Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Menikmati Kritikan Jenaka tentang Dunia Pertelevisian ala "Pretty Boys"

20 September 2019   14:19 Diperbarui: 21 September 2019   01:40 2163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak mengeluarkan tagar #HancurnyaDuniaPertelevisian sebagai bagian dari gimmick dan marketing awal film ini, praktis film ini langsung memunculkan rasa penasaran banyak orang termasuk saya. 

Debut penyutradaraan Tompi, skenario yang ditulis Imam Darto dan duet Vincent-Desta sebagai main cast film ini, rasanya sudah lebih dari cukup bagi saya kala memutuskan untuk melangkahkan kaki ke bioskop. Jelas, saya harus menonton film ini.

Ditayangkan mulai 19 September 2019, lantas film ini pun menjadi counter programming yang muncul diantaranya lanjutan franchise raksasa Danur, action klasik Rambo dan Sci-fi yang juga banyak ditunggu, Ad Astra.

Tentang Surat Cinta kepada Dunia Pertelevisian

kincir.com
kincir.com
Sebagai sebuah film komedi, Pretty Boys bisa dibilang tidak neko-neko dalam menyajikan storytellingnya. Mengangkat suka duka industri pertelevisian sebagai tema besarnya, film ini lantas memadukan berbagai unsur kritikan dalam bentuk satir bahkan sarkasme sekalipun ke dalam konflik dua pemeran utamanya.

Adalah Anugerah (Vincent Rompies) dan Rahmat (Dedy Mahendra Desta), dua orang sahabat dari desa yang rela datang ke Jakarta untuk mengejar impian masa kecil mereka. 

Masuk tv dan menjadi pembawa acara kondang seperti Koes Hendratmo, Sony Tulung atau Dede Yusuf, yang poster ala top collection-nya terpajang di pintu rusun mereka.

Dengan Rahmat yang bercita-cita jadi public figure terkenal demi dikelilingi banyak gadis cantik, bertolak belakang dengan impian yang dimiliki Anugerah. Anugerah hanya ingin agar karirnya mampu membuat sang ayah bangga.

Pertemuan mereka dengan Roni(Onadio Leonardo), koordinator penonton bayaran untuk acara televisi Kembang Gula, pada akhirnya menjadi momen titik balik karir mereka. 

Rahmat dan Anugerah pun kemudian bisa menggapai mimpi untuk tampil di acara televisi, meskipun jobdesk yang mereka terima bertolak belakang dengan kepribadian mereka. 

Namun tuntutan pekerjaan menjadi dalih yang menguatkan langkah mereka untuk terus melaju. Meksipun 'atas nama rating' juga menjadi beban dalam hati mereka. Inikah akhir dari idealisme dan mimpi mereka? Atau justru inikah tanda-tanda hancurnya dunia pertelevisian di Indonesia?

Komedi Segar nan Sederhana yang Menggelitik

Najwa Shihab bersama Rahmat dan Anugerah di Pretty Boys (layar.id)
Najwa Shihab bersama Rahmat dan Anugerah di Pretty Boys (layar.id)

Tak berlebihan jika kemudian saya menyebut bahwa Pretty Boys adalah salah satu film komedi terbaik tahun ini. Jokesnya segar dan sederhana namun penuh sarkasme dan satir yang kemudian dikombinasikan dengan lawakan ala Srimulat sebagai punchlinenya. 

Ya, tipikal 'jokes bapak-bapak' jika mengacu pada tren penyebutan jenis komedi seperti ini oleh anak muda zaman sekarang.

Namun yang terpenting, film ini mampu menyajikan personal style dari duo Vincent-Desta itu sendiri tanpa harus membuat mereka berubah menjadi orang lain.

Jika pernah melihat lawakan mereka berdua di berbagai acara tv yang dipandu mereka, termasuk MTv Bujang di era 2000-an, kita pasti sepakat bahwa komedi mereka tak berbeda jauh dengan apa yang ditampilkan dalam Pretty Boys. Ya, Inilah gaya Vincent-Desta yang memang sudah dikenal luas oleh publik.

Bahkan tiap adegan adalah komedi, termasuk adegan-adegan yang dimaksudkan untuk mempermainkan sisi emosional penontonnya. Mau awalnya sedih atau serius, punchline komedi yang muncul kemudian selalu mampu membuyarkan situasi, meskipun tidak membuatnya hancur berantakan. 

Rahmat dan Anugerah di Pretty Boys(kincir.com)
Rahmat dan Anugerah di Pretty Boys(kincir.com)

Pretty Boys seakan paham bahwa penonton yang datang ke bioskop memang untuk mendapatkan pengalaman komedi yang maksimal tanpa perlu terganggu dengan unsur drama yang dominan.

Namun bukan berarti unsur drama dalam film ini buruk. Justru sisipan drama diantara rentetan komedi tanpa hentinya selalu muncul pada timing yang pas. Tidak terasa berlebihan dan tetap mampu membuat film ini berjalan dalam trek storytellingnya.

Film ini pun seakan menjadi surat cinta bagi industri pertelevisian Indonesia berkat banyaknya homage tentang industri ini di sepanjang film. Termasuk kemunculan parodi dari Net.TV yang sejatinya turut mempopulerkan kembali duo Vincent-Desta.

Layar.id
Layar.id
Begitu grounded nya tema yang diangkat dan sesuai dengan kegelisahan banyak orang tentang sajian acara televisi yang semakin tidak menentu, jelas menjadi titik penting yang membuat kritikan dalam canda di dalam film ini cukup sukses disampaikan secara sederhana. 

Hancurnya dunia pertelevisian jika ragam tayangannya selalu monoton dan terus mengikuti selera pasar pun mampu disampaikan dengan dua cara yaitu secara langsung maupun subtil. 

Acara settingan yang dibungkus tema reality show, ribut-ribut di televisi yang sudah jadi hal biasa, hingga analogi dua sisi pekerja televisi lewat peran waria-nya Vincent & Desta, menjadi contoh bagaimana pesan-pesan tersebut secara efektif disampaikan.

Karena pada akhirnya kelanjutan industri ini tak hanya dibebankan kepada selera penonton saja, melainkan juga kepada para pegiat industri televisi. Apakah mau terus menjadi hamba rating atau menciptakan idealisme baru yang mampu merevolusi industri? 

So, film ini jadi cukup berimbang dalam mengangkat tema industri pertelevisian Indonesia. Karena tak hanya kritikan saja yang ditampilkan, namun juga penghormatan yang lantas diapresiasikan ke dalam medium bercanda khas Vincent-Desta.

Kejutan dari Para Aktor dan Teknis yang Ciamik

kincir.com
kincir.com
Selain sinematografi film ini yang digarap artistik dan skenario apik dari Imam Darto yang mampu mentranslasikan ide cerita yang dibuat Tompi, film ini juga tampil begitu menarik berkat penampilan kejutan dari para aktor dan aktrisnya. 

Vincent dan Desta jelas mencuri perhatian sebagai duo sahabat yang aktingnya memang nampak organik dengan apa yang biasa mereka tampilkan di layar kaca. 

Namun disini, mereka lebih mengembangkan lagi intrik persahabatannya dengan ragam konflik yang ditimbulkan keduanya. Dimana hal tersebut cukup mampu menguras emosi penonton.

Sederhananya, apa yang ditampilkan Vincent dan Desta tak berlebihan, baik kala melakukan adegan komedi ataupun serius. Sehingga tentunya sangat related dengan gambaran persahabatan yang ada di dunia nyata.

Onadio Leonardo sebagai Roni (idntimes.com)
Onadio Leonardo sebagai Roni (idntimes.com)

Onadio Leonardo sebagai Roni jelas paling mencuri perhatian. Sebagai karakter pendukung, dirinya mampu menampilkan karakter yang 180 derajat berbeda dengan sosok aslinya di dunia nyata. Yaitu sebagai waria berlipstik namun berjenggot tebal yang tentunya mampu membuat geli juga lucu di saat bersamaan.

Begitupun dengan berbagai cameo dan penampilan singkat karakter pendukung lainnya seperti Glenn Fredly, Dwi Sasono, Tora Sudiro dan Najwa Shihab yang mampu memberikan efek kejut dan warna tambahan yang menyegarkan untuk film ini.

Sementara Danilla Riyadi yang berperan sebagai Asti, cukup mendapatkan porsi tampil yang lebih baik dari filmnya sebelumnya, Koboy Kampus. Namun entah mengapa, karakter yang seharusnya bisa menjadi sosok yang memberi pengaruh lebih lagi bagi Vincent-Desta ini, justru kembali tampil kurang greget. 

Bukan pada sisi aktingya, melainkan positioningnya pada konflik sentral yang seharusnya mampu memberikan warna tambahan yang lebih baik dari ini.

Danilla Riyadi sebagai Asti berboncengan dengan Rahmat(Desta)/medcom.id
Danilla Riyadi sebagai Asti berboncengan dengan Rahmat(Desta)/medcom.id

Di sisi teknis film ini sejatinya tak perlu diragukan lagi kualitasnya. Sinematografinya sangat cantik dengan penggunaan warna-warni yang menawan, sehingga mampu mengekspresikan nuansa ceria yang ingin dibawa film ini ke tengah-tengah penonton. Sepintas tone filmnya mengingatkan saya akan film-film komedi Thailand.

Tak lupa, deretan soundtracknya pun mampu memanjakan telinga berkat pemilihan musik yang tak kalah menawan dari para musisi indie semisal Mooner, Danilla, Ardito Pramono, Naif dan White Shoes & The Couple Company.

Kekurangan mungkin ada dari sisi editing, dimana beberapa konflik yang terjadi kadang terpotong begitu saja tanpa memberikan sebuah konklusi dan langsung lompat ke konflik lainnya. Hanya saja hal seperti ini tidak begitu banyak dan menjadi minor flaws yang masih nyaman dinikmati.

Penutup

Salah satu adegan Vincent bersama Tora Sudiro(movieden.net)
Salah satu adegan Vincent bersama Tora Sudiro(movieden.net)

Pada akhirnya Pretty Boys sukses memberikan pengalaman menonton yang maksimal. Karena kita tak hanya diberikan suguhan komedi yang mampu mengocok perut selama 1 jam 40 menit waktu tayangnya, namun juga mampu memanjakan telinga dan mata berkat paduan apik sinematografi dan deretan soundtrack yang melengkapinya.

Pretty Boys juga memberikan kita bukti bahwa kritikan pedas pada dunia pertelevisian Indonesia juga mampu disampaikan dengan cara se-relax dan se-fun ini, tanpa harus tampil preachy yang membosankan. 

Sembari juga membuktikan bahwa konsep 'reborn' dan konsep "all star" komika pada kebanyakan film komedi Indonesia, tak selamanya mampu berjalan efektif.

Tompi (nova.grid.id)
Tompi (nova.grid.id)

Maka jika kemudian film ini sukses besar bahkan tembus 1 juta penonton, tentu kita tidak akan heran. Karena akhirnya Indonesia kembali mampu menelurkan sutradara komedi baru lewat sosok Tompi, yang juga mampu memberikan warna baru selain warna komedi khas Ernest ,Upi dan Raditya Dika, yang tentu saja tak kalah berkualitas.

Tontonlah dan rasakan sendiri sensasi lawakan khas Vincent dan Desta di layar lebar

Skor: 8/10

Salam Kompasiana.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun