Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Trauma Korban Pemerkosaan dan Harapan Akan Keadilan dalam "Unbelievable"

20 Oktober 2019   07:12 Diperbarui: 20 Oktober 2019   16:29 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 

Nothing is unknowable, Detective. All of the information needed to catch that guy is out there. You just have to know how to ask. --- Lilly (Annaleigh Ashford)

Periode tahun 2008 hingga 2011, Amerika Serikat sempat dikejutkan dengan berita pemerkosaan berseri yang memakan korban wanita secara acak. 

Tak ada "standar" fisik ataupun usia yang menjadi korban dalam hal ini, melainkan status kesendirian korbannya yang menjadi benang merah atas segala aksinya. 

Ya, korbannya adalah wanita muda kesepian, wanita yang sedang melakukan hubungan LDR dengan kekasihnya, bahkan janda tua yang hidup sendiri.

Adapun kejadian pemerkosaan yang membuat kepolisian negara bagian AS kesulitan bahkan mengabaikan kasus salah satu korbannya ini sempat ditulis dan diteliti oleh T. Christian Miller dari ProPublica dan Ken Armstrong dari Marshall Project, yang kemudian artikelnya berhasil dianugerahi Pulitzer Prize di tahun 2015.

Serial Netflix Unbelievable yang mendapatkan Tomatometer 97% certified fresh ini pun lantas mencoba mengangkat kisah tersebut menjadi format limited series sebanyak 8 episode. 

Menggunakan artikel tersebut sebagai pondasi utama penceritaannya, serial ini kemudian dilengkapi bumbu-bumbu fiksi sebagai penguat jalinan kisah antar episodenya.

Salah satu adegan dalam miniseri Unbelievable| Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 
Salah satu adegan dalam miniseri Unbelievable| Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 

Serial ini dimulai dengan cerita seorang gadis bernama Marie Adler (Kaitlyn Dever -Booksmart, The Spectacular Now-), yang kisahnya juga menjadi pondasi utama dalam kemunculan konflik dan korban lainnya di episode selanjutnya.

Marie seorang remaja 18 tahun asal Washington, melaporkan adanya penyerangan seksual di kamarnya dini hari ketika ia baru saja terlelap. 

Penyerangan dengan metode "tak biasa" itu kemudian cukup rapi dieksekusi oleh sang pelaku. Tak meninggalkan jejak, sidik jari, bahkan DNA yang normalnya akan mudah terlacak beberapa waktu setelah adanya tindak pemerkosaan.

Polisi yang kesulitan mencari identitas pelaku, kemudian semakin dipersulit oleh keterangan tak konsisten yang diberikan oleh Marie terkait laporan pemerkosaannya. 

Ditambah dengan kesaksian yang diberikan orang terdekat bahwa Marie tumbuh menjadi seorang remaja yang hiperaktif dan nampak terus mencari perhatian dengan berbagai tindakan kekanak-kanakannya, maka semakin kuatlah ketidakpercayaan polisi terhadap Marie.

Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 
Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 

Kasus pun kemudian dihentikan penyidikannya dengan terlebih dahulu Marie mengalami tekanan dari kepolisian terkait fase yang membingungkan bagi dirinya sendiri. 

Yaitu perihal benar tidaknya perkosaan yang dia alami, karena semuanya nampak abu-abu bagi Marie yang sedang memasuki fase trauma berat. Puncaknya adalah Marie dituntut karena dianggap memberikan keterangan palsu ke polisi.

Namun 3 tahun berselang, sebuah rentetan pemerkosaan di kota Colorado berhasil mendapatkan perhatian lebih oleh dua polisi wanita, yaitu Detektif Grace Rasmussen (Toni Collette) dan Detektif Karen Duvall (Merritt Wever). 

Rentetan kasus ini pun semakin menarik untuk dipecahkan ketika akhirnya menuntun 2 polisi tersebut ke dalam satu kasus yang sudah ditutup 3 tahun lalu di kota Washington. Ya, kasus pemerkosaan Marie Adler yang masih mengharapkan keadilan.

Reka Ulang Penyelesaian Kasus yang Realistis

Marc O'Leary alias Chris McCarthy, tersangka pemerkosaan yang diperankan Blake Ellis. |Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 
Marc O'Leary alias Chris McCarthy, tersangka pemerkosaan yang diperankan Blake Ellis. |Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 

Unbelievable pada dasarnya mengadopsi 2 gaya penceritaan sebagai fokus utamanya, yaitu pertama potongan kilas balik untuk menggambarkan kejadian pemerkosaan dan latar belakang karakternya.

Serta yang kedua adalah tentang detail dari kondisi emosional Marie Adler sendiri yang tengah berada di antara murka, kebingungan, dan kesedihan terkait kondisi sosial di sekitarnya pasca kejadian tersebut.

Di awal episode saja kita sudah berhasil dibawa untuk berada di tengah-tengah interogasi polisi kepada Marie Adler. 

Sudut pandang yang diberikan kepada penonton pun bukanlah sudut pandang si polisi ataupun Marie, melainkan layaknya seorang hakim yang berada di tengah-tengah mereka. Kita seakan diajak untuk ikut menebak siapa yang salah dalam kasus ini.

Kaitlyn Dever praktis menjadi sorotan utama di serial ini. Bukan hanya karena mampu menunjukkan sosok perempuan muda yang terguncang pasca pemerkosaan, namun juga mampu menunjukkan ketabahan dan ketangguhannya dalam usahanya memulai hidup kembali.

Tiap episodenya mengajak kita untuk melihat perubahan demi perubahan pada dirinya, entah dalam hal memandang sekitarnya maupun menerima dirinya sendiri. Kaitlyn seakan mampu membuat kita ikut empati akan derita yang dihadapi Marie Adler.

Detektif Grace Rasmussen (Toni Collette) dan Detektif Karen Duvall (Merritt Wever)| Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 
Detektif Grace Rasmussen (Toni Collette) dan Detektif Karen Duvall (Merritt Wever)| Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 

Beruntung serial ini juga memiliki sosok aktris serba bisa Toni Collette. Yang bersama dengan Merritt Wever berhasil menghidupkan 2 sosok detektif berbeda kepribadian yang harus bersatu demi terpecahnya kasus yang super rumit itu.

Mereka tak hanya berhasil memainkan peran detektif dengan sangat realistis, namun juga berhasil menjadi semacam simbol harapan selama kita mengikuti serial ini. 

Terlebih ketika kemudian kita mengetahui bahwa masih banyak korban lainnya yang juga memiliki trauma dan ketakutan seperti apa yang dialami Marie Adler, yang kebenarannya juga"dibungkam" oleh detektif sebelumnya yang mencoba menyelesaikan kasus mereka namun kesulitan mencari bukti.

Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 
Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 

Atmosfer ala CSI memang jamak kita rasakan ketika menyaksikan serial ini. Baik dari adegan pencarian barang bukti, penunjukkan alibi, hingga gambaran sosok kepala kepolisian dan jajarannya yang nampak familiar dengan serial bertema serupa. 

Namun entah mengapa, gambaran penyelesaian kasusnya nampak jauh lebih realistis pada serial ini.

Format limited series yang memungkinkan proses penyelesaian kasus ditampilkan bertahap dan mendetail itulah yang pada akhirnya sukses menghadirkan nuansa realistisnya. 

Pencarian kebenaran dan keadilan bagi Marie Adler dan korban lainnya terasa sangat nyata.

Karena Kita Bisa Lebih Jahat dari Pelaku

Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 
Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 

Unbelievable memang cukup sukses menangkap berbagai detail seputar sisi emosional si korban, pelaku, bahkan polisi yang mengusut kasusnya. 

Namun lebih dari itu, Unbelievable memberikan kita gambaran yang nyata sekaligus pahit tentang bagaimana kondisi lingkungan sosial memiliki peran besar terkait sukses tidaknya seorang korban untuk melangkah keluar dari ruang gelap bernama trauma.

Kita bahkan bisa lebih jahat dari apa yang dilakukan pelaku pada para korbannya. Pelaku mungkin hanya melakukan tindakan bejatnya sekali, kemudian menghilang, bahkan melupakan korbannya dan lantas ditangkap kepolisian untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Tapi kita yang ada di tengah-tengah mereka, yang seharusnya bisa menjadi pendengar dan pundak yang baik untuk bersandar, justru bisa jauh lebih abai. 

Seperti apa yang ditampilkan oleh sosok teman-teman Marie Adler, mantan pengasuhnya dan kepolisian Washington yang menindak kasusnya pertama kali. Mereka abai.

Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 
Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 

Kita tahu bahwa Marie adalah remaja muda yang menjadi korban dan masih terguncang. Namun kita juga tahu bahwa cara dia bersaksi meragukan. 

Bahkan diperkuat dengan kesaksian orang terdekat yang mengatakan bahwa ia adalah tipikal remaja pencari perhatian, maka semakin "ambyar" lah keyakinan kita pada Marie.

Tapi itulah kenyataannya. Alih-alih mendengar langsung dari si korban, kita justru lebih percaya akan pendapat orang lain yang mungkin saja tidak sepenuhnya benar. 

Karena terkadang tanpa kita sadari, kecepatan informasi yang kita butuhkan membuat kita jadi mudah mendengar berbagai cerita yang segera kita justifikasi sendiri.

Just because we can't see the path doesn't mean it's not there. --- Karen Duvall (Merritt Wever)

Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 
Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 

Karena pada akhirnya mental yang terguncang memang tidak sebentar perbaikannya, pun berpengaruh pada kemampuan korban untuk berpikir secara cepat terkait trauma yang menghancurkan memori layaknya kepingan puzzle itu. 

Mendapatkan sebuah fakta akurat dari seseorang yang terguncang mentalnya seperti itu tentu tidaklah semudah mendapatkan fakta dari orang dengan kondisi normal.

Kesabaran, ketelitian, dan empati kita lah yang kelak mampu membantu menemukan kebenaran dari dan bagi si korban. Karena bukan berarti tak ada jalan yang bisa dilewati hanya karena kita belum melihat jalan tersebut bukan?

Kepedulian Kita Keselamatan bagi Mereka

Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 
Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 

Secara sinematografi ataupun scoring memang tidak ada yang spesial pada serial ini. 

Namun dalam hal penggambaran suasana dan situasi yang dialami pasca tragedi dan kilas balik yang menggambarkan kejadian pemerkosaan dengan cukup eksplisit, serial ini mampu menginterpretasikannya dengan sangat meyakinkan.

Sosok detektif Grace Rasmussen dan Karen Duvall di serial ini memang menjadi semacam simbol woman empowerment. 

Kegigihannya dalam menyelesaikan kasus yang cukup sulit di lingkungan yang mana sangat kuat sistem patriarkinya serta rumit birokrasinya, jelas mampu menjadi inspirasi tentang bagaimana seharusnya wanita bersuara dan bergerak.

Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 
Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 

Namun jangan lupa, sosok Marie Adler dan wanita korban perkosaan lainnya pun juga menjadi contoh bagaimana wanita masih kerap menjadi objek acak pemerkosaan. 

Mereka menjadi bukti konkret bahwa penampilan atau pakaian yang digunakan bukanlah jaminan keselamatan mereka. Karena wanita tua yang sudah cocok dipanggil nenek pun nyatanya menjadi salah satu korbannya.

When they're bigger than you, you can't win.--- Marie Adler (Kaitlyn Dever)

Pun mereka menjadi gambaran konkret bagaimana hingga saat ini mereka kerap kesulitan untuk melawan superioritas sebuah sistem -dalam hal ini dikuasai laki-laki- yang berujung pada ketidakmampuan mereka menyuarakan kebenaran dan memperoleh keadilan.

Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 
Sumber: Timberman/Beverly Productions and CBS Television Studios 

Namun yang terpenting serial ini mampu menyampaikan pesan yang cukup kuat terkait bagaimana kepedulian kita pada korban, sekecil apapun itu, mampu menyelamatkan mereka dari kehancuran. 

Dengan di satu sisi kritikan keras terhadap orang yang lebih berkuasa jelas menjadi sajian utama yang diharapkan mampu menjadi pelajaran dan membuka mata banyak pihak, entah itu kepolisian, hakim, pengacara bahkan kita sendiri yang mungkin sudah, sedang atau akan berhadapan dengan situasi lingkungan sesulit itu.

Jangan sampai penyelesaian masalah pelecehan seksual berlarut-larut bahkan enggan diselesaikan hanya karena kesulitan mendapatkan bukti seperti yang dialami Marie Adler. 

Jangan sampai hanya karena kebenarannya tidak membuat nyaman dan tidak pas pada sudut pandang yang kita miliki, maka kita menjadi tidak percaya. Padahal kita mungkin menjadi satu-satunya orang yang mereka pikir bisa dipercaya untuk memberikan solusi dan pertolongan.

Cause even with good people, even with people that you can kinda trust, if the truth is inconvenient, and if the truth doesn't, like, fit, they don't believe it. --- Marie Adler (Kaitlyn Dever)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun