bersatu memenuhi panggilan force mereka.
Episode VIII:The Last Jedi yang dirilis 2 tahun kemudian lantas memiliki cerita yang semakin kompleks pada konflik Rey dan Kylo Ren. "Refusal of the call", konflik batin antara Dark Side dan Light Side serta pertemuan dengan mentor, menjadi tiga tema utama yang membentuk cerita inti pada film tersebut.
Episode IX:The Rise of Skywalker lantas dimaksudkan sebagai konklusi atas trilogi sekuel yang dimulai 4 tahun yang lalu tersebut sekaligus memberikan jawaban atas berbagai misteri yang saling terkait antara trilogi prekuel dan trilogi originalnya yang dimulai 43 tahun yang lalu, dengan saga keluarga Skywalker sebagai benang merahnya.
Lantas, masihkah force berpihak pada film terbaru ini?
Sinopsis
Dalam usahanya melawan tirani jahat tersebut, Rey(Daisy Ridley), Poe(Oscar Isaac) serta Finn(John Boyega) harus berpetualang antar planet ditemani oleh sang asisten setia, Chewbacca(Joonas Suotamo) dan C-3PO(Anthony Daniels).
Dengan supervisi dari jendral Leia Organa(alm. Carrie Fisher), mereka lantas mengetahui bahwa ternyata ada kekuatan besar lain yang saat ini sedang mencoba menghancurkan keseimbangan galaksi.
Sebuah kekuatan jahat dari masa lalu yang nampak memiliki tujuan yang belum terselesaikan. Kini galaksi pun bergantung penuh pada sosok jedi terakhir untuk bisa menghentikan kekuatan tersebut.
Penutup Saga yang Epik dan Emosional
Semua elemen dari saga Star Wars yang kita inginkan bahkan kita butuhkan, berhasil dimunculkan ke dalam film yang memiliki durasi 2 jam 21 menit ini.
Duel lightsaber yang epik dan perang pesawat tempur galaksi yang seru dan megah, menjadi contoh bagaimana kemasan full action-packed langsung terasa sejak menit pertama film ini. Tidak seperti film-film Star Wars sebelumnya, The Rise of Skywalker langsung menggempur kita dengan aksi berintensitas tinggi sejak adegan pembukanya dimulai.
Konflik batin dalam diri Rey dan Kylo Ren pun lantas berkembang di antara gempuran aksi pada galaksi nun jauh disana tersebut. Sebuah konflik yang kelak akan menentukan sisi apa yang mereka pilih.
Sinematografi film ini juga sangat luar biasa. Setiap shoot-nya yang juga menggabungkan elemen visual effect dan sound effect yang terasa nyata, sungguh tampil sangat mengagumkan.Â
Dari mulai landscape planet hingga adegan duel lightsaber sungguh mampu menciptakan pengalaman sinematik yang membuat tubuh menggelinjang. Oh iya, tontonlah di layar IMAX untuk mendapatkan feel yang maksimal.
Ya, meskipun menurut penulis pribadi untuk beberapa shoot pada The Last Jedi masih mengungguli film ini. The Last Jedi lebih terasa grande, mistis dan melankolis.
Sementara Osar Isaac dan John Boyega tentu menjadi sorotan lain yang tak boleh diabaikan begitu saja. Keduanya semakin menarik dalam menunjukkan persahabatannya sekaligus meyakinkan kala dibutuhkan untuk menjadi sosok pemimpin muda bagi para Resistance.
Tak lupa, penulis juga memberikan sorotan pada sosok John Williams yang masih memberikan nyawa tambahan yang sangat berarti bagi film ini. Apalagi mengingat bahwa film ini adalah film Star Wars terakhir yang masih merasakan sentuhan tangan dinginnya.
Lantunan orkestra dan brass section yang dihasilkannya begitu luar biasa sehingga nampak seperti ada 9 film Star Wars di dalam 1 film berkat komposisi scoring legendaris dan baru yang di mix dengan sempurna. John Williams jelas menambah kesan megah, mewah dan magis pada tiap momen penting dari film penutup saga ini.
Namun tidak semua fans service tersebut berjalan sukses. Di beberapa bagian, maksud daripada fans service itu justru tidak tersampaikan dengan cukup baik.Â
Sehingga alih-alih membuat jantung para fansnya berdebar-debar saking bahagianya, justru membuat kita merespon dengan dahi yang mengernyit karena ekspektasi kemunculan karakter dan berbagai hal legendaris lainnya tidak berjalan maksimal.
Saga Skywalker memang telah usai. Jannah, lantas hanya menjadi satu dari sekian banyak sosok baru yang bisa dikembangkan untuk menuntun kita pada cerita baru yang belum pernah ditunjukkan sebelumnya. Bahkan bisa melengkapi berbagai konflik yang mungkin tersambung pada berbagai event Star Wars lainnya.
Penutup yang Pas Meskipun Bukan yang Terbaik
Layaknya sebuah opera sabun yang penuh dengan pesan dan sindiran tersirat, film ini pun demikian. Isu seputar keberagaman, kesetaraan gender dan sosio politik lainnya, masih mampu disampaikan dengan tepat. Membuat film ini masih mempertahankan tradisi Star Wars meskipun tak sekuat trilogi originalnya.
Karena begitu film ini berakhir, seketika juga kita sadar bahwa kenangan masa kecil kita bersama Star Wars turut berakhir. Dan petualangan dengan cita rasa klasik ini mungkin akan sulit lagi dirasakan di masa mendatang.
Penutup
Meskipun bukan film Star Wars terbaik, namun TROS masih mampu memberikan fans service yang on point meskipun di beberapa bagian tidak terasa maksimal penyampaiannya.
Namun begitu, film yang dimaksudkan sebagai penutup ini juga masih menyisakan banyak pertanyaan yang mengganjal. Dan nampaknya hal ini sengaja dilakukan untuk membuka keran penceritaan lain yang mungkin dilakukan di masa depan, di luar saga Skywalker yang telah berakhir ini tentunya.
Dan hal tersebut yang kelak akan membuat The Rise of Skywalker makin menarik. Sebuah penutup yang tak hanya memberikan konklusi akhir namun juga mengawali banyak teori baru dan kemungkinan lain yang tak akan habis didiskusikan bertahun-tahun mendatang.
Hingga kemudian datang era baru Star Wars yang entah benar-benar kita butuhkan atau tidak.
Skor: 8,5/10
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H