Dan selayaknya apa yang sudah sering dihadirkan oleh Hollywood, sosok Maleficent dan Ratu Ingrith sendiri seakan menjadi metafora akan sikap manusia. Di mana justru manusia lah yang terkadang mampu melakukan hal yang lebih iblis dibanding iblis itu sendiri. Sementara dari sosok yang awalnya kita pikir jahat, justru ada sedikit kebaikan yang mampu menerangi sekitarnya.
Meskipun penyampaian kritik sosial tersebut dilakukan secara terbuka dan tanpa malu-malu, bukan berarti hal tersebut lantas membuatnya nampak preachy bahkan mengganggu. Masih ada dalam tahap wajar sehingga anak-anak yang menonton pun bisa dengan mudah menangkap maksud yang ingin disampaikan tanpa harus bertanya pada orang tua.
Maleficent: Mistress of Evil memang menjadi tontonan ringan yang aman untuk dikonsumsi seluruh keluarga. Meskipun tone gelap yang dihadirkan mungkin akan membuat sebagian anak-anak tak nyaman menyaksikan film ini. Sehingga peran pendampingan orang tua tetap dirasa cukup perlu untuk bisa menikmati film ini secara utuh.
ABagi Anda yang sekadar mencari tontonan ringan untuk dinikmati minggu ini, Maleficent: Mistress of Evil sejatinya cukup efektif menghadirkan tontonan yang menghibur, berkat sajian visual yang memanjakan mata ditambah kehadiran ragam aktor kelas A di dalamnya. Namun jika Anda mengharapkan sebuah cerita yang benar-benar segar, revolusioner atau mungkin mindblowing, maka siap-siap Anda dikecewakan.
Karena pada akhirnya Maleficent: Mistress of Evil hanya mengembalikan kita kepada deretan homage dongeng klasik Disney yang selama ini kita kenal. Dan layaknya ragam dongeng klasik yang berulang kali kita dengar sejak kecil, tentu saja selalu menghadirkan antusiasme tinggi tiap kisahnya diceritakan ulang. Meskipun kemudian kita sadar bahwa plotnya nampak familiar dan membosankan bukan? Heuheuheu..
Skor: 7/10
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H