Sudah cukup lama DreamWorks Animation dikenal sebagai saingan yang cukup berat bagi Disney maupun Pixar. Shrek, Kung Fu Panda, dan How to Train Your Dragon, menjadi contoh beberapa franchise DreamWorks yang cukup sukses baik secara kualitas maupun pendapatan box office internasional, serta memiliki basis fansnya tersendiri.
Semakin menarik proses kreatif yang coba dikembangkan oleh DreamWorks, ketika di tahun ini bersama dengan Pearl Studio yang sebelumnya bernama Oriental DreamWorks, menelurkan film animasi berjudul Abominable.Â
Pearl Studio yang memfokuskan film-filmnya pada kisah animasi yang memiliki unsur kebudayaan Tiongkok lama ataupun modern di dalamnya, kemudian semakin tegas menunjukkannya pada film tersebut. Setelah sebelumnya juga turut berkontribusi pada film Kung Fu Panda 3 dan How To Train Your Dragon 2.
Bahkan dilansir dari laman Pearlstudio.com, kini Pearl Studio bersama DreamWorks Animation memiliki ragam proyek animasi yang variatif dan menjanjikan.Â
Dimulai dari Abominable di tahun ini, untuk kemudian dilanjutkan dengan animasi Netflix Over The Moon di tahun 2020, kemudian Lucky, The Monkey King dan Illumikitty yang belum diketahui kapan tanggal rilisnya.
Mengisi slot family movies dan menjadi counter programming yang worth untuk menjadi pilihan di tengah-tengah bioskop yang saat ini dibombardir 2 film populer, yaitu Joker dan Bebas, lantas Abominable juga berfungsi sebagai film penawar yang ringan dan menyenangkan apabila sebelumnya emosi penonton sempat terguncang pasca menyaksikan Joker.
Cerita Abominable sejatinya cukup sederhana dan familiar dengan apa yang sudah pernah kita saksikan pada film lainnya, yaitu tentang hubungan manusia dengan hewan liar yang tersesat dan bagaimana usahanya untuk memulangkan hewan tersebut, sambil merasakan petualangan yang mengejutkan di sepanjang perjalanannya.
Layaknya King Kong yang memberikan kita sajian petualangan antara seorang gadis dengan makhluk legenda berupa kera raksasa yang haru dan sarat pesan moral, Abominable pun demikian.Â
Namun bedanya, kali ini yang diangkat adalah makhluk mitos yang juga berukuran raksasa, Yeti, yang kemudian dinamakan Everest (Joseph Izzo)oleh sang "penemu", Yi (Chloe Bennet).
Sisanya, tentu kita tahu akan berakhir seperti apa film ini. Namun tentu saja bukan itu tujuan yang ingin disampaikan oleh 2 sutradara film ini, Jill Culton (Open Season) dan Todd Wilderman (Open Season 2). Melainkan pesan-pesan kehidupan yang cukup kuat dan mengena, terlebih cukup mudah dicerna oleh anak-anak yang menyaksikannya.