Sebuah komposisi permainan cello dari Hildur Gudnadottir(Arrival, Sicario) kemudian semakin menambah unsur kelam film ini. Pun mampu merepresentasikan kegilaan yang terjadi dan timbul dalam diri Arthur.
Ditambah dengan sinematografi yang gelap namun tetap artistik dari Lawrence Sher(Hangover trilogy, Godzilla), tentu semakin menambah keindahan visual film ini.Â
Bahkan dari hal-hal sederhana seperti kombinasi warna yang cukup kontras pada cipratan darah yang mengenai cat wajah Joker, cukup untuk menunjukkan kepada kita betapa nyatanya deretan teror dan psikopatnya sang tokoh utama di film ini.
Maksudnya, kita tahu bahwa Joker memang kelak menjadi mastermind handal di Gotham City, namun kita tidak diizinkan untuk mengetahui titik balik apa yang membuatnya menjadi dewa bagi sebagian kalangan. Ada konflik yang memperlihatkan hal tersebut, namun terasa kurang dalam.
Namun setelah dipahami lebih lanjut, hal tersebut memang nampak bukan menjadi concern utama bagi Todd Phillips. Kelahiran sang supervillain bukanlah tujuan utamanya, namun kelahiran sosok yang mampu memutarbalikkan segala tragedi yang menimpanyalah yang jadi poin penting dalam film ini.
Ya, menertawakan segala tragedi, ala sang pelawak.
Skor: 9/10
Salam Kompasiana